JAKARTA, HR — Proyek Peninggian Area Bongkar Muat Pasar Grosir Ikan Muara Angke, kembali menjadi sorotan publik. Proyek yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta Tahun 2025, dengan nilai kontrak sebesar Rp 8.389.591.000 dan masa pelaksanaan 90 hari kalender itu kini menuai kritik keras dari berbagai pihak.
Pekerjaan yang berada di bawah tanggung jawab Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta melalui Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan (UP3) ini digarap oleh penyedia jasa PT Nikita Sari Jaya. Namun di lapangan, sejumlah kejanggalan ditemukan, khususnya dalam aspek teknis pengerjaan struktur.
Salah satu kritik utama datang dari G. Hutajulu, seorang pemerhati konstruksi dan lingkungan pesisir. Ia menyoroti penggunaan besi wermes dalam proses pembesian yang dinilainya tidak sesuai standar.
Menurutnya, pemasangan besi terlihat asal-asalan dan tidak menyatu satu sama lain, padahal itu adalah elemen vital dalam konstruksi yang berhadapan langsung dengan lingkungan laut.
“Seharusnya besi itu saling mengikat dan menyatu agar struktur kuat. Tapi ini malah terpisah-pisah, tidak ada fungsinya kalau diletakkan sembarangan, apalagi hanya di tengah,” ungkap Hutajulu saat ditemui pada Senin, 21 Juli 2025.
Ia juga mengingatkan bahwa lokasi proyek yang berada di area pesisir dan bersentuhan langsung dengan air laut memerlukan perhatian ekstra terhadap kualitas material dan pengerjaan. Jika pekerjaan dilakukan dengan asal jadi, dikhawatirkan akan cepat rusak dan membahayakan keselamatan pengguna fasilitas tersebut.
G. Hutajulu mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan melakukan pemeriksaan terhadap proyek tersebut. Ia menilai bahwa dugaan penyimpangan terhadap spesifikasi teknis harus diusut demi menjaga akuntabilitas dan mencegah potensi kerugian negara.
“Ini proyek dibiayai uang rakyat. Harus ada tanggung jawab moral dan hukum dari pelaksana maupun pihak pengawas. Sangat layak jika APH turun langsung ke lapangan untuk memastikan pekerjaan sesuai dengan dokumen kontrak,” tegasnya.
Kritik ini menambah deretan keluhan masyarakat terhadap sejumlah proyek infrastruktur di Jakarta yang diduga dikerjakan tidak sesuai standar. Transparansi dan pengawasan yang ketat menjadi tuntutan utama agar kualitas pembangunan tidak dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak. •didit