PT NKE Berstatus Terdakwa, Menang Tender di Kementerian PUPR

oleh -1.4K views
Menang Tender Paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji-Sumatera Barat.

PADANG, HR – Sejak 22 Agustus 2017 telah ditetapkan sebagai tersangka dan berstatus terdakwa pada Oktober 2018, dan bahkan telah divonis pengadilan Tipikor 3 Januari 2019 terhadap PT Nusa Konstruksi Enginiring (PT NKE) yang sebelumnya PT Duta Graha Indah (PT DGI) dengan secara sah melakukan korporasi korupsi.

Pada status terdakwa, PT Nusa Konstruksi Enginiring (PT NEK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Pokja Satker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Barat, BPJN III Padang menetapkan pemenang PT NKE pada Paket 21A LUBUK ALUNG – KURAT TAJI dengan penawaran biaya Rp 83.624.709.357,00 yang dinyatakan selesai proses lelang itu 21 Desember 2018.

Paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji dengan HPS Rp 99.019.475.000,00 yang diumumkan diaplikasi Kementerian PUPR, dan sesuai (tahapan lelang saat ini) dimulai 11 Oktober 2018 hingga selesai 21 Desember 2018, dimana diikuti 144 peserta yang diantaranya enam (6) peserta memasukkan penawaran biaya, antara lain: PT Conbloc Infrateco Rp 78.950.000.000,00, PT Statika Mitra Sarana Rp 79.215.818.000,00, PT Lancarjaya Mandiri Abadi Rp 80.070.007.000,00, PT Istaka Karya Rp 81.176.132.000,00, PT Nusa Konstruksi Enjiniring Rp 83.624.712.900,00 dan PT Modern Widya Tehnical Rp 95.049.448.000,00.

Pemenang PT NKE merupakan urutan kelima, dan hal ini tergolong penawar tinggi hingga berpotensi kerugian keuangan Negara, dan diantara penawar terendah digugurkan dengan asalan berbagai macam, misalnya PT Lancarjaya Mandiri Abadi (PT LMA) yakni “metode pelaksanaan untuk pekerjaan pada divisi 8, 9, 10 tidak ada, dan dalam dokumen penawaran jadwal pelaksanaan mulai dari tanggal 03-12-2018 sampai 19 Mei 2019. Maka jadwal pelaksanaan dari tanggal 03-12-2018 s/d 19 Mei 2019 = 168 hari kalender.
Sedangkan dalam dokumen pengadaan jadwal waktu pelaksanaan yang dipersyaratkan adalah 150 hari kalender. Penawaran dinyatakan tidak responsif secara teknis dan substansial terhadap persyaratan teknis.

Begitu pula penawar terendah PT Statika Mitra Sarana (PT SMS) digugurkan dengan asalan Omzet tahunan rata – rata PT Statika Mitrasarana (PT SMS) lebih kecil dari persyaratan minimal dokumen pengadaan dan dinyatakan tidak memenuhi syarat dan penawar terendah PT Conbloc Infrateco dinyatakan gugur dengan asalan yakni ‘Penawaran untuk pekerjaan aspal tidak sesuai dengan Spesifikasi Teknis, dan dalam Dokumen Penawaran temperatur saat campuran aspal panas dimuat ke alat penghampar adalah 120′-150′ C, sedangkan dalam Spesifikasi Teknis temperatur yang dipersyaratkan 130′-150’C.

Namun, kedua perusahan penawar terendah, seperti PT SMS adalah tersangkut bermasalah yang ditangani KPK terkait kasus suap terhadap mantan Gubernur Bengkulu. Sedangkan, PT LMA diduga tidak dokumen administasi seperti layaknya sebagai kontraktor, atau hanya sebagai penyedia alat-alat kontraktor.

Sehingga diduga, perusahaan penawaran biaya terendah yang digugurkan tersebut, dimungkinkan hanya sebagai pendamping untuk memuluskan perusahan PT NKE. Pemenang PT NKE pada paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji yang berlokasi proyeknya Kabupaten Padang Pariaman – Sumaterat Barat, adalah berKSO dengan PT – PT Multikon Jagad Perkasa-KSO.

Pekerjaan tahun jamak (2018-2019) pada paket No. 21A Lubuk Alung – Kuraitaji dengan nilai Rp 83.624.709.000 (termasuk PPN 10%) itu adalah sesuai nomor kontrak 31/21A-WINRIP-AWPIII/CE/A/8043/12-18 Tanggal 21 Desember 2018, yang dikerjakan PT Nusa Konstruksi Enjiniring – PT. Multikon Jagad Perkasa, KSO, yang mana pada tahapan lelang yakni perusahan mitra PT Multikon Jagad Perkasa diduga sertifikat badan usaha (SBU) sesuai persyaratan yang diminta Pokja Satker PJN wilayah I Sumatera Barat : S1003- Jasa Pelaksana Konstruksi Jalan Raya (kecuali Jalan Layang), Jalan Rel Kereta Api dan Landas Pacu Bandara, telah habis masa berlakunya.

Berdasarkan di laman lpjknet yang diperoleh HR, SBU S1003 tidak tayang. Artinya, masa berlaku SBU dengan kode S1003 tersebut telah habis, yang kemudian oleh PT Multikon sedang diurus dengan posisi cetak SBU S1003 berlaku sejak tanggal 29 Januari 2019 dengan kualifikasi menengah (M2) dengan kemampuan dasar/KD senilai Rp 51.676.000.000.
Surat Kabar Harapan Rakyat (HR) dan www.harapanrakyat.online.com telah mempertanyakan dengan surat konfirmasi No. : 002/HR/I/2019 tanggal 28 Januari 2019 yang disampaikan kepada kepala satker PJN Wilayah I Sumatera Barat-BPJN III Padang, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR.

Kasatker Menjawab
Kepala Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Barat Ferry Sutimar Jaya melalui surat jawabannya kepada HR bernomor : UM.01.011 Bb3-PJNW-SB/151 tanggal 6 Februari 2019 mengatakan, pada saat penetapan putusan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) terhadap kasus hukum PT Duta Graha Indah Tbk yang sekarang bernama PT Nusa Konstruksi Enjiniring, proses pelelangan paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji telah selesai dilaksanakan dan telah terkontrak.

“Pelelangan paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji dilaksanakan sesuai dengan Perepes No.54/2010 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah,” ujar Ferry via surat jawabanya kepada HR, dan ditambahkan, PT Multikon Jagad Perkasa memiliki subklasifikasi S1003 yang dilampirkan dalam dokumen penawaran.

Diminta Dibatalkan
Menanggapi pernyataan Kasakter PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Barat, Fery Sutimar Jaya, ketua umum Lembaga Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian menilai, bahwa proses tender paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji terkesan sesuai prosedur. Dan apa yang disampaikan oleh Kasatker PJN I Sumbar, itu sudah sesuai prosedur yang dialamatkan kepada Perpres No. 54/2010 dan Perubahannya, namun sayang yakni isi Perpres yang disampaikan Kasatker hanya slogan.

Padahal, sesuai pasal 19 (1) Penyedia Barang/Jasa sudah dijelaskan yakni dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa wajib memenuhi persyaratan antara lain : untuk memastikan suatu badan usaha tidak dalam keadaan pailit, atau kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan/Direksi untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana.

Artinya, kata Gintar, perusahan pemanang sedang menjalani sanksi pidana dengan status terdakwa, dan itu sejak Oktober 2018 di Pengadilan Tipikor” dan pada saat itu pula proses lelang,” ujar Gintar Hasugian kepada HR (12/02/19) di Jakarta. Gintar menambahkan, penetapan pemenang pada paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji dan bersamaan itu pula, PT NKE menjalani kasus korporasi dugaan korupsi, namun demikian pihak Pokja Satker PJN Wilayah I Sumatera Barat, kemungkinan besar tahu sebenarnya PT NKE bermasalah hukum yang sedang sidang di Pengadilan Tipikor.

Ditambahkan Gintar, bahwa pemenang PT NKE tercium aroma tidak sedap, dan bila diperhatikan dari sejumlah peserta memasukkan penawaran biaya, dimana terendah ada tiga dan itu adalah hanya sebagai pendamping untuk memuluskan rekanan tertentu?.
Kebijakan Pokja Satker PJN Wilayah I Sumatera Barat-BPJN III Padang menetapkan pemenang PT NEK, adalah melanggar ketentuan yang dibuatnya sendiri yang diatur dalam dokumen pengadaan tentang instruksi kepada peserta (IKP) tender.

“Kemudian tindakan Pokja Satker PJNW I Padang itu, jelas melanggar Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Karenanya, penetapan PT NKE sebagai pemenang tender diminta dibatalkan dan dilakukan evaluasi ulang karena sedang menjalani pidana. Bila hal ini tidak diindahkan, maka diduga ada kekuatan atau intervensi yang sangat berpengaruh dari atasannya Pokja Satker,” ujarnya kepada HR.

Bahkan Gintar menilai bahwa paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji dalam mengerjakan sangat dikwatirkan yang ahkhirnya juga jadi bermasalah?, karena sejak bermasalah PT NKE masuk ke KPK tertungkap juga banyak masalah proyek yang dikerjakan PT NKE dan bukan saja proyek dari Pemerintah juga dari proyek swasta, misalnya terungkap pekerjaan proyek di Surabaya yakni perparkir bawah tanah atau basement RS Siloam yang ambles di Raya Gubeng Surabaya, Jawa Timur beberapa bulan lalu.

Jadi, pihaknya meminta paket 21A Lubuk Alung-Kurat Taji yang dikerjakan PT NKE harus dibatalkan, dan kalau tidak bisa pun dibatakan, maka harus diawasi dan diperiksa dokumen pemenang termasuk pekerjaan fisiknya di lapangan oleh aparat terkait, termasuk dari KPK. Dan bukankah KPK sedang mengejar saat ini mengawasi dan mendata aset PT NKE?” ujarnya kepada HR.

Diketahui, PT NKE yang sebelumnya PT Duta Graha Indah (DGI) ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) sejak 22 Agustus 2017 dengan tuduhan korporasi dugaan korupsi pada sejumlah proyek di pemerintah senilai ratusan miliar. Gara-gara korupsi tersebut, negara dirugikan senilai Rp25,95 miliar.

PT NKE sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pekerjaan pembangunan rumah sakit pendidikan khusus penyakit infeksi dan pariwisata Universitas Udayana tahun anggaran 2009-2010.

Dan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut PT. NKE Tbk dengan pidana denda Rp1 miliar dan membayar uang pengganti Rp188,7 miliar. Korporasi ini disebut secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dalam dakwaan pertama,” kata JPU KPK Lie Putra Setiawan kepada pers di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikir) Jakarta pada 22 Nopember 2018.

Jika dalam jangka waktu satu bulan sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Terdakwa tidak membayar denda dimaksud, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang denda,” ujar Jaksa.

Selain itu, PT NKE diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp188.732.756.416 (Rp188,7 miliar) sebagai pidana tambahan dan juga berupa pencabutan hak untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama dua tahun.

PT NKE merupakan perusahaan pertama yang diseret menjadi terdakwa oleh KPK. Sebagai wakil korporasi, duduk di kursi terdakwa adalah Direktur Utama PT NKE Djoko Eko Suprastowo. Pada sidang dakwaan, (11/10/2018), PT NKE didakwa memperkaya korporasi sendiri senilai Rp240,098 miliar lewat delapan proyek yang diperoleh dari eks politikus Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
PT NKE didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Tim Jaksa Eksekusi KPK pada Unit Labuksi telah berhasil melakukan eksekusi terhadap uang pengganti sejumlah Rp 85.490.234.737 dari terpidana korporasi (PT NEK atau PT DGI) sesuai amar putusan dan denda Rp 700.000.000, ‘ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah kepada Pers (14/2) di Jakarta.

Ditambahkan Febri Diansyah, vonis terhadap PT NKE telah dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Diah Siti Basariah di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 3 Januari 2019, dan dalam putusan pengadilan, hak PT NKE untuk mengikuti lelang proyek di pemerintah dicabut selama enam bulan. tim

Tinggalkan Balasan