Polri Usut Dugaan Korupsi Perum Perumnas

oleh -808 views
oleh
JAKARTA, HR – Negara tak boleh menyerah apalagi kalah dengan para pelaku koruptor. Kini saatnya Korps Bhayangkara itu bangkit dan menunjukkan eksistensinya dalam penegakkan hukum, khususnya pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan Wilmar Sitorus, SH, MH kepada Harapan Rakyat di Jakarta, Rabu (25/2), terkait dugaan korupsi di Perum Perumnas.
“Kasus pidana penggunaan surat palsunya sudah kami laporkan ke Polres Metro Jakarta Timur beberapa waktu lalu dan kini dalam proses penyelidikan,” ujarnya.
Dikatakan, dalam laporan yang disampaikannya kepada penyidik, sesungguhnya ada rangkaian perbuatan melanggar hukum atau unsur korupsinya bernilai puluhan miliar rupiah. “Ini tantangan bagi Polri dan saatnya usut kasus tanah Perum Perumnas, apakah bisa mengungkap kasus korupsinya,” tandas Wilmar Sitorus.
Unsur korupsi dalam kasus itu, dinilai Wilmar amat kental jika dikaitkan dengan penjualan, dan atau pembagian lahan di Pulogebang, Jakarta Timur kepada instansi pemerintah maupun swasta antara lain Bina Marga (PU), PLN, BPN, perusahaan properti Era Mas, Kodim, yayasan dan lain-lain. Sementara instansi yang menolak adalah Polres Jakarta Timur, Kejari Jakarta Timur serta PN Jakarta Timur.
“Di atas tanah yang dikuasai Perumnas yang diperoleh secara melanggar hukum, sudah berdiri instansi-instansi yang saya sebutkan menerima pembagian lahan tersebut,” ujar Wilmar.
Bagaimana bisa perumnas membagi-bagikan tanah tersebut? Pertanyaan ini dijawab oleh Pendiri LBH-PI itu dengan lantang. Menurutnya, awalnya, memang ada rencana PP membangun perumahan sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan Pulogebang, Jakarta Timur. Untuk itu PP mengajukan permohonan kepada Pemda DKI pada 2 Maret 1981.
Selanjutnya, 20 April 1981, Gubernur DKI memberikan izin pembebasan 100 hektar lahan di Pulogebang. Hingga 31 Januari 1983 berhasil dibebaskan 118 hektar tanah adat. Tapi pada tahun 1986, tanah seluas 87.304 meter persegi tersebut terkena proyek jalan Tol Cakung – Cikunir.
Untuk mengganti lahan yang digunakan jalan tol, katanya, diduga PP dan BPN mengakali dengan mencaplok tanah masyarakat yang luasnya sekitar 6.5 hektar dari 18 girik. Tanah tersebut diklaim masuk dalam HPL No.2.
“Nah, di atas tanah itu pada tahun 1986 hingga sekarang dijual atau dibagi-bagikan kepada instansi tadi,” bebernya.
Hebatnya lagi, di atas lahan yang diminta untuk perumahan rakyat kecil dan berpenghasilan rendah dibangun perumahan Era Mas, yang semua orang tahu penghuni di sana berpenghasilan tinggi. “Itu dugaan korupsinya yang harus diungkap Polri. Kalau Polri telat, bisa jadi KPK bergerak lebih cepat karena pada audit BPK pun sudah disebut-sebut indikasi korupsi di Perumnas,” tandas Wilmar.
Surat Palsu
Sementara, unsur pidana yang dilaporkan Maribun, klien Wilmar adalah terkait penggunaan surat palsu. Dalam kasus ini, sedikitnya lima mantan pejabat yang diduga terlibat penggunaan surat palsu dalam sidang gugatan Maribun terhadap Kepala BPN Pusat, BPN Jakarta Timur dan Perum Perumnas di PTUN Jakarta, sudah dilaporkan Polres Jakarta Timur pada 22 Desember 2014.
Menurut informasi, mantan pejabat yang dilaporkan tersebut, dua dari BPN dan tiga Perum Perumnas, menggunakan surat berupa sertipikat HPL No. 2 atas nama Perum Perumnas seluas 575.155 meter persegi di Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur.
Luas tanah yang sebenarnya berdasarkan SKPT tahun 1994 tanggal 6 September 1994 hanya 511.318 meter persegi, sehingga pelapor Maribun merasa dirugikan. Pelapor merasa yakin HPL No.2 atas nama Perum Perumnas tersebut terbit atas dasar surat-surat palsu.
“Kalau peristiwa pemalsuan suratnya sudah lama, sekitar tahun 1997-an, tapi HPL No. 2 tersebut digunakan dalam persidangan di PTUN pada Maret tahun lalu, Kami melaporkan penggunaan surat palsu tersebut,” ujar Wilmar Rizal Sitorus.
Pengajuan gugatan dilakukan Maribun karena BPN Jakarta Timur selalu menolak permohonan pendaftaran sertipikat dengan dalih harus ada rekomendasi pelepasan hak dari Perum Perumnas, karena tanah seluas 6,5 hektar milik Maribun terletak di dalam lokasi HPL No. 2 Pulogebang atas nama Perumnas.
Dalam putusan perkara No. 185/G/2013/PTUN-Jakarta, Hakim menyatakan eksepsi tergugat 1 (Kepala BPN), tergugat II (BPN Jakarta Timur) dan Tergugat II intervensi (Perumnas) tidak diterima alias ditolak.
Hakim juga menyatakan batal SK Menteri Agraria/Kepala BPN No. 175/HPL/BPN/tanggal 29 Desember 1985 tentang Pemberian Hak Pengelolaan atas nama Perumnas atas tanah di Jakarta Timur, sepanjang tanah milik penggugat eks girik No. C1.1783 seluas 1.200 m2.
Adapun pejabat yang dilaporkan tersebut adalah Ir Himawan Arief Sugoto (PP), Eddy Saroso Suhud (PP), Kasman Effendi (PP), Sunar (BPN) dan Tugiman (BPN) diduga secara bersama-sama melakukan penyimpangan baik prosedur pembebasan tanah maupun peraturan perundang-undangan.
Ketika Perum Perumnas membebaskan tanah milik masyarakat dan mengajukan permohonan hak dan pendaftaran, tidak sesuai pasal 19 PP No. 10 tahun 1961. “Buktinya tidak ada satupun surat pelepasan hak masyarakat yang ditandatangani pemilik tanah yang dilampirkan pada SK Menteri Agraria, dan ironisnya ditandatangani juga oleh Menteri Agraria/Kepala BPN,” tandas pendiri LBH-PI ini.
Selain itu, sejak Gubernur DKI mengeluarkan SK No.1629/1986 maka Kepala Kelurahan Pulogebang dan Camat Cakung selaku ujung tombak untuk melengkapi persyaratan pembebasan tidak diperkenankan melaksanakan fungsinya membuat surat pelepasan dengan obyek tanah yang sudah di-plot Gubernur DKI, kecuali dengan sengaja Lurah dan Camat tak mengindahkan SK tersebut.
Wilmar menyebut ada juga data-data lampiran permohonan hak pengelolaan atas nama PP yang diajukan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur kepada Kepala BPN melalui Kepala BPN Jakarta yang diajukan berdasarkan hasil rapat panitia A, akan tetapi data yang dilampirkan diubah dengan data fiktif.
Atas data fiktif itu Kepala BPN menerbitkan SK Pemberian Hak Pengelolaan kepada Perum Perumnas. “Nah, buktinya, permohonan PP yang diajukan BPN Jakarta Timur luas tanahnya 511.318 m2 tetapi SK menteri Agraria memberikan 575.155 m2. Ini sama seperti permohonan yang diajukan BPN DKI Jakarta,” ujar Wilmar lagi.
Sumber di Polres Jakarta Timur membenarkan ada LP No.1463/K/XII/2014/Res.jt yang melaporkan lima mantan pejabat. Satu di antara pejabat tersebut, Kasman Effendi sudah dalam proses penyelidikan (lidik). fer

Tinggalkan Balasan