BANDUNG, HR – Tender “tahun jamak” yang bersumber dana Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) tahun 2016 oleh Kementerian PUPR yang dikelola Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum dipertanyakan.
Pasalnya, pada paket Package-A2 : River Improvement and Construction of River Structures of Cimande (Satker PJSA) dengan kode lelang bernomor 17886064 dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 99.129.489.000 yang dimenangkan oleh PT Waskita Jaya Purnama (PT WJP) dengan penawaran harga atau biaya senilai Rp 93.155.180.000 atau 93,97 persen itu dimana NPWP-nya diragukan?
Dalam penetapan pemenang yang diaplikasi LPSE Kementerian PUPR tercatat nomor pokok wajib pajak (NPWP) tercatat : 01.241.307.6-431.000, sementara data detail yang diperoleh dari Lembaga Pengembagan Jasa Konsruksi (LPJK-NET) tercatat : 01.241.307.6-404.000.
Sehingga, adanya perbedaan NPWP pemenang PT WJP baik yang tercacat di pengumuman pemenang LPSE Kementerian PUPR dengan yang tercatat di LPJK Nasional itu hingga diragukan dengan yang tidak jujur dalam adminstrasi dokumen pengadaan yang dilelang oleh BBWS Citarum.
Padahal, berdasarkan Peraturan LPJKN No. 10/2013 pasal 13 (3) yang berbunyi : bahwa dalam hal ditemukan perbedaan data, antara data yang tertuang pada SBU dengan data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net), maka dinyatakan benar adalah data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net).
Dengan demikian, maka Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP oleh PT WJP yang tayang di LPJK NET tercatat NPWP : 01.241.307.6-404.000, sedangkan dipenetapan pemenang tercatat : 01.241.307.6-431.000, maka sehingga diduga tidak sesuai Perpres No. 54/2010, pasal 19 ayat 1, bahwa persyaratan dari Penyedia Barang adalah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha (dibuktikan dengan berbagai surat ijin, termasuk wajib pajak atau NPWP adalah mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada kontrak, dan bila ada perbedaan NPWP, lalu pertanyaannya, “kemana mengikat kontraknya”?
Bahkan, penetapan pemenang PT WJP pada paket Package-A2 : River Improvement and Construction of River Structures of Cimande (Satker PJSA) yang dibiayai pinjaman hibah luar negeri itu, dalam proses lelangnya termasuk penawaran tinggi. Dari lima belas (15) peserta yang memasukkan harga, dimana pemenang PT WJP merupakan urutan ke-12, padahal masih ada sebelas peserta yang menawar terendah, dan bahkan bagi peserta yang memasukkan harga dengan dinyatakan gugur/kalah dengan alasan yang sama sehingga hal ini tidak mencerminkan evaluasi yang serius oleh Pokja BBWS Citarum, yakni “Tidak menominasikan nama sub-kon dalam daftar sub-kon, sesuai Bab. II IKP” dan “ Jaminan Penawaran tidak sesuai Dokumen Pelelangan BAB. II IKP, disyaratkan Jaminan Penawaran dari Bank Umum atau Konsorsium yang mempunyai program surety bond, peserta melampirkan Jaminan Penawaran dari Perusahaan Asuransi”.
Juga diduga, persyaratan personil dan peralatan yang diajukan perusahan pemenang tidak sesuai dalam dokumen pengadaan, bahkan overlapping dalam waktu bersamaan, karena PT WJP juga sebagai pemenang di lingkungan Kementerian PUPR, yakni paket Pembangunan Jaringan Irigasi DI. Leuwigoong Kiri (19C) Kabupaten Garut.
Padahal diketahui, bahwa personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan, apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda, apalagi dalam “waktu bersamaan” sehingga tidak sesuai didalam Perpres. 54/2010 dan perubahannya Perpres No70/2012 dan Perpres 4/2015, dan maupun Permen PUPR No.31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi?
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi dengan nomor : 56/HR/XI/2016 tanggal 14 Nopember 2016 yang disampaikan kepada Kepala BBWS Citarum, namun belum ada tanggapan hingga berita ini naik cetak.
Menanggapi hal itu, ketua umum LSM Lapan (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian menilai adanya NPWP pemenang tender memiliki double, hingga hal ini tidak dibenarkan.
Menurutnya, bahwa sesuai peraturan LPJK Nasional No. LPJKN No. 10/2013 pasal 13, jelas-jelas yang tertayang adalah yang benar di LPJKNET, namun hal ini, “kok ada dua NPWP”, dan mana yang benar?, “sehingga, bila ada berlainan NPWP-nya diduga indikasi administrasi dokumen pengadaan tidak cakap” kata Gintar kepada HR belum lama ini di Jakarta.
Dilanjutkan Gintar, adanya perbedaan NPWP dalam masih proses lelang dan yang tertayang di LPJKNET sangat disayangkan, dan harusnya ada satu NPWP untuk satu perusahaan. Tidak boleh ada dua NPWP, termasuk termasuk dalam perubahan didalam proses lelang atau sesudah kontrak. “NPWP adalah suatu ikatan hukum dalam proses pembayaran kontrak proyek, dan NPWP itu juga salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan rekening Koran, dan apalagi mengikuti tender-tender yang dilakukan oleh Pemerintah harus ada NPWP yang jelas.
“Sehingga, bahwa NPWP itu sangat penting, hingga tidak boleh berubah-ubah atau double , “kata Gintar, seraya menilai lagi, kalau data di e-proc atau Pusdata Kementerian PU beda dengan yang di LPJK, itu bukan karena error atau kesalahan di e-proc-LPSE Kementerian PU tapi melainkan kelalaian ULP Pokja BBWS. Bukankah lelang di Pemerintah itu adalah satu dalam bagian, artinya dokumen peserta yang lelang di Kementerian PUPR dengan di kementerian lainnya atau di Pemda adalah dokumen yang sama atau tidak berbeda yang diajukan oleh penyedia jasa atau kontraktor yang mengikuti lelang di Pemerintah.
Oleh karena itu, adanya double NPWP atau lain dipengumuman lelang , lain di data LPJK Nasional, maka kemungkinan besar dokumen lainnya termasuk domisili juga dipertanyakan, maka hal ini patut dicurigai dan bila perlu diperiksa, “ujarnya sembari menanbahkan, diduga PA/KPU termasuk PPK dan Pokja seakan-akan tutup mata dengan memuluskan langkah perusahaan pemenang tender, bahkan ULP Pokja tidak melakukan penilaian kualifikasi penyedia jasa melalui prakualifikasi pada pasal 6 (Perpres No. 54/2010 dan perubahannya Perpres 70/2012, Perpres 4/2015), dan juga diduga melanggar Perpres pasal Pasal 19 Ayat 1, bahwa persyaratan dari Penyedia Barang adalah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha (dibuktikan dengan berbagai surat ijin, termasuk sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Secara hukum, kata Gintar, bahwa NPWP adalah mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada kontrak dengan dibuktikan akta perusahaan, jadi jangan dimain-mainkan NPWP atau berubah-ubah, “ujarnya kepada HR. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});