JAKARTA, HR – Polemik yang terjadi di RW 09 Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, terus berkembang.
Sebelumnya, sejumlah ketua RT mengadukan Burhan, Ketua RW 09 Rawa Buaya, yang diduga sering bersikap arogan dan tidak mau mendengarkan aspirasi warga maupun pengurus RT. Kini, Kelurahan Rawa Buaya memfasilitasi pertemuan antara Burhan dan para RT yang disaksikan oleh perwakilan kecamatan di ruang Kelurahan Rawa Buaya pada Selasa (11/3/2025).
Burhan telah memecat dua orang sekuriti tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan pengurus RT. Keputusan tersebut dianggap sebagai bentuk ketidakmampuan Burhan dalam mendengarkan aspirasi warga dan pengurus RT.
Junaidi, Lurah Rawa Buaya, mengungkapkan bahwa pertemuan yang ia inisiasi tersebut bertujuan untuk mempertemukan para RT dan memungkinkan mereka melakukan konfrontasi langsung dengan Burhan selaku Ketua RW 09 Rawa Buaya.
Awalnya, lima dari sepuluh RT di RW 09 menandatangani surat mosi tidak percaya terhadap Burhan, meskipun satu RT akhirnya menarik kembali dukungannya.
“Saya tentu harus merespons hal ini. Saya konfrontasi, dan semakin banyak cerita yang disampaikan oleh semua pihak,” kata Junaidi yang juga menyebut perwakilan kecamatan hadir dalam pertemuan tersebut.
Dalam rapat tersebut, Junaidi menyarankan agar dilakukan forum musyawarah RW untuk membahas polemik terkait tenaga keamanan atau sekuriti, termasuk seruan agar Burhan dilengserkan.
Jika seruan tersebut muncul dari sebagian RT, dirinya harus berhati-hati agar tidak mengakomodir emosi satu pihak, sementara pihak lain masih menghendaki keberlanjutan kepemimpinan Burhan.
Junaidi juga menambahkan bahwa pertemuan hari ini belum menghasilkan keputusan, dan forum musyawarah RW yang melibatkan semua ketua RT akan dijadwalkan ulang.
“Hasil dari forum musyawarah RW ini nantinya akan dijadikan keputusan bersama,” tambahnya.
Ia juga menilai bahwa sumber polemik ini terletak pada komunikasi yang terhambat, dengan latar belakang masalah yang sudah lama, sehingga masing-masing pihak memiliki pandangan yang berbeda.
Burhan, Ketua RW 09 Rawa Buaya yang turut hadir dalam rapat tersebut bersama Johan, Bendahara RW, menanggapi tuduhan tersebut dan membantah bahwa ia bersikap arogan dalam pemecatan dua sekuriti.
Menurut Burhan, pemecatan tersebut dilakukan sesuai prosedur dan berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian yang ditandatangani bersama sekuriti.
“Kenapa saya berhentikan, tentu ada ceritanya. Pemecatan ini sudah sesuai prosedur dan perjanjian yang telah disepakati,” tegasnya.
Burhan menjelaskan bahwa pembayaran gaji sekuriti di RW 09 biasanya dilakukan pada tanggal 31 setiap akhir bulan atau terkadang pada awal bulan. Karena ia harus ke Bandung hingga tanggal 2, Burhan meminta bendahara untuk mentransfer gaji 12 sekuriti ke sekretaris pada tanggal 29. Namun, uang gaji yang telah ditransfer tersebut belum bisa diambil pada hari itu karena masih perlu dirinci dan dibagikan.
Pada tanggal 30 pagi, Burhan harus pergi ke rumah sakit untuk mengantarkan anaknya kontrol, dan ia menginformasikan lewat grup WA kepada sekuriti bahwa gaji dapat diambil pada pukul 16.00 sore. Namun, karena kontrol di rumah sakit berlangsung lama, Burhan kembali menginformasikan bahwa pengambilan gaji bisa dilakukan pada tanggal 2, mengingat pada tanggal 31 pagi ia sudah harus berangkat ke Bandung.
“Ini alasan mengapa pembayaran gaji dilakukan pada tanggal 2,” ungkap Burhan.
Selama di Bandung, Burhan mengaku tidak menerima kiriman laporan patroli dari sekuriti, yang seharusnya dikirim setiap hari sebagai bukti bahwa mereka telah berpatroli di komplek.
“Kami memang ada aturan kerja. Kalau mereka tidak kirim foto, akan dipotong Rp10.000 per foto. Namun, 12 sekuriti ini tidak mengirimkan laporan patroli. Ini pelanggaran pertama,” sebut Burhan.
Burhan melanjutkan, pelanggaran kedua adalah ketika 12 sekuriti ini berkumpul dan mendatangi rumah Johan, Bendahara RW, bersama dengan sejumlah warga dan RT, pada pukul 21.00 malam, untuk meminta agar gaji mereka segera dibayar.
“Bagi saya, sekuriti harusnya menjaga keamanan, bukan malah datang berkerumun malam-malam. Ini tidak pantas. Kenapa tidak perwakilan saja? Ini pelanggaran berat,” tegas Burhan.
Setelah kembali dari Bandung pada tanggal 2, Burhan memberikan gaji kepada 12 sekuriti dan menyodorkan surat peringatan yang harus mereka tanda tangani sebagai konsekuensi pelanggaran tersebut.
Burhan dan pengurus RW sepakat untuk memotong gaji sebesar Rp150.000 dari setiap sekuriti, serta mengeluarkan surat peringatan mengenai pelanggaran perjanjian kerja dan perbuatan mendatangi rumah warga. Sepuluh dari 12 sekuriti menandatangani surat tersebut, sementara dua orang lainnya menolak.
Burhan menjelaskan bahwa meskipun ia sudah berusaha untuk meminta tanda tangan dari kedua sekuriti yang menolak, mereka tetap menolaknya.
“Dua hari setelah itu, saya sampaikan kepada kedua sekuriti tersebut, jika mereka tidak mau menandatangani surat peringatan, mulai besok mereka saya anggap sudah tidak bekerja lagi sebagai sekuriti di RW 09,” kata Burhan, yang menjelaskan bahwa inilah awal mula munculnya polemik tersebut.
Burhan juga menyampaikan bahwa selama menjabat sebagai Ketua RW, ia selalu berusaha menjaga keamanan wilayah, serta melakukan perubahan sistem keamanan yang lebih disiplin. Ia menambahkan bahwa gaji sekuriti tidak ditransfer langsung ke rekening mereka karena sebagian besar sekuriti tidak memiliki rekening dan mereka menolak jika ada potongan melalui transfer.
Burhan mengungkapkan alasan mengapa ia sendiri yang menyerahkan gaji secara langsung dan bukan bendahara. “Bendahara juga sibuk, dan saya ingin memberikan evaluasi langsung kepada 12 sekuriti. Itu alasan saya menyerahkan gaji langsung,” jelasnya.
Sebagai Ketua RW 09 sejak 2019, Burhan menegaskan bahwa kewenangan atas sekuriti sepenuhnya berada di bawah kendalinya setelah melakukan diskusi dengan pengurus RW, terutama terkait masalah gaji.
Ia mengakui bahwa polemik ini sengaja tidak dikomunikasikan dengan para RT karena masalahnya belum selesai. “Saya tunda dulu. Kalau saya umumkan ke RT, bisa semakin keruh. Tapi ternyata sudah meledak,” kata Burhan.
Sementara itu, Agus Gunawan (31), salah satu sekuriti yang dipecat, menanggapi bahwa ia menolak menandatangani surat peringatan karena merasa disudutkan.
“Kami 12 sekuriti tidak mengirim foto patroli karena itu merupakan kesepakatan bersama. Gaji kami belum dibayar, jadi itu adalah keputusan bersama, bukan masalah personal,” ungkap Agus yang baru 10 bulan bekerja sebagai sekuriti di RW 09.
Agus juga membantah tuduhan bahwa mereka melakukan tindakan seruduk rumah warga. “Semua sekuriti ikut ke rumah Bendahara RW didampingi RT-RT yang peduli, untuk menanyakan nasib gaji kami,” katanya.
Agus juga menegaskan bahwa sebagian besar sekuriti di RW 09 sudah memiliki rekening, dan ia merasa bahwa Burhan sering mengelak dari kenyataan.
“Saya sudah mendengar masalah ini sejak zaman Lurah sebelumnya, dan sering terhenti di kelurahan. Harapan kami, tidak ada lagi RW yang bersikap arogan, yang sepihak. Hormatilah kami sebagai warga setempat, atau ganti RW 09,” pungkasnya.
Seorang perwakilan RT yang tidak ingin disebutkan namanya menegaskan bahwa dari RT-RT di RW 09 Rawa Buaya, tidak ada lagi niat untuk mengadakan musyawarah.
“Kami hanya ingin satu hal, RW 09 harus turun,” tegasnya.
Ia mengatakan alasan utama seruan tersebut adalah masalah yang sudah lama terjadi, terutama soal komunikasi yang buruk. Ia juga mengungkapkan bahwa Burhan sering mengintimidasi warga, bahkan di RT-RT lainnya.
“Tidak ada titik temu lagi. Burhan harus dilengserkan atau mengundurkan diri, pilihan itu saja,” pungkasnya. jm