JAKARTA, HR – Ahli Hukum Pidana Prof. Dr. Mudzakir mengatakan bahwa foto kopy surat tidak memiliki nilai untuk pembuktian pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, Pasal 266 KUHP dan Pasal 244 KUHP.
Bahkan, dia menegaskan kendatipun foto copy surat itu telah dilegalisir tetap tidak memiliki nilai bukti jikalau surat aslinya (surat palsu-red) tidak ada (Hanya foto copy). Jika ada suatu surat yang diduga surat palsu atau yang dipalsukan maka haruslah ada surat asli yang palsu.
Artinya, bukan foto copy. Karena foto copy itu bukan surat palsu melainkan foto copy (penggandaan) dari aslinya. Jadi, jika tidak dapat menunjukkan asli dari foto copy itu maka foto copy itu tidak memiliki nilai sebagai bukti, apalagi untuk pembuktian dalam perkara pidana, itu samasekali tidak bernilai.
Hal itu dilontarkan Prof. Dr. Mudzakir, SH, MH secara virtual dari kampusnya Univ II Jogyakarta ketika dimintai keahlianya sebagai pakar hukum pidana ketika Penasehat Hukum (PH) terdakwa M Kalibi, Misrad, SH dan Iwan, SH meminta keahliannya dihadapan Ketua Majelis Hakim Tumpanuli Marbun, SH, MH dengan Anggota Majelis Tiares Sirait, SH, MH dan Rudi Fahkrudin Abbas, SH, MH di Kepengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Jln. Gajah Mada, No.17, Jakarta Pusat, Senin (24/5/2021).
“Nah, dengan adanya aslinya surat foto copyan yang diduga surat palsu itu maka aslinya itulah yang dibandingkan dengan surat asli (surat sah-red). Jadi harus ada surat aslinya yang dipalsu untuk dijadikan sebagai pembanding kepada surat asli (surat sah-red). Sehingga dengan adanya surat PALSU dengan surat SAH maka dapat dilihat dimananya yang dipalsukan. Apakah isi suratnya yang dipalsukan, dan atau tandatangan yang dipalsukan? Itu dapat dilihat dan dibandingkan dengan adanya dua surat itu (Surat palsu dan surat sah-red). Jikalau tandatangan yang dipalsukan maka tandatangan itu dapat diuji di laboratorium forensik,” ungkap Prof Dr. Mudzakir menjelaskan terkait foto copy surat yang dijadikan barang bukti.
Advokat Misrad mempertegas pendapat ahli akibat hukum dari surat foto copy yang dijadikan bukti dipersidngan mengatakan: “Akibat hukum dari foto copy dijadikan bukti dipersidangan, adalah dakwaan Jaksa, gugur,” tegas Sang Profesor.
Lebih jauh, advokat Misrad meminta pendapat ahli terkait pelaksanaan atau makna Pasal 263 kepada pelapor dan akibatnya. Karena pada pasal 263 menyebutkan mengakibatkan kerugian. Kerugaian itu kepada siapa? Tanya Misrad.

“Jika suatu perbuatan dalam Pasal 263 KUHP mengakibatkan kerugian harus dilihat dulu legal standing seorang pelapor dalam laporan. Apakah pelapor memiliki legal standing terhadap laporan pemalsuan tersebut. Seperti contoh: si A, memalsukan KK si B. lalu si A menggunakan KK si B yang dipalsukan itu untuk suatu keperluan kepentingan si A. tentu yang dirugikan dalam hal ini adalah si B. apakah si B merasa dirugikan si A atas pemalsuan dan mempergunakan KK palsu itu? Maka si B lah yang memiliki legal standing untuk membuat laporan itu. Itulah terkait dengan legal standing dalam pasal 263 KUHP,” jelas Prof Dr. Muzakir.
Artinya tambah Prof, orang lain, selain si B tidak memiliki legal standing untuk melaporkan peristiwa sebagaimana yang di ilustrasikan pada peristiwa pada Pasal 263 KUHP, tersebut diatas.
Untuk diketahui, sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Yerich Sinaga SH, menjerat terdakwa M. Kalibi dengan Pasal 263 KUHP, Jo. Pasal 266 KUHP dengan materi dakwaan memalsukan Kartu Keluarga (KK) M. Kalibi dengan istri Soraviah saat mengajukan permohonan penerbitan sertifikat Hak Pakai (SHP) di Kantor BPN Jakarta Utara.
JPU Yerich Sinaga menyebutkan terdakwa M. Kalibi memalsukan KKnya dan menggunakan foto copy KKnya atas nama M. Kalibi (suami) Soraviah (istri) sebagai bukti yang disebutkan KK palsu di persidangan. Sementara menurut M. Kalibi bahwa dia memiliki KK atas nama M. Kalibi (suami) dan Siti Muthmainah (istri). nen