PANGKALPINANG, HR – Direktur Eksekutif WALHI Bangka Belitung, Akhmad Subhan Hafiz menyampaikannya terhadap kerusakan ekologis yang semakin meluas akibat aktivitas penambangan timah di Babel. Berdasarkan catatan 2023, lahan kritis yang dihasilkan tambang mencapai 167 ribu hektar. Selain itu, hilangnya tutupan lahan dan hutan akibat eksploitasi penambangan secara masif juga turut memperparah situasi.
“Audit terhadap perusahaan tambang sering kali diabaikan. Akibatnya, banyak korban jiwa dari aktivitas tambang, termasuk kecelakaan kerja dan konflik satwa. Saat ini, sekitar 26 kantong habitat buaya telah hancur karena tambang,” ujarnya, Jumat (10/1/2025).
Akhmad juga menyoroti persoalan lubang tambang yang tidak direklamasi. Hingga kini, tercatat 12.607 lubang tambang terbengkalai yang memicu berbagai dampak negatif seperti gangguan kesehatan, konflik sosial, hingga kematian anak-anak, la menekankan hal ini harus menjadi perhatian serius semua pihak.
Selain itu, Akhmad mendorong penegakan hukum terhadap kasus korupsi di sektor timah sebagai langkah awal untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang lebih adil dan berkelanjutan.”Penegakan hukum dan audit menyeluruh terhadap izin industri ekstraktif, khususnya korporasi tambang timah, sangat diperlukan. agar tidak ada lagi korban di masa depan,” tegasnya.
WALHI Babel menekankan pentingnya penataan ulang pengelolaan sumber daya alam yang lebih bijaksana dan berorientasi pada masa depan.”Bangka Belitung tidak hanya bertaruh pada perekonomian, tetapi juga masa depan ekosistem. Hilangnya ekosistem hayati dan konflik yang meluas akibat fragmentasi lahan harus segera dihentikan,” pungkas Akhmad.Permulihan lingkungan di Babel harus menjadi prioritas dengan pengawasan ketat dan penerapan hukum yang tegas untuk menyelamatkan ekosistem serta masyarakat di wilayah tersebut.
Terpisah, Dato Akhmad Elvian, Sejarawan dan Budayawan penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia, memberikan apresiasi terhadap upaya Kejaksaan Agung dalam penindakan hukum terhadap pelaku korupsi dalam tata kelola pertimahan di Bangka Belitung (Babel).
Menurutnya, masalah korupsi di sektor pertimahan telah menyebabkan kerugian besar bagi negara, menghambat kesejahteraan rakyat, dan merusak lingkungan.”Timah di Bangka Belitung adalah anugerah luar biasa dari Tuhan. Sejak abad ke-3 SM, timah sudah dieksploitasi untuk kepentingan Industri perunggu, dan eksplorasi besar-besaran dimulai pada abad ke-17 hingga kini. Apalagi Bangka Belitung menjadi sumber kekayaan bagi negara- negara besar seperti Inggris dan Belanda, yang membangun kota-kota mereka dengan hasil timah dari daerah ini,” ujar Dato Elvian.
Namun menurutnya, masyarakat Bangka Belitung sebenarnya lebih makmur karena hasil perkebunan, hutan, dan nelayan,bukan semata-mata karena timah. Dato Elvian menjelaskan bahwa timah sempat menjadi komoditas strategis milik negara, yang memberikan devisa bagi Indonesia. Tetapi, sejak reformasi, sektor pertimahan sedikit memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk menambang, meskipun ada batasan wilayah tertentu yang tidak boleh dieksploitasi, seperti kampung cadangan dan lahan konservasi udara.
“Beberapa wilayah ini harus dilindungi karena penambangan akan merusak lingkungan dan keanekaragaman hayati.Kejaksaan Agung telah menunjukkan komitmennya untuk menangani korupsi di sektor pertimahan, dan ini sangat penting bagi masa depan negara dan masyarakat Babel,” tambahnya.
Dato Elvian menekankan pentingnya mendukung upaya Kejaksaan Agung untuk memastikan tata kelola pertimahan yang lebih baik, di mana timah dapat memberikan kesejahteraan bagi negara, bukan hanya keuntungan bagi individu- Individu tertentu.
“Kekayaan yang seharusnya masuk ke negara telah hilang akibat korupsi. Ini merugikan anak cucu kita di masa depan,” tutupnya.
Masyarakat Babel diimbau untuk ikut mendukung penindakan hukum yang sedang dijalankan agar sektor pertimahan dapat dikelola dengan lebih baik, membawa manfaat bagi seluruh rakyat dan negara. agus priadi