Pledoi Achmad AR AMJ Dikatai Pintar dan Ada Aktor Dibelakangnya Oleh Hakim Menuai Kecaman Keras dari PERMAHI

oleh -748 views
oleh

SAMARINDA, HR – Suasana ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda mendadak tegang pada Rabu (6/11/2019).

Terjadi saling sahut antara Hakim Ketua R Yoes Hartyarso dan Ketua Bidang Advokasi dan lingkungan Hidup DPN Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Abdul Rahim.

Keduanya bersahutan saat Hakim Yoes tiba-tiba menunjukan dan mengungkit surat Permahi yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Samarinda usai Achmad Ar Amj membacakan Pledoinya tidak lama berselang, dalam persidangan perkara 742/Pid.B/2019/PN.Smr.

Rahim yang hadir dalam sidang itu langsung merespon ketika suratnya disinggung hakim Yoes setelah lebih dulu mengatakan ada aktor dibalik pintarnya achamd ar amj dalam pledoinya, Dia mengatakan surat yang dikirim ke PN Samarinda itu terkait keawajiban hakim yang diatur dalam UU Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman khususnya pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “hakim dan hakim konstitusi wajib mengali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

Menurut Rahim surat itu adalah representatif bagi para pencari keadilan karena itu bagian hak terdakwa yang tidak boleh di hilangkan dan Permahi menilai hakim tidak memeriksa sebagian alat bukti dalam kasus dugaan pemalsuan tanda tangan yang dituduhkan kepada Achmad AR AMJ. Diamana pelapornya adalah Cyahadi Guy yang disebut-sebut Terdakwa sebagai Mafia tanah.

Yoes mengatakan tak akan menanggapi dua surat yang dilayangkan kepadanya. Dia mempersilakan jika keberatan dengan hasil putusan maka sebaiknya menempuh jalur hukum.

Rahim membantah, sebelum keputusan, hakim justru wajib memeriksa alat bukti Terdakwa dan saksi yang dihadirkan JPU atas nama Lisia yang mengatakan Dakwaan palsu dan Rekayasa hingga kini belum juga dibebani pembuktian atas pernyataannya. “itu sebabnya Kami layangkan dua surat tersebut, tapi nggak ada jawaban,” kata Rahim.

“Saya tidak ingin berdebat. Silahkan menempuh jalur hukum jika keberatan atas fakta persidangan, jangan intervensi sidang,” jawab hakim Yoes.

Rahim kembali membantah dengan mengatakan bahwa dua surat tersebut bukan sebuah bentuk intervensi, Karena itu, rahim keberatan dengan ucapan Hakim Yoes yang cenderung membangun opini seolah-olah ada pihak yang mengintervensi kasus Achmad.

Bagi Rohim, ada kejanggalan dalam fakta persidangan sehingga berinisiatif menyurati hakim guna mendudukkan perkara secara apa adanya sesuai kewajiban yg ditetapkan Undang-Undang, Terdakwa, kata Rahim harus dalam keadaan merdeka apa pun yang dia ucapkan dan alat buktinya harus menjadi fakta persidangan untuk digali, diikuti dan dipahami nilai-nilai hukumnya, karena persidangan tempat menguji secara materil semua alat bukti.

Menurut Rahim, hakim tak etis menyebut ada aktor dibelakang layar terdakwa apalagi menyebut dirinya mengintervensi dengan surat itu, hanya karena pledoi terdakwa berani mengutarakan kebenaran bahwa dirinya korban kriminalisasi Mafia tanah.

Diketahui, dua kali Permahi menyurati PN Samarinda. Surat pertama dilayangkan pada 22 Oktober 2019. Rahim mengklaim sempat mengkonfirmasi ke ketua pengadilan pada 31 Oktober 2019 seraya memasukan Surat yang kedua di area PN Samarinda.

“Surat kami tersebut adalah dari lembaga resmi, wajib di balas secara bersurat alasan-alasan mengapa tidak memeriksa alat bukti Terdakwa dan saksi yg bisa membuat terbukanya tabir kebenaran adanya Mafia Tanah dan kami tunggu hingga sekarang tidak di balas. Ada apa dan kenapa,” kata Rahim bertanya.

Bahwa isi surat pertama, Permahi meminta hakim menggali fakta sidang. Ada banyak informasi yang disampaikan saksi Achmad dan JPU namun tak digali lebih dalam, dimana hak hak Terdakwa dalam membela diri kalau begini?, sedangkan Terdakwa memohon berulang-ulang kali minta alat buktinya diperiksa demi mengungkap kebenaran bahwa dirinya adalah korban Mafia Tanah.

“Ada keterangan saksi yang menyebut dakwaan JPU palsu. Hakim wajib menggali lebih jauh keterangan itu dengan membebankan pembuktian kepada saksi. Biar nggak ada kesan hakim justru menghalangi fakta persidangan,” terang Rahim.

Karena, menurut Rahim ruang sidang adalah tempat menguji materiil fakta-fakta demi mewujudkan keadilan.

Permahi juga melampirkan 10 alat bukti dalam surat pertamanya.

Tak ada balasan, Permahi kembali menyurati kedua. dan waktu itu kami langsung menghadap ke ketua PN dan memohon agar surat kami mendapatkan balasan, namun hingga detik ini tidak di balas, adapun Isinya menurut Rahim dalam surat pertama. Meminta agar hakim menggali keterangan saksi.

Rahim mencontohkan kesaksian Lisia yang dihadirkan JPU. Lisia justru menyebut dakwaan JPU palsu. “Hakim harus menggali ini,” tegasnya.

Hakim juga perlu menggali, mengikuti dan memahami alat bukti yang diserahkan terdakwa dan jaksa. Hakim harus membacakan kesaksian RT 31 dalam putusan PTUN nomor 19/G/2017/PTUN SMD.

Hakim juga diminta mencocokan fotocopy surat pernyataan RT dengan aslinya untuk diperiksa dalam fakta persidangan.

Hakim harus membacakan BAP saksi JPU yang bernama Lisia untuk diperiksa dan menjadikan fakta persidangan.

Hakim juga diminta memutar video kesaksian RT dimuka sidang. Hakim diminta menunjukkan dalam persidangan tanda paraf milik RT Djamaluddin dan tanda tangan nya untuk diperiksa.

Hakim juga diminta menunjukkan dimuka persidangan apa yang dijadikan pembanding dalam hasil lab yang dilakukan penyidik polres dengan nomor lab 7791/DTF/2018 tertanggal 10 September 2018, untuk diperiksa dalam fakta persidangan.

Hakim diminta memanggil kembali saksi JPU dan saksi terdakwa jika diperlukan klarifikasi yang komprehensif.

Sayangnya, kedua surat tersebut tak dibalas PN Samarinda.

Hakim Yoes justru mengatakan tak akan menanggapi dua surat tersebut dihadapan terdakwa dalam persidangan, ini sangat tidak elok dan melanggar kode etik hakim secara tdk langsung juga mengabaikan perintah UU pasal 5 ayat 1 UU no 48 thn 2009 tentang kekuasaan kehakiman.

“Jika keberatan dengan fakta dan putusan maka silahkan tempuh jalur hukum,” kata Yoes.

“Bahwa kami melihat justru hakim menunjukan sikap berat sebelah dan tidak mencerminkan wakil tuhan, masa surat untuk membuat terang kasus demi hak pencari keadilan di bilangin intervensi, namun ketika saya tanya balik intervensi di bagian mana hakim justru menghindar untuk menjawab dan langsung menutup sidang, saya sangatlah keberatan dengan pernyataan hakim yg tidak bertanggung jawab dan terkesan membagun opini jahat, kalau hakim tidak bisa membuktikan ucapannya, maka kuat diduga hakim ini adalah oknum hakim atau antek mafia tanah, sehingga saya akan laporkan prilaku oknum hakim ini ke Mabes Polri dengan pasal 311 KHUP,” tambah Rahim. Rudolfo

Tinggalkan Balasan