Kasus Majalah Indonesia Tatler “Menggantung” di Polda Metro Jaya

oleh -1.4K views
oleh

JAKARTA, HR – Hampir lima bulan pihak Subdit Cyber Reskrimsus Polda Metro Jaya menangani perkara pidana yang melibatkan majalah bulanan Indonesia Tatler, terkait dugaan penyebaran berita bohong yang dipublikasi pada edisi Maret 2017, sebagaimana diadukan oleh Ello Hardiyanto (63), warga Jalan Guntur Jakarta Selatan.

Meski sudah hampir lima bulan sejak laporan Polisi Nomor: TBL/5030/X/2017/PMJ Dit.Reskrimsus diadukan, sampai awal Maret 2018 ini polisi belum menetapkan siapa tersangkanya. Pihak penyidik Polda Metro, Senin (19/2/2018) siang, memeriksa Millie Stephanie, pemimpin Majalah Indonesia Tatler yang merangkap sebagai pemilik saham PT Mobiliari Stephindo, perusahaan yang menerbitkan majalah itu. Namun pemeriksaannya diduga terhenti karena ada intervensi pihak tertentu.

Ello melaporkan kasusnya pertengahan Oktober 2017. Ia menduga majalah Indonesia Tatler melakukan tindak pidana penggelapan asal-usul orang dan tindak pidana penyebaran berita bohong. Dalam pengaduannya, Ello mengungkapkan tindak pidana itu dilakukan secara bersama oleh pihak redaksi Majalah Indonesia Tatler (MIT) dengan beberapa orang lain. Ello didampingi advokat Dr. Ir. Albert Kuhon, MS, SH bersama Iskandar Siahaan SH dan Alfon Sitepu SH.

Dr. Ir. Albert Kuhon, MS, SH

Kepada wartawan Albert Kuhon menceritakan, pada edisi Maret 2017 majalah Indonesia Tatler memuat satu foto yang keliru. Isinya memuat berita resepsi pernikahan yang menggambarkan enam figur, yakni; Adams dan Clarissa (mempelai) berdiri di tengah, figur Yansen Dicky Suseno dan Inge Rubiati Wardhana (orangtua Clarissa) paling kiri, dan figur yang bertindak seolah-olah sebagai orangtua Adams berdiri pada posisi paling kanan.

“Padahal orangtua kandung Adams, yakni Ello maupun istrinya, tidak hadir dalam resepsi. Sehingga mustahil ada dalam foto itu,” tutur Albert Kuhon kepada wartawan, Kamis (1/3/2018) di Jakarta.

Rekomendasi Dewan Pers
Sebelum melapor ke Polda Metro, Ello sudah mengadukan kasus itu ke Dewan Pers. Dalam persidangan Dewan Pers, Ello yang didampingi advokat Dr. Ir. Albert Kuhon, MS, SH mengungkapkan, Redaktur Pelaksana Majalah Indonesia Tatler, Maina A. Harjani awal Mei 2017 mengakui kesalahan redaksi Majalah Indonesia Tatler dan menjanjikan akan melakukan koreksi (ralat) atas kesalahan pemberitaannya. Ello meminta, ralat dimuat secara proporsional sesuai ketentuan dalam Undang-undang Pers No 40/1999. Sampai awal Mei 2018, hak jawab dan ralat yang diminta Ello tidak pernah dipenuhi oleh Majalah Indonesia Tatler.

Dewan Pers dalam Penilaian Pernyataan dan Rekomendasi (PPR) No 26/PPR-DP/X/2017 tertanggal 9 Oktober 2017, menegaskan Majalah Indonesia Tatler terbukti tidak menjalankan fungsi pers sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 6 UU No 40/1999 tentang Pers. Selain itu, selama pemeriksaan Dewan Pers menemukan bukti bahwa PT Mobiliari Stephindo yang menerbitkan Indonesia Tatler (dan sejumlah majalah lain) ternyata tidak memiliki izin sebagai perusahaan pers atau penerbitan media massa.

PPR Dewan Pers itu menegaskan Redaksi Majalah Indonesia Tatler melanggar Kode Etik Jurnalistik dan pasal 5 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers karena tidak segera melayani hak jawab yang diminta Ello Hardiyanto. Dewan Pers secara tegas menyatakan kasus Majalah Indonesia Tatler tersebut dapat diproses melalui jalur hukum.

Bukan ‘Menggantung’
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Adi Deriyan, yang dihubungi beberapa waktu lalu menyatakan, penanganan perkara Majalah Indonesia Tatler bukan “menggantung”. Katanya, kasus itu masih dalam proses penyidikan karena menyangkut urusan keluarga.

“Kita tidak bisa gegabah karena ini urusan antara bapak dan anak,” ujar Adi.

Di tempat terpisah, Dr. Ir. Albert Kuhon, MS, SH selaku penasihat hukum yang mendampingi Ello, menyatakan delik pidananya sudah sangat jelas. Albert Kuhon masih mendung-duga apa yang melatarbelakangi penyebab tersendatnya penyidikan kasus Majalah Indonesia Tatler yang diterbitkan oleh PT Mobiliari Stephindo itu.

“Bagaimana mungkin antara Ello Hardiyanto sebagai pengadu, dengan Majalah Indonesia Tatler yang diadukan, bisa menjadi urusan keluarga. Ini masalah penyebaran berita bohong, ini delik pidana, bukan urusan keluarga,” tegas Albert Kuhon.

Advokat Albert Kuhon yang juga wartawan senior, membeberkan sejumlah delik pidana yang diduga melibatkan PT Mobiliari Stephindo dan Redaksi Majalah Indonesia Tatler.

“Pertama, penyebaran berita bohong, karena pemberitaan foto dalam Edisi Maret 2017 itu keliru. Hal itu jelas-jelas sudah diakui petinggi di Redaksi Majalah Indonesia Tatler. Kedua, Dewan Pers juga sudah menyatakan tindakan Indfonesias Tatler mengabaikan hak jawab dan hak koreksi, jelas-jelas melanggar Kode Etik Jurnalistik dan melanggar Undang-undang Pers No 40/1999,” ungkap Kuhon.

Foto dalam Majalah Indonesia Tatler edisi Maret 2017 itu menyebutkan mempelai bersama orangtua mempelai, padahal yang ada di foto bukan orangtua mempelai. Tindakan itu bisa digolongkan sebagai mengaburkan atau menyesatkan asal-usul.

“Selain itu, Redaksi Majalah Indonesia Tatler juga melanggar UU ITE, karena menyebarkan dan menjual informasi yang keliru lewat transaksi atau media elektronik,” jelas Albert Kuhon yang pernah memimpin sejumlah media massa.

Albert Kuhon menilai sangat aneh jika kemudian proses penyidikan atas kasus itu belum juga menunjukkan kepastian tersangkanya. Pasal-pasal itu sangat jelas, bisa Pasal 310 KUHP, bisa Pasal 311 KUHP atau pasal-pasal yang berkaitan dengan UU informatika dan transaksi elektronik.

“Petinggi redaksinya sudah mengakui kesalahan mereka. Kok sudah hampir lima bulan diproses penyidikan, tersangkanya belum ada. Dan pemeriksaan pimpinan PT Mobiliari Stephindo tersendat. Ada apa sebetulnya?” ucap Albert Kuhon dengan nada heran.

Albert Kuhon mengatakan, Dewan Pers saja bisa menemukan bahwa PT Mobiliari Stephindo yang menerbitkan Majalah Indonesia Tatler ternyata tidak memiliki izin sebagai perusahaan penerbitan media massa. Dewan Pers juga menyatakan tindakan Redaksi Majalah Indonesia Tatler mempublikasikan foto yang keliru melanggar peraturan perundangan.

“Justru Dewan Pers menyatakan bahwa hal itu bisa diteruskan ke ranah hukum. Tentu polisi sebagai penyidik mampu mengungkap lebih banyak lagi pelanggaran yang dilakukan Redaksi Majalah Indonesia Tatler dan PT Mobilari Stephindo. Bukan malah menutupi sehingga pelanggarannya tidak tampak,” kata Kuhon lebih lanjut.

Sejak Oktober 2017 kasus itu dilaporkan, Polda Metro Jaya telah memeriksa sejumlah saksi. Dari pihak Redaksi Majalah Tatler dan PT Mobiliari Stephindo, sudah dimintai keterangan di antaranya Maina Harjani (Redaktur Pelaksana) Paulina Nani (pimpinan produksi), Oktaviana Subarjo (sekretaris redaksi). Millie Stephanie, pemilik saham dan pimpinan PT Mobiliari Stephindo dan pimpinan tertinggi di redaksi Majalah Indonesia Tatler, diperiksa secara singkat pertengahan Februari lalu di Subdit Cyber Reskrimsus Polda Metro Jaya.

Selain menerbitkan Majalah Indonesia Tatler, PT Mobiliari Stephindo juga menerbitkan sejumlah majalah mewah lain. Di antaranya majalah bergengsi Forbes Indonesia.

“Padahal Dewan Pers menemukan bahwa bidang usaha PT Mobiliari Stephindo antara lain travel dan perdagangan. Sama sekali bukan izin penerbitan media massa,” tutur Kuhon pula.

Sampai berita ini diturunkan, para petinggi Majalah Indonesia Tatler dan PT Mobiliari Stephindo tidak bisa dimintai keterangan atau konfirmasinya. tim

Tinggalkan Balasan