Kepala BMKG Ingatkan Masyarakat untuk Lebih Perhatikan Peringatan Dini

oleh -432 views

BADUNG, HR – The 4th ITB Centennial International Conference – 9th International Conference on Building Resilience memasuki hari terakhir pada Rabu (15/01/2020) sore kemarin. Bertempat di Auditorium Hotel Westin, Nusa Dua, Kuta Selatan, Kab. Badung, Bali, rangkaian acara pada hari terakhir diwarnai kehadiran Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati.

Diawali dengan permohonan maaf karena keterlambatan kehadirannya, Dwikorita menyampaikan materi Strategy for Effective Investment in Multi Hazard Early Warning System. Sebelumnya Dwikorita dijadwalkan menjadi Pembicara Kunci pada hari kedua.

Mengambil contoh pada kejadian Banjir Jakarta, Dwikorita menyampaikan bahwa selama ini pihaknya telah melaksanakan edukasi, literasi, serta peningkatan dan modernisasi teknologi peringatan dini pada setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh BMKG. Namun hal ini terkendala pada perhatian masyarakat yang cenderung minim terhadap peringatan dini yang dirilis oleh BMKG secara resmi.

Ia menekankan bawa peringatan curah hujan tinggi si kawasan Jabodetabek telah dirilis secara resmi oleh BMKG sejak Desember 2019 melalui berbagai media sosial dan elektronik. Namun hal ini tidak menjadi atensi dari masyarakat karena tertutup isu Hari Natal dan Tahun Baru.

Namun ketika UK Embassy merilis peringatan cuaca buruk untuk masyarakatnya di daerah Jabodetabek pada awal Januari 2020, tiba-tiba masyarakat baru memberikan atensi khusus. Dwikorita sangat menyayangkan hal ini karena setelah peringatan UK Embassy itu muncul, masyarakat justru menuntut BMKG dan menuduh pihaknya tidak memberikan data valid.

“Kendala yang kami hadapi terkait dengan peringatan dini sangat dipengaruhi budaya masyarakat kita. Kami selalu memperbaharui informasi dan peringatan dini pada aplikasi BMKG, sosial media resmi, serta mengadakan konferensi pers, namun peringatan dini semacam itu tidak banyak mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Hal ini mempersulit proses evakuasi jika nantinya dampak dari cuaca tersebut telah terlihat, seperti banjir atau tanah longsor,” terang Dwikorita.

Kendala tersebut turut menjadi poin penting dalam kesimpulan yang disampaikan Ketua Panitia Kegiatan, Harkunti P. Rahayu. Menurutnya, setelah melewati tiga hari yang dipenuhi diskusi dan pemaparan, kesadaran masyarakat akan bencana dan peringatan dini sangat memengaruhi keberhasilan sistem peringatan dini dan evakuasi pasca-bencana.

“Kesimpulan dari keseluruhan sesi kita pada agenda ini, adalah pentingnya kesadaran masyarakat terhadap sistem peringatan dini, potensi bencana apa yang mengintai mereka, dan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan saat peringatan dini/bencana terjadi. Bagi pemerintah dan instansi kebencanaan, diperlukan koordinasi dan kolaborasi yang baik, saling tukar data, dan saling ingat mengingatkan terkait apa saja yang akan dan harus dipersiapkan dan dilakukan terkait dengan kebencanaan,” tutup Harkunti.

Konferensi yang dihadiri ahli bencana dari University of Huddersfield (UK), University of Pittsburgh (USA), University of Calgary (Kanada), Kochi University of Technology (Jepang), dan perwakilan dari 16 Negara yakni Indonesia, Sri Lanka, Filipina, Selandia Baru, Australia Inggris, Jepang, AS, Belgia, Bulgaria, Finlandia, Prancis, German, Italia, Malaysia, dan Cina selanjutnya akan bertempat di Sri Lanka.

Kerjasama internasional terkait kebencanaan oleh akademisi dari berbagai negara ini diharapkan dapat memberikan inovasi dan jalan keluar dalam permasalahan kebencanaan di Indonesia dan negara-negara anggota. gina

Tinggalkan Balasan