Oknum Jaksa Diduga Sekongkol, Mafia Rokok Ilegal Rugikan Negara Rp 20,8 Miliar

JAKARTA, HR – Kasus kepemilikan ribuan botol minuman mengandung etil alkohol (MMEA) golongan C dengan kadar 53%, serta jutaan batang rokok ilegal asal Tiongkok yang menjerat terdakwa Susanto alias Charles, menuai polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, Susanto menjadi satu-satunya terdakwa dalam perkara yang diduga melibatkan banyak pihak.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tolhas Basana Hutagalung dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta diduga bersekongkol dengan Kepala Kantor Bea dan Cukai Jakarta, Rusman Hadi, dalam penanganan perkara ini. Keduanya ditengarai melakukan pemufakatan jahat untuk meloloskan pemilik utama barang ilegal yang menyebabkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.

Dalam dokumen penyidikan tertanggal 13 Desember 2024 yang ditandatangani oleh penyidik Kanwil DJBC Jakarta, Wahyu Adi Budi Santoso, tercantum tiga nama pemilik barang ilegal: Anastasia Jelima, Agustinus, dan Adrianus Hati. Anehnya, ketiganya tidak diproses secara hukum dan seolah-olah diberi keleluasaan untuk terus menjalankan bisnis ilegal mereka di berbagai daerah.

Surat pelimpahan perkara Nomor B-625/M.1.11/Ft.3/02/2025 tertanggal 12 Februari 2025 merinci barang-barang milik ketiganya. Agustinus tercatat memiliki satu unit mobil Nissan Evalia tahun 2012 B 1087 UZP, 12 koli rokok ilegal, dan 7 koli MMEA. Adrianus Hati memiliki 514 koli rokok ilegal dan 518 koli MMEA. Sementara Anastasia Jelima memiliki satu buku rekening BCA, 10 set kunci bangunan, 4 kamera CCTV, satu unit motor Yamaha Fino B 3275 WA, 256 koli rokok ilegal, dan 172 koli MMEA.

Di sisi lain, Susanto yang hanya merupakan karyawan bergaji bulanan dari Anastasia Jelima, harus menanggung seluruh konsekuensi hukum sendirian. Dalam persidangan, terungkap bahwa perannya sebatas sebagai pendistribusi mikol dan rokok ilegal ke berbagai kota besar di Indonesia.

Terdakwa Susanto dijatuhi hukuman penjara tiga tahun dan denda Rp 10,4 miliar, (dua kali nilai cukai yang tidak dibayarkan), subsider satu tahun kurungan.

Namun, sejumlah kejanggalan mencuat. Barang bukti berupa satu unit motor Yamaha Fino, satu unit Toyota Alphard atas nama Melina Yuliana, dan satu unit Nissan Evalia atas nama Danish, hanya bernilai ratusan juta rupiah, tidak sebanding dengan kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp 20 miliar. Tidak satu pun barang bukti tersebut atas nama Susanto.

Dugaan adanya rekayasa hukum muncul sejak awal persidangan pada 25 Februari 2025, yang mendadak digelar secara daring, diduga untuk menghindari sorotan media.

Kasus ini bermula dari penangkapan Susanto dan sejumlah saksi lainnya, yakni Anastasia Jelima, Agustinus, Adrianus Hati, Hendriani Ani, dan Theresia Tia, oleh petugas Bea Cukai DJBC Jakarta pada 12 November 2024 di Ruko Toho, Pantai Indah Kapuk, Penjaringan, Jakarta Utara.

Saat media HR berusaha mengonfirmasi kasus ini ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAMWas), Rudi Margono, ia hanya memberikan jawaban singkat, “Bersurat saja, Bang,” ucap Rudi Margono.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum LSM-LP2I (Lembaga Pemantau Pembangunan Indonesia), Eduward Sihombing, SH, MH, menyatakan, “Buruknya integritas oknum Jaksa Kejati, Tolhas Basana Hutagalung, yang diduga mendapat atensi dari Kepala Kejati DKI, Dr. Patris Yusrian Jaya, menjadi penyebab lolosnya mafia mikol dan rokok ilegal. Akibatnya, negara dirugikan hingga Rp 20,8 miliar,” ketus Eduward.

Eduward juga menyoroti adanya dugaan peran makelar kasus di lingkungan Kejati, dalam meloloskan perkara-perkara besar seperti ini. Ia mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin, untuk memerintahkan investigasi menyeluruh dan mempublikasikannya secara transparan ke media massa.

“Pemeriksaan Kepala Kejati DKI Jakarta harus menjadi pintu masuk untuk membuka siapa saja yang terlibat, agar ada efek jera bagi penyelenggara negara maupun aparat penegak hukum yang bermain dalam kasus ini,” tegas Eduward.

Senada dengan itu, Ketua Umum LSM Caraka Nusantara, Rudianto Simanjuntak, menekankan pentingnya pengusutan tuntas kasus ini agar tidak terulang kembali, “Harus ada efek jera bagi oknum jaksa yang terlibat,” tutup Rudianto. •lisbon sihombing 

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *