Kontribusi Indonesia Terhadap PDB Masuk Lima Besar Dunia

oleh -1.3K views
oleh
Menteri Perindustrian RI

JAKARTA, HR – Kekuatan ekonomi Indonesia dinilai sangat diperhitungkan sebagai salah satu pemain kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global. Indonesia mampu memberikan kontribusi sebesar 2,5 persen terhadap pertumbuhan dunia, di mana capaian tersebut mengungguli sumbangsih dari Korea Selatan, Australia, Kanada, Inggris, Jepang, Brasil dan Rusia.

“Dari sektor manufaktur, Indonesia secara persentase untuk kontribusinya terhadap PDB, masuk dalam jajaran lima besar dunia. Mengungguli Jepang, India, dan Amerika Serikat. Bahkan, di antara negara-negara berkembang, hanya Indonesia dan China berada di posisi lima besar,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Kuliah Umum di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Minggu (25/2).

Berdasarkan hasil analisa World Economic Forum, menunjukkan bahwa Asia semakin mendominasi pertumbuhan dunia pada tahun 2017 dan diperkirakan hingga tahun berikutnya. “Kutub perekonomian dunia saat ini telah mengalami pergeseran, dominasi kawasan Asia semakin besar,”ujar Menperin.

Hal tersebut dilihat dari peningkatan kontribusi Asia terhadap PDB dunia yang mengalami kenaikan, pada tahun 2010 menyumbangkan sebesar 34 persen, dan diprediksi meningkat menjadi 43,8 persen pada tahun 2019. “Tentunya kontribusi Indonesia sebagai kekuatan manufaktur di Asia, juga semakin diperhitungkan,” lanjut Airlangga.

Menurutnya, dari sisi kinerja ekspor Indonesia memperlihatkan bahwa sektor industri pengolahan nasional mempunyai daya saing dan memberikan nilai tambah yang cukup tinggi. Pada tahun 2017, ekspor produk manufaktur mampu mencapai USD125 miliar atau berkontribusi sebesar 74 persen terhadap nilai ekspor Indonesia. Capaian ini tertinggi dibanding sektor-sektor lainnya. “Nilai ekspor industri pengolahan tahun 2017 tersebut, naik 13,14 persen dibanding 2016,” ungkap Menperin.

Beberapa industri pengolahan yang menyumbangkan ekspor cukup signfikan tahun 2017, yaitu industri kelapa sawit sebesar Rp287,24 triliun, industri logam Rp141,16 triliun, industri makanan Rp134,93 triliun, industri alat transportasi Rp116,63 triliun, industri elektronika Rp105,94 triliun, industri pakaian jadi Rp90,31 triliun, industri pulp dan kertas Rp84 triliun, serta industri logam Rp59,9 triliun.

“Kinerja ekspor industri pengolahan memang secara umum mengalami peningkatan di hampir seluruh sektor industri, dengan kenaikan terbesar pada industri kelapa sawit, yang naik 25,02 persen. Selain itu, industri pulp dan kertas, juga naik 24,84 persen,” papar Menperin. Untuk itu, pemerintah bertekad terus memacu program hilirisasi industri dan promosi ke pasar-pasar baru di luar negeri.

Dengan berbagai upaya strategis pemerintah yang telah dilakukan, perekonomian Indonesia mengalami perbaikan dari berbagai aspek selama lima belas tahun terakhir. Pertumbuhan positif tersebut, bisa dilihat dari empat aspek aktvitas ekonomi. Pertama, populasi tenaga kerja meningkat lebih dari 30 juta dalam 15 tahun, yang ditopang dengan naiknya gaji sebesar dua kali lipat.

Kedua, pertumbuhan konsumsi juga meningkat delapan kali lipat, di mana saat ini menyumbangkan 55 persen dari PDB. “Aspek investasi kita pun luar biasa peningkatannya, naik 13 kali lipat, dan mengalami peningkatan terhadap penyumbangan ke PDB dari 22 persen menjadi 34 persen. Terakhir, kita lihat dari kapitalisasi pasar bursa meningkat 15 kali lipat, kini kapitalisasinya mencapai USD500 miliar,” jelasnya.

Dalam menghadapi era Industry 4.0 yang sudah berjalan saat ini, Kementerian Perindustrian sedang menyusun peta jalan mengenai pengembangan revolusi industri keempat tersebut. Upaya ini dalam rangka memanfaatkan peluang bisnis dan teknologi digital yang tengah berkembang. Misalnya, yang berbasis pada perdagangan elektronik (e-Commerce), teknologi finansial (Fintech), Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), digitalisasi, 3D Printing dan robotik.

Kemenperin pun telah memprioritaskan pengembangan di lima sektor industri nasional yang akan menjadi percontohan dalam implementasi sistem Industry 4.0, yakni indutri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia. Kelima sektor tersebut diprediksi pada tahun 2030 akan berkontribusi sebesar 70 persen dari total PDB manufaktur, 60 persen untuk ekspor manufaktur dan 65 persen peningkatan pada jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur.

Indonesia berperan penting
Menperin menambahkan, ASEAN merupakan mesin kedua terbesar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dunia, setelah kontribusi dari China. Kawasan Asia Tenggara yang memiliki lebih dari 500 juta jiwa penduduk ini, dinilai menjadi pasar potensial dalam membangun basis produksi manufaktur.

“Indonesia merupakan negara terbesar di ASEAN, ekonominya sudah masuk dalam klub USD1 triliun, atau sepertiga dari ekonominya ASEAN,” ujarnya. Sementara, jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia mampu mencapai 5,2 persen atau di atas rata-rata perolehan ASEAN sebesar 5,1 persen. Artinya, Indonesia berperan penting dalam memacu perekonomian di ASEAN.

Saat ini, perekonomian sedang dipengaruhi dengan peningkatan tenaga kerja kelas menengah, yang bisa dimanfaatkan sebagai potensi dari sumber daya manusia (SDM) dan pasar baru. Apalagi, Indonesia akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030.

“Bonus demografi akan jadi penggerak utama ekonomi. Di negara lain seperti Jepang, saat bonus demografi, ekonominya tumbuh 5 persen. Tetapi sesudah lepas dari masa itu, turun menjadi 0,9 persen. China sekarang sudah mulai melewati, maka pertumbuhannya jadi 6,9 persen, yang sebelumnya sampai 9 persen,” papar Airlangga.

Untuk itu, menurut Menperin, kekuatan SDM Indonesia juga terletak pada jumlah mahasiswa. Para generasi muda ini diharapkan dapat mengambil kesempatan dengan meningkatkan kemampuan dan kreativitas terutama di bidang digital. “Ini menjadi pekerjaan kita bersama, dari sektor pendidikan khususnya perguruan tinggi untuk menghasilkan SDM yang berkompetensi agar mampu mencipatakan inovasi,” tuturnya.

Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri di beberapa wilayah di Indonesia. Selain itu, Kemenperin juga mendorong pembangunan technopark untuk menumbuhkan startup dalam negeri.

“Kami memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk berkreasi. Nanti produk yang dihasilkan mahasiswa, dihubungkan dengan fintech. Kemenperin sudah membuat inkubasi tersebut, seperti di Bali. Dengan berbagai fasilitas yang disediakan, talent-talent bisa muncul. Karena startup butuh pasar besar, di Asean potensinya hanya di Indonesia,” ungkap Airlangga. kornel

Tinggalkan Balasan