Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Tidak Hanya Berlaku untuk Perempuan, Tapi Laki-laki juga

oleh -3 Dilihat

GARUT, HR –  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Republik Indonesia, bekerja sama dengan United Nation Population Fund (UNFPA) menggelar pertemuan koordinasi layanan pemangku kepentingan terkait pencegahan dan penanganan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) di Kabupaten Garut, Selasa (01/10/24). Acara yang berlangsung di Fave Hotel, Kecamatan Tarogong Kidul ini dibuka oleh Penjabat (Pj) Bupati Garut, Barnas Adjidin.

Barnas mengapresiasi langkah Kemen PPPA dan UNFPA yang dinilai mendukung penanganan KBG, serta memperkuat layanan komprehensif bagi perempuan penyintas kekerasan di Kabupaten Garut. Ia menekankan pentingnya penghargaan terhadap perempuan serta peran besar mereka dalam kehidupan keluarga.

Perempuan adalah sosok yang harus dihargai dan dicintai. Baik buruknya kehidupan seseorang ditentukan oleh peran ibunya. Namun, masih banyak perempuan yang dipandang rendah, dan mayoritas korban kekerasan adalah perempuan.

Ia juga menekankan bahwa edukasi mengenai kekerasan berbasis gender tidak hanya penting bagi perempuan, tetapi juga bagi laki-laki. Menurutnya, para laki-laki juga perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya menghormati dan menyayangi perempuan.

“Edukasi soal kekerasan ini harus diberikan juga kepada laki-laki, bukan hanya perempuan,” tambahnya.

Sementara itu, Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial dan Budaya Kemen PPPA RI Eko Novi Ariyanti menjelaskan, bahwa pendampingan kepada Kabupaten Garut sudah dilakukan sejak 2021.

Novi berharap isu pelibatan laki-laki dalam kesehatan reproduksi dan pencegahan kekerasan berbasis gender dapat diintegrasikan dalam perencanaan dan penganggaran daerah yang responsif gender.

“Nah kita ingin memasukkan kegiatan-kegiatan atau sub kegiatan yang ada di perangkat daerah menjadi bagian dari anggarannya responsif gender,” ungkapnya.

Tak hanya itu, imbuh Eko, di Kabupaten Garut juga telah dilaksanakan kegiatan terkait dengan dukungan penguatan tenaga layanan UPTD di Kabupaten Garut, yang membahas mulai dari panduan layanan hingga peningkatan kapasitas kepada perangkat-perangkat yang ada di layanan UPTD PPA. “Kita ingin melihat praktek baik yang dimiliki oleh Kabupaten Garut,” lanjutnya.

Novi berharap beberapa program yang sudah dilaksanakan di Kabupaten Garut, bisa diintegrasikan dalam dokumen perencanaan 5 tahunan, baik itu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Garut, Rencana Strategis (Renstra) perangkat daerah terkait yang ada di Kabupaten Garut, maupun masuk dalam dokumen perencanaan tahunan yang disebut dengan anggaran responsif gender.

“Kami juga mendorong bapak ibu sekalian untuk bisa menguatkan atau mengkondisikan terkait penguatan untuk Pokja-Pokja kan kita punya Pokja PUG (Pengarusutamaan Gender) di Kabupaten Garut,” katanya.

Risya Kori, Gender Program Specialist dari UNFPA, menambahkan bahwa Kabupaten Garut dipilih sebagai salah satu daerah percontohan karena tingginya angka kematian ibu serta komitmen pemerintah daerah dalam menangani isu kesehatan reproduksi dan kekerasan berbasis gender.

Risya Kori, menyebutkan, ada 11 daerah yang pihaknya dampingi bersama Kemen PPPA RI dalam program pencegahan dan penanganan perempuan serta anak penyintas kekerasan, mulai dari DKI Jakarta, Cirebon, Bogor, Tangerang, Sigi, Serang, Brebes, Garut, Jember, Lotim dan Kota Palu.

Alasan dipilihnya Kabupaten Garut sebagai salah satu lokasi piloting, kata Kori, karena ketika pihaknya datang ke Kabupaten Garut waktu pertama kali, angka kematian ibu di Garut cukup tinggi, sehingga UNFPA diminta oleh pemerintah pusat untuk melakukan pendampingan terhadap apa yang sudah dilakukan oleh Kabupaten Garut dalam Kesehatan Reproduksi ini.

“Kami mengcomplimentary, kami datang melengkapi, KPPA datang untuk melengkapi dari intervensi yang sudah ada, karena kami juga punya intervensi dengan Kemenkes itu untuk kekerasan berbasis gender di sektor kesehatan, jadi kalau kita bicara kematian ibu, bicara kesehatan ibu, itu sangat melekat dengan isu-isu kekerasan berbasis gender, jadi itulah kenapa kami memilih Kabupaten Garut,” papar Kori.

Selain itu, Kori menerangkan Kabupaten Garut juga dipilih karena mempunyai komitmen yang kuat dalam kesehatan reproduksi ini, sehingga bisa menjadi salah satu daerah piloting pendampingan UNFPA dan Kemen PPPA RI.

“Kabupaten Garut memiliki kolaborasi multipihak yang baik dalam menangani kasus kekerasan berbasis gender, yang dapat menjadi contoh bagi daerah lain,” ujar Kori.

Ia berharap pemerintah daerah terus melanjutkan program-program yang ada melalui pengalokasian dana APBD, agar pusat-pusat layanan seperti UPTD PPA dan Puskesmas dapat memberikan layanan yang komprehensif bagi perempuan dan anak penyintas kekerasan. •deni

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.