BALI, HR – Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya menyelenggarakan Seminar Nasional dengan thema “Tindakan Makar Terhadap NKRI : Kajian Perspektif Hukum” di Hotel Grand Inna, Kuta, Provinsi Bali, Sabtu, 29 Juli 2017.
Seminar ini menghadirkan narasumber Nikolas Johan Kilikily, SH Nikolas Johan Kilikily, SH selaku Pengacara dan Ketua Panitia, Direktur Program Pascasarjana Universitas Jayabaya, Letjen TNI (Purn) Prof. Dr. Syarifudin Tippe, M.Si yang juga Rektor Pertama Universitas Pertahanan (UNHAN), Mayor Jendral Komaruddin Sijuntak, S.IP, M.Si, selaku Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana, Irjenpol. Prof. Dr. Iza Fadri, SIK, SH, MH selaku Koordinator Staf Ahli Kapolri, Prof. Dr. Suhandi Cahaya, SH, MH, dan Pakar Hukum Pidana dan Dosen Pascasarjana diPerpetual Help University of Philippines. Juga hadir para mahasiswa Paska Sarjana Ilmu Hukum Jayabaya.
Diawal acara Nikolas Johan Kilikily menyampaikan bahwa seminar nasional ini berusaha mengurai masalah makar dari sisi hukum. Jadi sangat pas bila pembicara yang hadir adalah perwakilan TNI, Polri, Komnas Ham dan Akademisi. Nikolas Johan melanjutkan bahwa ikhtiar membahas makar ini diharapkan menjadi salah satu sumbangsih pemikiran Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya kepada bangsa dan negara.
“Makar sebagaimana diketahui oleh publik menjadi suatu kejahatan yang sangat mengkhawatirkan bagi kedaulatan suatu negara dan pemerintah. Maka, aturan Makar dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) agar Pemerintah memiliki kewenangan pencegahan dan penindakan. Menurut Dr. H. Hasan Hasbi, MH (Direkdur Badilag Mahkamah Agung RI dan Ketua Prodi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya) menyatakan “sangat penting bagi Jayabaya sebagai institusi memberikan sumbangsih pemikiran terhadap masalah makar dan merancang solusi kepada Pemerintah,” jelasnya.
Syarifudin Tippe mengatakan, mahasiswa patut diapresiasi karena mampu menghadirkan keterwakilan TNI, Polri dan Komnas Ham yang memiliki pengalaman terkait makar dan bagaimana cara penanganannya.
“Pengalaman sebagai prajurit dan Rektor Unhan bahwa Bela Negara bukanlah Wajib Militer. Karena Bela Negara adalah upaya mendidik warga negara dari pemikiran, jiwa dan raga untuk mencintai negara dan bangsa yang mampu menolak ide-ide makar. Bela Negara bukan hanya soal fisik, tetapi bangunan jiwa dan fikiran yang mampu membentuk pribadi paripurna yang cinta NKRI dan Pancasila serta menjalankan UUD 1945 dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika,” ungkapnya.
NKRI Harga Mati
Komaruddin Sijuntak menegaskan bahwa TNI siap sedia menghentikan setiap upaya makar/kudeta. Ini karena TNI memiliki sumpah setia yang tertanam di dalam hati, jiwa pemikiran dan tindakan kepada NKRI dan Pancasila. Hal ini lah alasan Militer tidak melakukan pengambil-alihan kekuasaan secara paksa pada masa reformasi.
Pangdam IX Udayana ini sempat bercerita bahwa apabila militer memulai kudeta saat reformasi, maka akan ada budaya kudeta yang tidak akan pernah habis “Begitu nasehat Wiranto yang saat itu menjadi Panglima TNI,”katanya.
Selain itu, tambah Komaruddin, kecintaan TNI kepada NKRI tidak bisa diperalat oleh siapa pun. TNI akan selalu menjaga Pemerintahan yang sah sesuai Konstitusi dan menolak setiap agenda makar/kudeta. “TNI siap angkat senjata bila ada kudeta yang berusaha mengganggu kemanan negara dan menggulingkan kekuasaan,”tandasnya.
Komaruddin Simanjuntak tak lupa mengucapkan terima kasih atas niat Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya melaksanakan Seminar Nasional terkait makar.
“Hasil seminar ini akan sangat bermamfahat bagi TNI, Polri, Komnas Ham dan masyarakat untuk memahami Tindakan Makar Terhadap NKRIsehingga kita bisa saling menguatkan dan mencegah makar,” ucapnya.
Sedangkan dari pihak Kepolisian Republik Indonesia mengutarakan bahwa Polri memiliki Standar Operasional Prosedural yang ketat dalam hal mencari informasi dan mencegah munculnya tindakan Makar.
“Periodesasi penanganan makar dimulai dari masa Kolonian dengan menggunakan KUHP. Lalu, masa Orde Lama dibahwah kepemimpinan Presiden Soekarno menggunakan KUHP dan Penetapan Presiden Nomor 11 tahun 1963 tentang Pemberantasan Giat Subversi dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan,” Iza Fadri.
Lalu, lanjutnya, pemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto menangani makar dengan mengubah PNPS Nomor 11 tahun 1966 menjadi UU Nomor 5 Tahun 1969 (UU Pemberantasan Kegiatan Subversiv). Saat Reformasi diterbitkan UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU PKS. Lalu pembentuk UU melakukan penguatan politik hukum untuk pencegahan makar dengan cara Amandemen UUD 1945 tentang hak dan kesejahteraan sebagaimana termuat di Pasal 27, 28, 29, 30, 31 dan 34 UUD 1945.
Iza Fadri menyimpulkan bahwa Politik Hukum adalah suatu kebijakan di bidang hukum yang ditempuh oleh Negara melalui lembaganya yang diarahkan pada bidang perencanaan hukum, pembentukan hukum, pembaharuan hukum dan pelaksanaan hukum serta penegakannya. Sehingga penanganan makar bukan hanya melihat kasusnya tetapi juga melihatnya dari sejarah kejadian dan penanganan agar bisa menyelesaikan makar secara konfrehensif.
Makar dari Pandangan HAM dan Pidana
Suhandi Cahaya mengatakan, bahwa Makar atau Kudeta ini harus disosialisasikan oleh pemerintah. Jangan sampai masyarakat awam menyamakan makar atau kudeta dengan demonstrasi mahasiswa atau sekelompok orang. Karena Makar diatur ketat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurutnya untuk memahami makar, dari catatan Suhandi Cahaya, makar yang paling banyak terjadi di Afrika Selatan selama 15 tahun terjadi sebanyak 120 kali kudeta militer. Sedangkan ditempat lain adalah Syria paska perang dunia mengalami lebih dari 12 kudeta.
“Sistem KUHP kita menganggap bahwa perbuatan makar terhadap negara dan terhadap bentuk pemerintahan merupakan bentuk tindak pidana yang berbahaya yang mengancam kelestarian negara dan bangsa. Dengan demikian kepentingan hukum yang harus diberikan perlindungan adalah keamanan negara yang meliputi : (1) Keamanan Kepala Negara; (2) Keamanan Wilayah Negara; dan (3) Keamanan Bentuk Pemerintahan Negara,” urainya. igo/anas
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});