JAKARTA, HR – Proyek di PT Telkom Indonesia (persero) tbk berupa Pengadaan Pekerjaan Penjualan Barang Scrap Telkom Treg-III dan Treg-V yang diketahui bernilai Rp34,9 miliar lebih diduga melanggar aturan.
AB, seseorang yang mewakili perusahaan PT PRM, pemenang tender disebut sebagai Wakil Direktur menandatangani kontrak hanya bermodalkan surat kuasa. Padahal, menurut Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, jabatan Wakil Direktur adalah bagian dari organ direksi perusahaan yang ditetapkan dalam akta pendirian atau akta perubahan perusahaan, bukan dari surat kuasa.
Menurut Wahyu Novian Condro Murwanto, selaku SM Accesss Network & Defa Category PT Telkom Indonesia (persero) tbk, dirinya sudah dibantu tim legal dan dinyatakan benar.
“Terkait hal ini, saya dibantu tim Legal kami. Menurut tim Legal sudah benar dan comply sesuai aturan,” jelas Wahyu, Kamis (2/1/25).
Dianggap melempar kesalahan ke tim legal, dirinya membantah karena tim legal lebih paham aturan.
“Kami konsultasi karena tim Legal yang lebih paham aturan hukum,” tandas Wahyu.
Begitu juga soal pekerjaan tidak sesuai dengan UU No.40 tahun 2007, Wahyu tetap menjelaskan jika dirinya mengikuti tim legal.
“Saya hanya mengikuti fatwa tim Legal kami,” lanjut Wahyu menjelaskan.
Diminta menjelaskan mengapa AB menjadi Wakil Direktur PT PRM hanya bermodalkan surat kuasa bisa menandatangani kontrak, Wahyu menjawab hal tersebut sudah sesuai aturan.
“Ya itu tadi sudah sesuai aturan di kami,” jelasnya.
Padahal, menurut Pasal 1320 KUHPerdata, salah satu syarat sahnya kontrak adalah adanya pihak yang memiliki kewenangan untuk menandatangani kontrak tersebut. Jika jabatan Wakil Direktur tidak sah atau tidak diatur dalam anggaran dasar perusahaan, maka penandatanganan kontrak tersebut tidak sah secara hukum.
Analisis Praktisi Hukum
Menurut Robiansyah, SH seorang praktisi hukum yang juga pemilik Media KPK menganalisis apa yang telah terjadi di atas.
Menurutnya, dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Tindak pidana korupsi dapat dikategorikan dalam beberapa hal, seperti: Kerugian keuangan negara (Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor): Jika tindakan tersebut menyebabkan kerugian terhadap keuangan negara, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Jika pejabat yang bertanggung jawab menyalahgunakan kewenangannya untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu, hal ini juga bisa termasuk korupsi,” terang Robiansyah.
Menurutnya, dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perwakilan perusahaan harus didasarkan pada kewenangan yang sah, seperti yang tercantum dalam Anggaran Dasar perusahaan.
“Jika AG bertindak hanya berdasarkan surat kuasa tanpa kewenangan yang sah dari PT PRM, hal ini memang melanggar ketentuan tersebut,” terangnya.
Kerugian Negara
PT Telkom adalah BUMN, sehingga setiap tindakan yang tidak sesuai prosedur dan menyebabkan kerugian dapat dianggap merugikan keuangan negara. Apakah penggunaan surat kuasa ini menyebabkan proses tender menjadi tidak sah atau merugikan keuangan PT Telkom? Jika iya, maka ada potensi korupsi.
Penyalahgunaan Kewenangan
Jika pejabat PT Telkom yaitu Wahyu Novian Condro Murwanto mengetahui bahwa surat kuasa tersebut tidak sesuai aturan tetapi tetap melanjutkan kontrak, hal ini dapat dianggap sebagai penyalahgunaan kewenangan. Jika ada indikasi bahwa keputusan ini bertujuan untuk menguntungkan pihak tertentu (PT PRM), maka unsur korupsi dapat terpenuhi.
Audit dan Investigasi
Robiansyah pun menyarankan untuk dilakukan audit. “Lakukan audit untuk memastikan apakah ada kerugian negara akibat proses tender ini.
Periksa legalitas dokumen kontrak dan kewenangan pihak-pihak yang terlibat,” jelasnya.
Menurutnya, kelalaian ini berpotensi masuk kategori korupsi jika ditemukan kerugian negara atau penyalahgunaan kewenangan. Namun, kepastian hukumnya harus melalui investigasi lebih lanjut oleh pihak berwenang. (*)