JAKARTA, HR – Proyek revitalisasi Situ Kelapa Dua yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane menghadirkan sejumlah temuan yang mencurigakan. Investigasi mengungkap dugaan besar mengenai penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan proyek ini, termasuk indikasi korupsi dan penyalahgunaan anggaran negara.
Oleh karena itu, transparansi dari pihak Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat dibutuhkan untuk memastikan agar uang negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik tidak diselewengkan.
Proyek revitalisasi ini didanai oleh anggaran negara tahun 2024, dengan nilai kontrak mencapai Rp 18.336.017.465,26 dan dikerjakan oleh PT Kartika Ekayasa. Namun, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Harapan Rakyat (HR), ditemukan sejumlah pelanggaran yang menunjukkan adanya penyimpangan dari tahap lelang hingga pelaksanaan konstruksi yang tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Salah satu temuan mencolok adalah ketidaktransparanan dalam pelaksanaan proyek. Di lokasi proyek, tidak ditemukan plang proyek yang seharusnya menjadi sarana untuk memberi informasi kepada publik. Hal ini jelas menunjukkan rendahnya tingkat keterbukaan dan akuntabilitas pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh uang negara. Selain itu, tidak adanya direksi keet, fasilitas wajib yang harus ada di area proyek, semakin memperburuk citra pengelolaan proyek ini.
Penyimpangan lainnya ditemukan pada kualitas pekerjaan yang jauh dari standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10 Tahun 2021. Material yang digunakan dalam proyek ini tidak sesuai spesifikasi, seperti penggunaan tulangan 4×10 dan 4×12 yang tidak memenuhi standar. Metode pemasangan sengkang dan geotekstil juga dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditentukan.
Selanjutnya, kondisi pasangan batu kali yang tidak rapi, penggalian tanah tanpa penggunaan kisdam, serta pemasangan sulingan yang kurang profesional semakin menambah daftar penyimpangan yang terungkap. Pengerjaan tersebut juga diduga tidak dilakukan dengan maksimal, yang merugikan kualitas proyek dan pada akhirnya berdampak buruk bagi masyarakat.
Investigasi HR juga menemukan bahwa pengawasan terhadap proyek ini sangat lemah. Mandor proyek yang bernama Parno mengaku bahwa pengawas yang seharusnya mengawasi pekerjaan seringkali tidak hadir di lokasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap proyek ini sangat tidak optimal, sehingga menambah kemungkinan adanya kongkalikong antara pihak pengawas dan kontraktor pelaksana proyek, PT Kartika Ekayasa.
Dari hasil investigasi di lapangan, proyek revitalisasi Situ Kelapa Dua ini bisa dikatakan lebih buruk dibandingkan proyek serupa di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menambah kecurigaan bahwa ada potensi penyimpangan yang lebih besar dalam pengelolaan anggaran negara.
Dengan temuan-temuan ini, Harapan Rakyat mendesak agar pihak terkait segera melakukan penyelidikan secara mendalam terhadap proyek ini, termasuk pihak Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Langkah ini sangat penting untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dan memastikan agar anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat tidak diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. HR sudah melakukan konfirmasi kepada pihak Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, namun hingga saat ini belum ada tanggapan. Oleh karena itu, laporan investigasi ini diterbitkan secara luas untuk mengungkapkan fakta yang ada dan mendorong transparansi dalam pengelolaan proyek-proyek yang dibiayai oleh uang rakyat.
Sebagai bagian dari investigasi, HR juga melampirkan bukti visual berupa foto yang menunjukkan ketidaksesuaian spesifikasi dalam proyek ini. Jika hal ini dibiarkan, maka dampaknya akan merugikan masyarakat, bahkan bisa memperburuk kondisi Situ Kelapa Dua yang seharusnya menjadi sumber daya air yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Lsm Rakara Tuntut Penegakan Hukum
Ketua Umum LSM Rakara (Rakyat Angkat Bicara), Hesron Sihombing, menyoroti maraknya terjadi tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan serta kurangnya tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Hal ini memberi ruang bagi penyelenggara negara dan penyedia barang/jasa untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dengan berbagai cara, mulai dari perencanaan hingga tahap pelaksanaan konstruksi.
Salah satu contoh yang diungkapkan oleh Hesron Sihombing terkait adanya dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan di bawah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWS Ciliwung Cisadane), yakni Paket Pekerjaan Revitalisasi Situ Kelapa Dua pada tahun anggaran 2024. Paket pekerjaan ini memiliki nilai kontrak sebesar Rp 18.336.017.465,26 dan dikerjakan oleh penyedia PT. Kartika Ekayasa.
Menurut pengamatan LSM Rakara, sejak awal, proyek ini sudah terlihat adanya ketidaksesuaian dalam proses pelaksanaan. PT. Kartika Ekayasa diduga tidak menjalankan kewajibannya, seperti sosialisasi, pelatihan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), dan pengadaan alat pelindung diri (APD).
Sejumlah komponen yang harus disediakan oleh penyedia, seperti helm pelindung, pelindung mata dan telinga, sarung tangan, sepatu keselamatan, hingga fasilitas K3 lainnya, tidak tampak di lokasi proyek. Bahkan, sejumlah alat keamanan seperti kotak P3K dan alat pemadam api ringan (APAR) juga tidak disediakan.
Selain itu, dalam pekerjaan optimalisasi tampungan Situ, ditemukan kejanggalan pada hasil galian tanah yang tidak sesuai dengan rencana anggaran belanja yang telah ditetapkan, dengan volume tanah yang digali tidak memenuhi ketentuan yang ada. Hal serupa juga ditemukan pada pekerjaan Dinding Penahan Tanggul, di mana pasangan batu kali yang digunakan tidak sesuai standar, serta pekerjaan beton yang menggunakan besi dengan ukuran yang lebih kecil dari yang seharusnya.
Hesron Sihombing juga menegaskan bahwa dalam proyek ini, pekerjaan pemasangan pipa suling tidak mengikuti spesifikasi yang ditetapkan dan terkesan dilakukan secara asal-asalan. Tidak hanya itu, pekerjaan lainnya, seperti pengadaan tanah merah untuk urugan, juga ditemukan tidak dikerjakan sesuai prosedur.
Dalam pernyataannya, Hesron Sihombing menegaskan, bahwa negara sudah dirugikan dengan kerugian yang sangat besar akibat dugaan penyimpangan ini. Ia pun berharap agar aparat penegak hukum dapat menindak tegas dan memberantas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme hingga ke akar-akarnya.
Hesron juga mengapresiasi komitmen Presiden Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka dalam mensejahterakan bangsa Indonesia, dan berjanji akan melaporkan temuan ini ke pihak berwenang. tim