JAKARTA, HR – Ketua Majelis Hakim Tumpanuli Marbun, SH, MH pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) kembali melanjutkan sidang perkara terdakwa Peter Sidharta, 14 juli 2020, kemarin.
Dihadapam Jaksa Penuntu Umum Asri SH dan penasehat hukum dari terdakwa Peter Sidharta, yaitu Yayat Surya Purnadi SH MH CPL serta hadirin yang saya muliakan, pada hari ini saya duduk di kursi persidangan ini dengan status sebagai terdakwa dengan dakwaan memasuki pekarangan tanpa izin dan pemalsuan surat.
Terdakwa menyampaikan, bahwa dari tahun 1951 orang tua saya sudah menempati tanah dan bangunan diatasnya di Jalan Bandengan Utara No.52/A-5, Kelurahan Penjaringan, Penjaringan, Jakarta Utara dari sebelum saya lahir dengan cara sewa, untuk dipergunakan usaha pergudangan Firma Pasifik Toy.
Pada tahun 1983 setelah saya dewasa, orang tua saya mengajukan permohonan pada Bonafisius Sibarani (Kabag Umum) kantor Ali Sugiarto untuk merubah izin usaha pergudangan menjadi izin usaha industri. Bonafisius Sibarani memberikan izin, Hal ini terbukti pada saat pemeriksaan saksi Bonafisius Sibarani, pada awalnya pada saat persidangan memberikan keterangan tidak mengakui memberikan izin dan mengatakan saya masuk pekarangan orang tanpa izin, namun akhirnya mengakui setelah ditunjukkan Barang bukti yang dia sendiri tanda tangani suratnya, yaitu surat izin untuk menjalankan usaha baru berupa usaha industri.
Setelah mendapatkan izin, orang tua saya membuat izin baru yaitu CV. Permata Sari Agung berdasarkan kan akta pendirian no. 68 notaris R.Muh.Hendarmawan SH,tahun 1983 tertanggal 21 September 1983, dimana dalam akta pendirian tersebut sebagai pengurusnya orang tua saya Sie Tjok Khoo dan saya sendiri Peter Sidharta untuk melanjutkan usaha orang tua saya.
Mengenai dakwaan pemalsuan surat yang ditunjukkan kepada saya, pada saat saya dilaporkan di Polda Metro Jaya, objek yang dilaporkan adalah pemalsuan PBB tahun 2015 dan 2016, namun semua itu tidak terbukti.
Penyidik mencari-cari terus cela kesalahan saya, di mana katanya telah ditemukan surat keterangan tidak sengketa yang saya buat adalah tidak benar, dan mengatakan saya telah memasukkan keterangan palsu, padahal pada saat tahun 2013 Ketika saya membuat surat tersebut tidak ada sengketa secara formil tentang sengketa kepemilikan tanah.
Dakwaan pasal 263 ayat 1 yang didakwakan kepada saya tidaklah tepat. Penyidik masih terus mencari cari kesalahan saya, katanya ada di temukan surat keterangan PMI dan surat rekomendasi permohonan hak atas tanah negara, yang mana surat tersebut nomor registrasinya tidak tercatat tetapi benar ditandatangani Lurah, Lalu setelah Lurah tersebut tidak lagi menjabat lurah dia mencabut surat tersebut, sehingga oleh penyidik surat ini dikatakan palsu.
Padahal saksi ahli pidana yang dihadirkan dalam persidangan ini, yaitu Prof. Dr. Zainal Arifin Hoesein SH, MH Ketika memberikan keterangan sesuai keahliannya dengan tegas mengatakan bahwa Surat Keterangan pm 1 tersebut adalah sah.
Pada saat pemeriksaan Teddy Hadi Subrata juga dengan tegas mengatakan bahwa dengan adanya temuan baru tersebut, dia tidak pernah membuat laporan polisi baru mengenai objek surat yang dipalsukan.
Tidak terlintas sedikitpun di pikiran saya untuk berbuat curang menguasai tanah milik orang lain. Sejak tahun 1995, pinantun Hutasoit selaku kuasa dari Lisa Sugiarto menyampaikan kepada saya bahwa tanah yang sudah orang tua saya Sie Tjok Khoo sewa dan saya yang meneruskan tidak akan disewakan lagi tapi akan dijual, saya sepakati bahwa saya akan membelinya, namun tidak berlanjut kembali di tahun 2005 pinantun Hutasoit menyampaikan akan menjual dengan kesepakatan harga Rp.1,3 milyar, namun tetap tidak terlaksana dikarenakan pihak ahli waris ahli Sugiarto dan kuasanya tidak akan menunjukkan dokumen kepemilikannya di kantor notaris berdasarkan surat dari notaris Singgih Susilo SH tertanggal 28 November 2006.
Saya kemudian mencari tahu tentang surat kepemilikan ahli waris ali Sugiarto,ternyata AJB No. 100 tahun 1954 isinya adalah pengikatan perjanjian jual beli (PPJB) dan ditandatangani oleh notaris bukan pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan Eigendom 5967 ternyata atas nama milik orang lain, bukan atas nama Ali Sugiarto, Hal ini terbukti dari pemeriksaan saksi dari Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta Endo Kurniadi, yang menegaskan bahwa tidak ada catatan jual beli eigendom tersebut dan status eigendom tersebut sudah menjadi tanah milik negara, dan saya juga mengecek tentang IMB No.1880 / RB tahun 1955 dan mendapat surat jawaban klarifikasi dari dinas tata kota bahwa IMB No.1880 / RB tahun 1955 tersebut bukan produk resmi Dinas Tata kota Provinsi DKI Jakarta, dan diduga palsu.
Saya yang sudah lama menyewa tanah tersebut dengan sekali Membeli tanah tersebut, dikarenakan ahli waris Ali Sugiarto tidak bisa menunjukkan kan bukti kepemilikan nya, maka saya mencari tahu status tanah tersebut, ternyata tanah tersebut adalah tanah negara.
Setelah saya mengetahui tanah tersebut adalah milik negara, saya mencoba untuk mengurus dan mendapatkan hak sertifikat sesuai undang-undang yang berlaku, dengan persyaratan2 yang harus dilengkapi, sampai akhirnya Terbitlah SHGB No.6308 / Penjaringan a/n Peter Sidharta yang beralamat di Jalan Bandengan Utara no. 52/A-5 kelurahan penjaringan,Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara.
Sementara itu, ketika perkara pidana ini sedang berproses di pengadilan negeri Jakarta Utara, Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta membatalkan SHGB No.6308 / Penjaringan a/n Peter Sidharta yang beralamat di Jalan Bandengan Utara No.52/A-5 Kelurahan Penjaringan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara, sungguh sangat Ironi, Saya yang masih berstatus terdakwa dan belum berstatus terpidana, artinya belum terbukti bersalah, Kanwil BPN Jakarta Utara membatalkan secara sepihak, sementara shgb No.6308/ Penjaringan a/n Peter Sidharta tersebut Sudah terbit lebih dari 5 tahun, yang seharusnya pembatalan SHGb tersebut melalui gugatan di PTUN oleh yang berkeberatan.
Kini saya dituntut penjara 2 tahun oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan pemalsuan surat pasal 263 ayat 1 berdasarkan laporan polisi yang dibuat oleh kuasa dari Ali Sugiarto, yang mana Di persidangan pun tidak dapat menunjukkan surat asli kepemilikannya.
Majelis hakim yang mulia, melalui surat pembelaan ini, memohon agar dapat mengabulkan permohonan ini membebaskan saya dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum atau apabila majelis hakim yang mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya. nen