JAKARTA, HR – Hoax ini dari bahasa halusnya, tapi artinya ini kebohongan. Padahal yang utama kata Rasulullah, pokok utama dari pada dosa itu adalah bohong. Sehingga dengan bahasa hoax bukan dengan kata bohong, anak muda, yang tua, bahkan yang beragama enjoy dengan bahasa hoax demikian.
“Bohong bisa berakibat kepada fitnah. Yang ditandaskan oleh Allah dalam Al-Quran, bahwasanya fitnah atau bohong ini lebih kejam daripada pembunuhan, dan dipertegas lagi oleh Rasulullah dalam haditsnya wajib kata Rasulullah kalian hendaklah menjadi orang yang shiddiq, orang yang jujur, wafa’ yaitu amanat menyampaikan tugas dengan penuh konsekuensi. Jangan sekali kali kalian berbohong, sebab dengan kebohongan ini bisa membikin suatu bentuk kekacau balauan dan kehancuran, yang akibat dari hoax ini menjadikan kita ahli neraka,” kata Gus Sholeh Mz dalam Diskusi Publik bertema “Stop Sebar Hoaks Ditengah Duka Bencana”, Jumat (5/10/2018), di Hotel Ibis Cikini Menteng Jakarta Pusat.
Acara yang juga dihadiri narasumber lainnya, yaitu: KP Norman (Aktivis, Ketum Pernusa), Habib Salim Jindan Baharun (Presiden Majelis Dzikir RI 1), Wempy (Pengamat), Syarief Hidayatulloh (Presiden Buikaff)dan Karyono Wibowo (Pengamat IPI), lebih lanjut Gus Sholeh mengutarakan bahwa presiden adalah anak bangsa terbaik yang terpilih untuk membangun bangsa ini.
“Disini kita bukan politikus, tapi anak bangsa yang mencintai bangsa ini. Siapapun presidennya silakan. Terpilihnya calon presiden itu adalah anak-anak bangsa yang terbaik untuk membangun bangsa ini sesuai harapan kita, yaitu terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa adanya diskriminasi syarat. Akan tetapi, kita lihat di sini dari sekian banyak anak-anak bangsa, calon presidennya itu-itu lagi. Seandainya itu berkualitas tidak apa-apa,” ungkapnya.
Lebih jahu Gus Sholeh menyampaikan, bahwa sebelum adanya pilpres kita sudah dihadapkan 6 sinetron besar. Pertama, yang mengatasnamakan ijtima ulama, padahal disana banyak politikus yang bersurban, banyak yang berkepentingan politik, banyak ustadz yang jadi-jadian. Ini berkumpul membuat suatu ijtima, yaitu presiden atau wakilnya diharapkan ulama, tetapi Allah ta’ala memberikan hidayah kepada Presiden Jokowi justru daripada ijtima ini. Akan tetapi Presiden jokowi lah yang lebih ulama. Dari situ, muncul ijtima ulama kedua. Ijtima sendiri artinya adalah perkumpulan, beda dengan hasil kesepakatan musyawarah ulama. Ini partai yang katanya basic utamanya bahkan dasarnya Islam bukan Pancasila, belum ada sebulan jadi santri sudah diberi sebutan ulama.
“Kebohongan macam apa yang dilakukan untuk pemimpin kita. Sinetron yang kedua, mereka yang viral kemana-mana dengan medsos mereka, uang seratus ribu hanya cukup beli bawang dengan cabai. Ini menjadi pembicaraan umum. Ini penuh dengan fitnah-fitnah yang ada, sehingga banyak dari kelompok-kelompok Jokowi ini turun ke masyarakat, karena kenyataannya memang tidak demikian. Ini menimbulkan suatu bentuk kegelisahan kepada masyarakat.
Yang ketiga, tempe sekarang dijualnya sudah setipis ATM. Ini kalau yang bilang bukan calon wakil presiden mungkin tidak akan menjadi perhatian,” jelasnya.
Gus menilai semuanya ini adalah bentuk sinetron, yang mana dilakukan bukan untuk membangun bangsa, tetapi menimbulkan suatu bentuk ketakutan politik dan suatu bentuk kegelisahan masyarakat.
Yang keempat, lanjutnya isu-isu dalam suatu pertemuan yang mereka viralkan dengan para ulama, dengan para tokoh. Ada satu ibu-ibu mengatakan hidup di kondisi pemerintahan Jokowi ini hidup serba sulit bahkan dia hanya bisa makan dengan keong,” pungkas Gus Sholeh. ig