BANDUNG, HR – Sebagai tindak lanjut pemberitaan HR dan harapanrakyatonline.com sebelumnya, terkait rekanan binaan menang tiga paket di BBPJN VI (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten), yang bersumber APBN 2018 dalam proses lelangnya agar diusut tuntas.
Selain terjadi afiliasi, Kemampuan Dasar (KD) tidak mencukupi dan juga kuat dugaan personil dan peralatan digunakan dalam waktu bersamaan pada ketiga paket. Bahkan rekanan ini sudah bercokol dilingkungan Ditjen Bina Marga yang setiap tahun anggaran selalu mendapat paket yakni PT Seneca Indonesia, yang kini berganti menjadi PT Lie Jasin Engineering.
Surat Kabar Harapan Rakyat (HR) dan harapanrakyatonline.com telah mempertanyakan ketiga paket tahun 2018 itu dengan mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi bernomor 024/HR/IV/2018 tanggal 23 April 2018 yang disampaikan kepada Kepala Balai PJN VI (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten) Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR RI, yang dipimpin Atyanto Busono. Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan baik mewakili Kabalai yakni Kasatker, PPK maupun Pokja.
Seperti yang sudah ditayang situs pengadaan Kementerian PUPR, penetapan pemenang ketiga paket yang dimaksud yakni Paket Preservasi Rehabitasi Bagbagan – Jampangkulan- Tegalbuleud, HPS Rp 59.946.731.000, dimenangkan PT Seneca Indonesia Rp 47.598.273.000 atau 79, 4 %, yang berinduk atau tupoksi di Satker PJN Wilayah II Jawa Barat.
Kemudian, paket Preservasi Rehabilitasi Cidaun-Pameungpeuk-Cipatujah dengan HPS Rp 45.877.333.000 yang dimenangkan PT Lie Jasin Engineering Rp 36.299.649.000 atau 79,1 %, berinduk di Satker PJN II Jawa Barat.
Dan paket Preservasi Rehabilitasi Bandung-Padalarang-Soreang, HPS Rp 21.325.449.700, dimenangkan PT Lie Jasin Engineering Rp 19.821.745.960,08 atau 92,9 %, berinduk atau tupoksi Satker SNVT PJN Metropolitan Bandung.
PT Seneca Indonesia (PT. SI) dan PT Lie Jasin Engineering (PT. LJE) saat diumumkan, tertulis domisili di Jalan Tamblong No 16 Bandung dan Jalan Tamblong No 14 Bandung, NPWP dan penandatanganan kontrak masing-masing paket per tanggal 5 April 2018.
Di kedua paket itu, Pokja ULP meminta setiap peserta memenuhi syarat SBU yakni: SI003, Kualifikasi Non Kecil, Jasa Pelaksanaan untuk Konstruksi Jalan Raya (Kecuali Jalan Layang), jalan, rel kereta api, dan landas pacu Bandar yang masih berlaku dan memiliki kemampuan dasar.
PT SI dan PT LJE kuat dugaan berafilasi atau masih ada hubungan atau keterkaitan keluarga. Hal ini dibuktikan dengan nomor telepon dan faximile kedua perusahaan itu adalah sama, yakni nomor 022-4204xxx. Kedua perusahaan itu diduga mengelabui Pokja dan public dengan menyertakan alamat/domisili yang berbeda. Namun keterkaitan kedua perusahaan itu terlihat pada kesamaan nomor telepon. Jelas keduanya berafiliasi.
Fakta hukum kedua perusahaan itu berafiliasi juga terlihat pada susunan pengurus badan usaha/direksi dan komisaris yang berdomisili di alamat yang sama, yakni di Jalan Sirnamanah, Bandung. Jelas keduanya berafiliasi.
Adanya dugaan persekongkolan antara Pokja, Satker dan kedua perusahaan itu, terlihat dari kesertaannya pada tiga paket yang dimenangkan PT SI dan LJE.
Pada paket Preservasi Rehabitasi Bagbagan – Jampangkulan- Tegalbuleud yang dimenangkan PT SI, posisi PT LJE termasuk sebagai peserta tender. Begitu sebaliknya, PT LJE sebagai pemenang di paket Preservasi Rehabilitasi Cidaun-Pameungpeuk-Cipatujah, posisi PT SI juga sebagai peserta.
Akibat PT SI dan LJE adalah badan usaha berafiliasi, seharusnya Pokja tidak memenangkan kedua perusahaan itu pada tiga paket yang dimenangkannya. PT SI dan LJE seharusnya dari awal digugurkan karena terbukti berafiliasi.
Dimenangkannya PT SI dan PT LJE pada ‘waktu bersamaan’, juga menimbulkan pertanyaan terkait isian kualifikasi dokumen pengadaan, yakni personil inti, terutama tenaga ahli dan sebagian besar peralatan milik PT SI juga digunakan oleh PT LJE pada kedua paket Preservasi Rehabilitasi Cidaun-Pameungpeuk-Cipatujah dan paket Preservasi Rehabilitasi Bandung-Padalarang-Soreang. Padahal, PT SI juga menggunakan peralatannya sendiri pada Paket Preservasi Rehabitasi Bagbagan – Jampangkulan- Tegalbuleud yang dikerjakannya.
Ada dugaan, persyaratan SKA personil inti maupun peralatan yang diajukan PT LJE tidak sesuai persyaratan dalam dokumen pengadaan. Sebab, personil dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk satu paket pekerjaan yang dilelangkan. Artinya, apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti/SKA untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda. Hal itu telah ditegaskan pada Perpres 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015, dan Permen PUPR No 31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.
Fakta hukum bahwa Pokja dan Satker bersekongkol, juga terlihat pada Kemampuan Dasar (KD) perusahaan. Seperti PT LJE, KD SBU S1003 ternyata tidak mencukupi. Hal ini jelas bertentangan dengan aturan yang diminta oleh ULP Pokja, yakni peserta harus memiliki SBU S1003 yang berlaku dan memiliki KD.
KD PT LJE hanya senilai Rp 13.111.916.000 (3Pnt) atau pengalaman sejenisnya senilai Rp 3.746.261.794 yang diambil pada tahun 2009 oleh pemberi tugas Departemen Pekerjaan Umum dengan kontrak 85/KU.03.08/UPCA.CSK/III/2009 pada Paket Pemeliharaan Berkala Jalan Cianjur – Puncak. Dengan KD kecil itu, Pokja seharusnya melihat bahwa PT LJE belum sanggup mengerjakan paket Preservasi Rehabilitasi Bandung-Padalarang-Soreang Rp 21.325.449.700 dan paket Preservasi Rehabilitasi Cidaun-Pameungpeuk-Cipatujah dengan HPS Rp 45.877.333.000.
Memang bukan rahasia umum lagi, bahwa BBPJN IV (kini wilayah VI) termasuk salah satu Satker dibawah naungan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR yang rawan KKN. Oknum Kasatker, Pokja, PPK dan kontraktor yang bercokol di BBPJN VI sangat nyaman berkolaborasi “mengatur” pemenang tender dan menikmati fee.
Dari berbagai rangkaian fakta hukum itu, jelas sangat terang benderang bahwa KPK harus segera memasang mata dan telinga di BBPJN VI, karena PT SI termasuk salah satu rekanan prioritas yang mendapat proyek di tempat itu. Sejak 2014, 2015, 2016 mendapat dua paket. Kemudian 2017 mendapat 4 paket. Inilah fakta adanya kongkalikong di BBPJN VI.
Pokja bahkan tidak melakukan evaluasi kewajaran harga secara ketat, baik syarat teknis maupun spesifikasi, dengan meloloskan perusahaan pemenang dengan penawaran dibawa 80% dari nilai HPS, antara lain penawaran harga/biaya oleh PT SI hanya 79,40 %, kemudian PT LJE hanya 79,1 %. Penawaran itu tidak sesuai Perpres 54/2010 dan Permen PUPR No.31/PRT/M/2015 pasal 6 C (2) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. tim