PH Hj Masunah: JPU Salah Mendakwa, Tuntutan Tidak Terbukti

oleh -556 views
oleh
JAKARTA, HR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marjudin, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara dalam perkara Pidana Nomor: 572/Pid.Sus/2016/PN.JKT.UT, yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, dihadapan Ketua Majelis Hakim Dahlan, SH, MH, diduga salah mendakwakan Pasal dakwaan.

Dalam dakwan yang bersifat tunggal Pasal 83 UU No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang berbunyi: “Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”, tidaklah berkenaan dengan terdakwa Hj. Masunah yang berprofesi sebagai Bidan dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), hingga menerima pensiun.

Faktanya hukum, pembukaan UURI No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan adalah, bahwa Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri di bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk menjalankan upaya kesehatan. Selanjutnya Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Demikian Penasehat Hukum Hj, Masunah Binti Sururi; Tony Budi Yanto, SH., Aidi Johan. SH. MH., Budi Suranto Bangun, SH. MH., Akf. Bambang Setiawan, SH., Fajar Agus Murdi, SH., A. Rofi’ullah, SH., Ahmad Ws Dilapanga, SH., A. Komarudin, SH., Roro Santi Darongke, SH., Bernhard F.J. Mande, SH., Angga Nugraha, SH., Rudi Harianto, SH., Raden Catur Wibowo, SH. Menyampaikan Pledoi (pembelaannya) yang dibacakan dihadapan persidangan, Selasa (13/9).
Terdakwa Hj. Masunah Binti Sururi sudah 39 tahun mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di sejumlah Puskesmas mulai dari Kepulauan Seribu dan Puskesmas di Kec. Cilincing, Jakarta Utara, pada bagian Persalinan atau Kebidanan.
Penempatan itu berdasarkan terdakwa sudah memiliki legalitas Ijazah Pendjenang Kesehatan Tingkat Atas Jurusan E (Kebidanan) yang diperoleh dari Negara dengan Ikatan Dinas selama 16 tahun dan 6 bulan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan Hj. Masunah di Kepulauan Seribu, dengan keterampilan Bidannya pada Masyarakat sekalipun tanpa dibayar, di Puskesmas Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Puskesmas Kecamatan Cilincing, Puskesmas Semper Barat 1, Puskesmas Kalibaru, Puskesmas Rorotan, dan terakhir kembali ke Puskesmas Semper Barat 1. Hingga Hj. Masunah pensiun tahun 2006.
Selama pengabdiannya, bermacam Sertifikat dan Piagam Penghargaan diperolehnya dari Pemerintah, baik dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara maupun dari Gubernur Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta atas jasa-jasanya.
Sehingga dakwaan Pasal 83 UURI No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan sama sekali tidak terbukti, oleh karena itu, Raden Catur Wibowo, SH sebagai Penasehat Hukum terdakwa yang juga adalah anak kandung terdakwa memohon kepada majelis hakim yang dipimpin Dahlan, SH, MH membebaskan kliennya dari segala tuntutan hukum.
Pada tanggal 17 Juli tahun 2013 Hj. Masunah merubah bentuk usahanya dengan menempatkan 8 (delapan) orang tenaga bidan yang telah berijazah D-3, memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), dan juga memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) dipimpin oleh seorang bidan yang memliki ijazah D-4, Hj. Effi Yetnawati, dan berlatar belakang sebagai dosen di Akademi Kebidanan dengan cara piket yang dibuat dalam bentuk Perjanjian Kerjasama dengan syarat Hj. Masunah tidak menjalankan praktik persalinan.
Bidan Hj. Effi Yetnawati. (Bidan Effi Yetnawati masih memilki STR) di wilayah Kel. Rorotan. Kel. Rorotan dan Kel. Kalibaru masih satu Kecamatan di dalam Kec. Cilincing, Jakarta Utara.
Ironisnya pada hari Selasa tanggal 8 bulan Maret tahun 2016 Penyidik Krimum Polda Metro Jaya beserta PPNS dari Yankes Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan tindakan Penggerebekan, Penggeledahan, Penyitaan terhadap tempat usaha Hj. Masunah serta Hj. Masunah di tahan di Krimum Polda Metro Jaya dengan alasan ada praktek Aborsi di Klinik milik Hj. Masunah.
Karena tidak ditemukan adanya Praktek Aborsi tapi sudah terlanjur ditahan Hj. Masunah dipersangkakan telah melanggar Pasal 83 Undang-Undang R.I. No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Terkait masalah perijinan diatur pula ketentuan peralihan pada Pasal 88 Undang-Undang R.I. No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, dan berdasarkan Pasal tersebut quod non (kalau toh itu benar) Hj. Masunah masih menjalankan praktik persalinan setelah undang-undang tersebut diundangkan, maka penerapan Pasal 83 Undang-Undang R.I. No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, baru dapat diberlakukan kepada Hj. Masunah, enam tahun setelah undang-undang itu di undang-undangkan pada tanggal 17 Oktober 2014 yakni baru berlaku pada tahun 2020.
Berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti lainnya dipersidangan terungkap fakta-fakta persidangan sebagai berikut :
Saksi dr. H. Ahmad Sigit MA, (Staff Yankes Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta), memberikan keterangan di bawah sumpah dalam persidangan : benar melaporkan Terdakwa HJ. MASUNAH di Polda Metro Jaya; secara lisan, dan tidak disertai surat tugas dan tidak mampu menjelaskan atas dasar kerugian apa dibuatnya laporan polisi;
Terdakwa menyatakan benar. Saksi Bidan Hj. Effi Yetnawati (Bidan yang bekerja di Klinik Milik Terdakwa), memberikan keterangan di bawah sumpah dalam persidangan : Bahwa benar saksi kenal dengan Terdakwa sejak saksi bersama-sama bertugas di Puskesmas Cilincing Jakarta Utara; Bahwa benar saksi bertugas di Puskesmas Cilincing sekitar Tahun 2000 dan setahu saksi sebelumnya Terdakwa bertugas di Puskesmas Semper Barat 1 sekitar Tahun 1990; Bahwa benar pada saat saksi bertugas bersama-sama dengan Terdakwa di Puskesmas Cilincing saksi bertugas di KIA dan Terdakwa bertugas di Ruang Bersalin.
Bahwa benar kalau hanya mengelola Balai Pengobatan Umum (BPU) saja tidak perlu pemiliknya memiliki izin praktek tapi yang berpraktek bidan harus memiliki izin dan izinnya harus satu nama saja; Bahwa benar izin yang sedang diurus oleh saksi adalah izin praktek bidan; Bahwa benar sebelumnya sudah ada izin operasional Balai Pengobatan Umum (BPU) dan penanggung jawabnya dr. Margono teman saksi di puskesmas tapi pas saksi masuk dr. Margono sudah tidak ada.
Terus yang terakhir juga sama statusnya sama seperti saksi yang rencananya sebagai penanggung jawab namanya dr. Hasanudin, itu belum juga keluar izinnya sama seperti izin yang sedang diurus oleh saksi; Bahwa benar di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa ada Dokter yang bertugas namanya Dr. Basuki Mulyono, Spog; Bahwa benar Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa ada kerjasama dengan Rumah Sakit Port Medical Center (PMC) untuk mengantar pasien rujukan; Bahwa benar setelah saksi masuk bekerja di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa, kemudian saksi membuat surat perjanjian kerjasama dengan Hj. Masunah dan saat itu saksi langsung melakukan pembinaan dengan membereskan segala administrasi termasuk menyampaikan pesan jika Terdakwa tidak boleh lagi menolong persalinan; Bahwa benar dalam hal menolong persalinan, Terdakwa lebih canggih daripada saksi sehingga jujur saksi lebih suka jadi asistennya; Bahwa benar sebelum terjadi penggerebekan sudah ada Dokter yang berpraktik di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa namanya Dr. Basuki Mulyono, SPOG., beliau adalah Dokter Spesialis Kandungan yang memeriksa pasien USG setiap hari minggu.
Saksi Suhartini, (salah satu pasien) memberikan keterangan di bawah sumpah dalam persidangan : Bahwa benar dari anak pertama hingga anak ketiga saksi melahirkan di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa; Bahwa benar setahu saksi ada beberapa bidan yang bekerja di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa antara lain Bidan Zahra, Bidan Wiwik, Bidan Zulaiha, dan Bidan Riska;
Bahwa benar pada saat saksi melahirkan yang menolong persalinan adalah bidan Wiwik dan Bidan Zulaiha; Bahwa benar kalau mau berobat saksi pergi ke puskesmas tapi kalau mau melahirkan baru ke Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa karena di Balai Pengobatan Umum (BPU) Terdakwa bisa ngutang dan sampai saat ini saksi memiliki hutang di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa;
Saksi Bidan Amalia Soraya (Bidan yang bekerja di klinik milik Terdakwa), memberikan keterangan di bawah sumpah dalam persidangan: Bahwa benar saksi bekerja pada Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa di daerah Cilincing; Bahwa benar nama Balai Pengobatan Umum (BPU) tersebut adalah Balai Pengobatan Umum (BPU) Bhakti; Bahwa benar saksi bekerja di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa sejak awal Tahun 2014; Bahwa benar saksi bekerja sejak bulan Januari 2014 hingga 8 Maret 2016; Bahwa benar saksi di gaji oleh Terdakwa sebesar Rp. 150.000,- / hari; Bahwa benar di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa ada 8 (delapan) orang bidan termasuk saksi antara lain : Bidan Hj. Effi Yetnawati, Bidan Wiwik Widarti, Bidan Asnayuni, Bidan Amalia Soraya, Bidan Evi Hermawati, Bidan Rizqa Fatiah, Bidan Siti Juleha, dan Bidan Zahara Zatirah.
Bahwa benar setahu saksi ada perawat di Balai Pengobatan Umum (BPU) tersebut namanya H. Suryat; Bahwa benar Ada 3 shift yang bertugas di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa, yakni shift pagi dari jam 8.00-14.00 WIB, shift sore dari jam 14.00- 21.00 WIB, shift malam dari jam 21.00-08.00 WIB; Bahwa benar saksi bekerja di rolling, jadi saksi bisa saja dapat tugas pagi, sore, dan malam; Bahwa benar selama saksi bekerja, saksi tidak pernah melihat Terdakwa menolong persalinan; Bahwa benar sejak mempekerjakan 8 (delapan) bidan, setahu saksi Terdakwa sudah tidak menolong melahirkan lagi; Bahwa benar setahu saksi yang bertanggung jawab di Balai Pengobatan Umum (BPU) bagian kebidanan milik Terdakwa adalah Bidan Hj. Effi Yetnawati; Bahwa benar saksi tidak mengetahui perjanjian yang dibuat antara Terdakwa dengan Bidan Hj. Effi Yetnawati. Sepengetahuan saksi dari teman-teman bidan lain bahwa izin praktek persalinan sedang diurus oleh Bidan Hj. Effi Yetnawati namun hingga sekarang izinnya tidak turun-turun;
Saksi Bidan Evi Ermawati (Bidan yang bekerja di klinik milik Terdakwa), memberikan keterangan di bawah sumpah dalam persidangan: Bahwa benar saksi bekerja di Balai Pengobatan Umum (BPU) Bhakti Medika pada Tahun 2014; Bahwa benar saksi memiliki ijazah kebidanan dan STR; Bahwa benar yang bekerja di Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa ada 8 orang Bidan yaitu saksi sendiri, Bidan Amalia soraya, Bidan Hj. Effi Yetnawati, Bidan Wiwik, Bidan Asnayuni, Bidan Zulaiha, Bidan Zahra, dan Bidan Riska; Bahwa benar Bidan-Bidan Tersebut hampir semuanya punya STR; Bahwa benar Balai Pengobatan Umum (BPU) tempat terdakwa bekerja pemiliknya adalah Terdakwa; Bahwa benar saksi digaji sebesar Rp. 150.000,- / hari; Bahwa benar penanggung jawab Balai Pengobatan Umum (BPU) milik Terdakwa adalah Bidan Hj. Effi Yetnawati;
Saksi Titik Umiyati, memberikan keterangan di bawah sumpah dalam persidangan : Bahwa benar saksi kenal dengan Hj Masunah, dengan sebutan IBU Haji, selaku Pemilik BPU SUNAH sudah lama. Bahwa Benar di BPU Sunah ada beberapa bidan yang menangani kehamilan dan persalinan.
Saksi drg. Maria Margaretha, M.Si Saksi ahli dalam bidang Sarana dan Prasarana Kesehatan Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Sarana Tradisional (herbal, dll) memberikan Pendapat di bawah sumpah dalam persidangan : Bahwa benar ahli memiliki keahlian dibidang sarana dan prasarana khususnya pelayanan Herbal; Bahwa ahli bertugas di Dinas Kesehatan Prop. DKI Jakarta yang bertugas melakukan pengawasan terhadap Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Sarana Tradisional (herbal, dll); Bahwa benar ahli ikut dan berada di lokasi penggerebekan bersama Tim Krimum Polda Metro Jaya pada hari Selasa tanggal 8 Maret 2016 bertempat di Balai Pengobatan Umum Sunah berkedudukan di Jl. Bhakti No.33, RT.005/RW.006, Kelurahan Cilincing Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara; Bahwa benar ahli bukan ahli tentang UU RI No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan; Bahwa ahli hanya menerangkan seputar tugas dan pokok dalam ruang jabatan yang diembannya saat ini saja sebagai pengawasan terhadap Klinik, Puskesmas, Rumah Sakit, Sarana Tradisional (herbal, dll) di Dinas Kesehatan Prop. DKI Jakarta;
Saksi Ahli Budi Irawan. SH. M.Hum, (Ahli dari Biro Hukum dan Organisasi Setjen Kementerian Kesehatan R.I) memberikan Pendapat di bawah sumpah dalam persidangan: Bahwa benar ahli adalah seorang ahli dibidang hukum kesehatan; Bahwa benar ahli saat ini bekerja sebagai Kepala Bagian Advokasi Hukum pada Biro Hukum & Organisasi Setjen Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Bahwa benar ahli mendapatkan ijin penugasan sebagai ahli berdasarkan Surat Tugas : TU.01.01/3/2421/2016 tertanggal 1 Agustus 2016 perihal : Penugasan sebagai Ahli dari Kepala Biro Hukum & Organisasi Setjen Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
Bahwa benar di dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2014 di dalam pasal 1 ayat 1 setiap orang atau individu yang bekerja dalam pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan itu bisa di pemerintahan atau pelayanan yang dilakukan oleh swasta atau individu yang mempunyai kompetensi dalam hal tersebut. Tidak harus PNS siapapun bisa asalkan memiliki kompetensi dan kewenangan;
Bahwa benar menurut UU No. 36 tahun 2014 agar dikatakan tenaga kesehatan, beliau harus membuktikannya dengan pendidikan yang terstruktural atau yang diakui oleh pemerintah dan nantinya dibuktikan adanya ijazah;
Bahwa benar mengenai tenaga kesehatan diatur sendiri dalam UU kesehatan No. 23 tahun 1992 lalu ada Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan sebelum lahirnya UU tenaga kesehatan; Bahwa ahli diperlihatkan dihadapan sidang, Ijazah Surat Idzajah Pendjenang Kesehatan Tingkat Atas (Idjazah E), atas nama Masunah, tanggal 14 Agustus 1971(bukti T-7); Bahwa ahli menjelaskan Ijazah Surat Idzajah Pendjenang Kesehatan Tingkat Atas (Idjazah E) benar ada dan pendidikan tersebut setara dengan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). thomson g


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan