PELALAWAN, HR – Perkebunan kelapa sawit MS yang terletk di jalan Lintas Timur Km.41,2 Desa Ranto Baru, Kabupaten Pelalawan memperkerkejakan tenaga kerja sebanyak 28 orang, yang terdiri dari 1 orang asisten, 2 orang mandor, dan 2 orang krani 1 orang supir, 1orang kedek dengan status pekerja tetap dan upah bulan.
Sedangkan ada pekerja lainnya yang telah bekerja selama 22 tahun dan diatas 12 tahun dijadikan buruh harian lepas dengan segala jenis pekerjaan diborongkan.
Pekerja tersebut mengutarkan kepada HR bahwa pengupahan yang diberikan kepada mereka sangat minim. Seperti untuk pengupahan pekerjaan perawatan diberikan sebesar Rp740/btg kelapa sawit. Sementara untuk biaya membeli racun dan alat semprot pekerjalah yang mengadakannya.
Untuk pekerjaan pemanen kelapa sawit diberikan sebesar R.80/kg. Itupun dibayarkan sesuai dengan berat buah yang diterima oleh pabrik kelapa sawit, sementara haril sortiran buah yang ditolak PKS tidak dihitung dan dibayarkan,” ungkap mereka.
Para pekerja yang telah bekerja selama 22 tahun diatas 12 tahun tersebut juga tidak pernah diikut sertakan dalam program BPJS dengan program Jamian Sosial.
Padahal Pemerintah Republik Indonesia melindungi setiap tenaga kerja dengan Undang undang tenaga kerja No.13 tahun 2003.
Dimana isinya bahwa setiap pengusaha yang menggunakan tenaga keja yang lebih dari 10 orang lebih wajib mentaati dan mempekerjakan tenaga kerja haruslah sesuai dengan undang undang kenaga kerja serta Undang-undang nomor 24 tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dan undang undang nomor 24 tahun 2011 tentang badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial juga peraturan pemerintah nomor 14 tahun 1993 dan telah diperbahuruhi dengan peraturan pemerintah nomor 84 tahun 2013 yang berisikan setiap pengusaha yang mempekerjakan karyawan lebih dari 10 orang atau lebih dan mempekerjakan lebih dari 6 bulan, pengusaha wajib mengikut sertakan karyawan menjadi peserta BJS.
Para pekerja juga membeberkan kepada HR, bahwa mereka selaku pekerja telah diperlakukan yang tidak layak oleh management perkebunan MS. Mereka tidak diikutkan sertakan dalam BPJS tenaga kerja, hanya dibuatkan BPJS kesehatan, itupun mereka yang mendaftarkan sendiri. Juga tidak semua yang terdaftar. Pekerja juga diberikan gaji yang sangat minim (tidak sesuai dengan Upah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang berstandar perkebunan).
Mereka menerima Upah selama Satu bulan hanya 2 juta lebih untuk 2 orang tenaga kerja. Dan mereka diwajibkan masuk pada hari besar atau hari minggu dengan upah yang sama dengan hari biasa.
Sementara pekerja yang bekerja dibidang perawatan melakukan pekerjaannya dari hasil pekerja yang telah dikerjakan pihak management tidak memberikan kepada yang bersangkutan.
Pekerja juga mengatakan bahwa ada salah satu pekerja yang telah bekerja selama lebih kurang 18 tahun dan telah meninggal dunia pada tanggal 02 september 2018.
“Selama masa pengobatan managemen tidak memberikan bantuan untuk perobatan, bahkan sampai meninggal dunia. Managemen tidak mau memberikan bantuan untuk transportasi ambulance mengantarkan jenazah ke kampung halamanya,” jelas pekerja tersebut.
Managemen hanya memberikan dana sebesar Rp 3.500.000, itupun sudah termaksud sisa gaji selama 2 minggu sebelum almarhum meninggal dunia,” tambahnya.
Salah satu pekerja juga yang telah bekerja selama 22 Tahun yang saat ini telah berumur 64. Da juga yang telah bekerja selama 12 tahun yang saat ini telah berumur 68 tahun meminta untuk pension. Akan tetai pihak management perkebunan tidak memberikan, kecuali mereka mengundurkan diri sendiri agar management tidak memberikan apa yang menjadi kewajiban pengusaha untuk pekerja yang seharusnya sudah wajib pensiun sesuai dengan undang undang tenaga kerja nomor 13 Tahun 2003.
Ketika HR mengkonfirmasi kepada management pekebuan MS melalui Assiten Pak Siregar mengenai keluhan karyawan, eliau mengatakan akan kordinasi.
”Kita akan kordinasi kepada bos masalah uang jasa yang akan diberikan kepada salah satu karyawan yang telah meninggal dunia,” ucapnya.
Setelah selang beberapa hari HR menanyakan kelanjutannya, terkait pekerja yang telah meninggal dunia, pak siregar tersebut mengatakan bahwa bos hanya mampu memberikan sebesar Rp5.000.000 sebagai santun santunan kepada pekerja yang telah meninggal dunia.
“Bila mau terima silahkan, bila mau dilanjutkan dan jika mau melaporkan ke dinas tenaga kerja, silahkan aja,” ucapnya.
Keesok harinya setelah didapatkan jawaban seperti diatas, maka para kerja membuat surat pengaduan kepada Disnakertrans Propinsi Riau untuk diperhatikan nasib oleh pemerintah melalui Disnakertrans Propinsi Riau c/q bidang pengawasan. tim