DENPASAR, HR – Kasus pelecehan seksual pada anak kembali terjadi, setelah mencuat dengan kasus pencabulan murid PAUD oleh WN Jepang di Denpasar dan murid SD oleh Kakeknya sendiri di Gianyar, kasus yang menimpa anak-anak kembali terjadi di Kabupaten Badung. Korban kali ini diketahui merupakan anak usia sekolah dasar dan dilecehkan oleh guru olahraga dengan modus ekstrakulikuler tambahan. Pelecehan diketahui dilakukan di ruang kelas antara pukul 16.00-18.00 Wita dalam bentuk persetubuhan dan pemaksaan untuk melihat alat kelamin korban.
Hal ini dijelaskan oleh Kasatreskrim Polres Badung, Laorens R. Heselo dalam konferensi pers hari Rabu (22/01/2020). Didampingi oleh Kasubag Humas Polres Badung, Oka Bawa, Heselo menjabarkan kronologi kasus peecehan seksual oleh pelaku berinisial IGAKW yang hingga saat ini diketahui melibatkan dua orang siswi tersebut. IGAKW sendiri merupakan guru olahraga yang telah mengajar selama 15 tahun di SDN 4 Sembung, memiliki satu orang istri, dua orang anak, dan satu orang cucu.
“Awal pelaporan dikarenakan korban berinisial TF yang telah menduduko bangku kelas I SMP duduk murung di depan ruang kelas sambil memainkan cutter di pergelangan tangannya,” terang Heselo.
Diketahui karena tindakan tersebut, teman sekelas TF berusaha menghentikan kegiatan mencurigakan itu serta melapor kepada guru BK. Melalui konseling pada Senin (20/01/2020) tersebut, TF mengaku tertekan karena merasa tengah dicari-cari oleh guru olahraga-nya saat duduk di sekolah dasar. Ia juga menjelaskan bahwa telah 9 kali disetubuhi oleh yang bersangkutan selama duduk di bangku kelas VI SD. Guru BK langsung menghubungi orangtua TF untuk melakukan konfirmasi dan memberi saran untuk melakukan pelaporan.
“Pelaporan disampaikan pada Selasa (21/01/2020), pihak Polres Badung langsung melakukan visum di RSUD Mangusada terhadap TF. Berdasarkan hasil visum yang sesuai dengan pernyataan TF, pada hari yang sama kami memerintahkan anggota unit PPA Satreskrim Polres Badung dipimpin Kanit IV Reskrim Polres Badung melakukan penyelidikan terhadap keberadaan pelaku di SDN 4 Sembung.” Lanjut Heselo.
Melalui penyelidikan tersebut, diketahui pula terdapat satu orang siswi yang masih duduk di bangku kelas VI SDN 4 Sembung berinisial KDAP yang juga telah disetubuhi sebanyak 10 kali dan dilecehkan dengan dilihat kemaluannya sebanyak 1 kali. “Pelecahan terakhir pada KDAP dilakukan pada 11 Januari 2020. Sementara persetubuhan dilakukan dalam periode Juli 2018-Juli 2019.” Ungkap Heselo.
Pelaku dikenakan Pasal 81 Jo Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun, dan ditambah sepertiga dari vonis hukuman karena pelaku berprofesi sebagai tenaga pendidik.
“Kedua korban saat ini tengah mendapatkan penanganan oleh pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kab. Badung untuk dipulihkan baik fisik maupun psikisnya.” Tambah Kasubag Humas Polres Badung, Oka Bawa.
Menanggapi hal ini, Komisioner Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Bali, I Kadek Ariasa dalam pernyataan tertulisnya pada Kamis (23/01/2020) menekankan peran orang tua terhadap pencegahan dan penanganan kasus pelecehan pada anak.
“Anak merupakan individu yang masih membutuhkan perlindungan dari lingkungan sekitar, fungsi perlindungan ini tentu menjadi tanggung kawab orang tua, instansi pendidikan, lingkungan tempat tinggal yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai pengurus adat, serta instansi pemerintah secara luas,” terang Ariasa.
Ia menjabarkan bahwa pola komunikasi anak dan orang tua merupakan kunci dari keterbukaan anak terhadap apa yang ia alami dan terima dari lingkungan sekitar. Melalui komunikasi aktif dan efektif, anak tidak akan segan melaporkan setiap perbuatan tak patut yang ia terima dari lingkungan dengan keyakinan bahwa dirinya akan dilindungi.
Masyarakat utamanya orang tua harus paham butir inti dari UU Perlindungan Anak, bahwa fungsi pengasuhan, pendidikan, pemberian perhatian, serta komunikasi aktif harus diawali dari lingkungan terdekat dan didukung dengan lingkungan yang kondusif tempat anak beraktivitas. Pemerintah sebagai pengawas juga harus memahami dan menjalankan konsekuensi apa yang akan diberikan jika terjadi pelanggaran.
“Pelecehan seksual pada anak sering terlambat dideteksi maupun ditangani karena anak tidak berani menceritakannya pada orang tua. Oleh karena itu komunikasi aktif dan efektif melalui upaya mengajak anak bicara secara jujur sedari dini merupakan hal yang sangat penting untuk menghindari kasus-kasus pelecehan seksual seperti ini karena tidak jarang pelaku justru berasal dari lingkungan terdekat korban,” tutup Ariasa. gina