Masa Berlaku SBU S1001 Habis, Wika Menang Tender di BBWS Citarum

oleh -33 Dilihat
oleh

BANDUNG, HR – Lagi, BUMN PT Wika yang mengikuti proses tender dan memenangkan paket Pembangunan Terowongan Nanjung : Kab Bandung dilingkungan BBWS Citarum dengan penawaran harga Rp 352.917.998.000 atau 98,2 persen dari nilai HPS Rp 359.247.332.000.

Penetapan pemenang PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau PT Wika itu diumumkan diaplikasi LPSE Kementerian PUPR yang diperoleh koran ini, dan penawaran 98,2 persen itu merupakan penawaran tinggi, sehingga diduga berpotensi merugikan keuangan negara. Selain itu juga, dalam mengevaluasi tidak transparan, karena semua peserta yang mengikuti dari kalangan BUMN digugurkan dengan asalan yang tidak jelas.

Misalnya, ada alasan gugur dengan personil tidak memenuhi, personil logistik disyaratkan S1 Teknik Sipil melampirkan D3 T. Sipil, Pengalaman Personil pelaksana terowongan. Kemudian, ada Peralatan tidak memenuhi disyaratkan ventilation fan tunnel, menyampaikan hexos fan, pengalaman Kepala Pelaksana disyaratkan memiliki pengalaman terowongan min 5 tahun, Kepala Pelaksana yang dilampirkan tidak mempunyai pengalaman terowongan dan lainnya, padahal perusahaan BUMN-BUMN yang gugur ini malah sebagai pemenang di BBWS lainnya yang masih dibawah naungan Ditjen SDA.

Surat Kabar Harapan Rakyat dan harapanrakyatonline.com telah mempertanyakan dengan mengajukan konfirmasi dan klarifikasi yang disampaikan kepada Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR RI dengan surat bernomor: 90/HR/XI/2017. Namun hingga kini surat konfirmasi tersebut tidak berbalas, sehingga berita ini naik cetak.

Seperti isi pertanyaan Surat Kabar Harapan Rakyat, salah satu yang ditanyakan sesuai syarat kualifikasi SBU/SIUJK yang diminta ULP Pokja BBWS Citarum adalah Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Saluran Air, Pelabuhan, Dam dan Prasarana Sumber Daya Air Lainnya (SI001), dan juga sesuai jadwal lelang (Tahap Lelang Saat Ini) yakni dimulai dari Pengumuman Prakualifikasi tanggal 09 – 17 Juni 2017/Evaluasi Dokumen Kualifikasi tanggal 20 Juni – 18 Agustus 2017/Pembuktian Kualifikasi Tanggal 03 Juli – 18 Agustus 2017/Penandatanganan Kontrak : 16-17 Nopember 2017/Lelang Sudah Selesai.

Namun, berdasarkan yang tayang/detail di situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET) yang diperoleh HR, bahwa Sertifikat Badan Usaha (SBU) untuk : – S1001 oleh pemenang PT Wijaya Karya (Persero) Tbk telah habis masa berlakunya tertanggal 17 Juli 2017 sebelum AKHIR TAHAP “Pembuktian Kualifikasi” tanggal 18 Agustus 2017 pada paket Pembangunan Terowongan Nanjung : Kab Bandung.

Dengan demikian, ditetapkannya sebagai pemenang PT Wika, maka seharusnya gugur/batal mengingat SBU tidak berlaku sesuai dokumen pengadaan yang diminta oleh ULP Pokja yang masih berlaku dan bukan surat keterangan, dan apabila dipaksakan sebagai pemenang maka ada unsur kesengajaan dengan memuluskan perusahaan tertentu.

Dominasi PT Wika
Ketua Umum LSM Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian, menilai bahwa penetapan pemenang lelang di seluruh Balai Besar/Balai Wilayah Sungai di Indonesia untuk pekerjaan Tahun Jamak yang dimulai tahun 2017 itu didominasi oleh salah satu perusahan BUMN yakni PT Wika (Persero).

Dan bila dilihat penetapan pemenang PT Wika itu, sesuai yang tayang pada aplikasi LPSE, dan pertanyaan HR yang disampaikan kepada Kepala Balai di seluruh Indonesia, adalah adanya syarat kualifikasi SBU untuk subbidang S1001. Dan SBU S1001 ini yang selalu digunakan bila mengikuti lelang dilingkungan Ditjen SDA.

SBU-S1001 itu pada saat Tahapan : evaluasi dokumen kualifikasi, pembuktian kualifikasi dan maupun penetapan/pengumuman hasil kualifikasi telah habis masa berlakunya, namun malah dimenangkan. Hal ini, sangat disayangkan dan patut dicurigai proses lelang yang dimenangkan BUMN tertentu.

“Dan apakah ada pengaruhnya dengan jabatan rangkap yang diduduki oleh Dirjen Sumber Daya Air, Imam Santoso sebagai Komisaris Utama di PT Wika?” ujar Gintar kepada HR.

Ditambahkan Gintar, dan berdasarkan UU No 25 tahun 2009, pasal 17 tentang Pelayanan Publik melarang rangkap jabatan sebagai Komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, yang mana pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

Hal ini, jelas Gintar, sangat berpengaruh bahwa jabatan ganda Komisaris rawan konflik kepentingan.

“Pejabat publik tersebut bisa kongkalikong dan bahkan juga main mata dengan Direksi,” ujarnya kepada HR, (25/1), di Jakarta.
Bahkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pernah menegaskan, bahwa pihaknya mengaku menjadi salah satu orang yang tak setuju dengan rangkap jabatan pejabat pemerintah. Pasalnya, konflik kepentingan saat mereka menjalankan tugas sangat besar.

Seharusnya rangkap jabatan itu, menurut Agus dihapuskan dan mulai dipilih orang-orang yang memiliki kemampuan serta waktu luang, sehingga bisa kerja fokus menjalankan tugasnya sebagai Komisaris BUMN.

“Harusnya tidak boleh rangkap jabatan. Dipilih orang yang full time, ahli dan menguasai masalah,” ujar Ketua KPK. Namun sayangnya, pemerintah belum konsisten terkait regulasi tersebut. tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.