Kasus Furniture IPB, Resmi Dilapor ke KPK

oleh -1.6K views
Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

JAKARTA, HR – Pelaksanaan lelang Pengadaan Furniture Custom di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebesar Rp 5,5 miliar tahun anggaran 2018 dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Parluhutan Simanjuntak, Jumat (25/1/2019) kemarin. Pengaduan tersebut disampaikan kepada Laporan/Informasi Pengaduan Masyarakat KPK yang diterima oleh Alfieta Nur Baroroh.

Proyek pengadaan tersebut dilaporkan karena ditemukan berbagai kecurangan dan kejanggalan sejak mulai tender hingga penyerahan barang. Ada dugaan rekayasa agar perusahaan binaan oknum dimenangkan, serta barang yang diserah terimakan pun tidak sesuai spek.

Penelusuran HR baru-baru ini dari sumber terpercaya, Kamis (10/1), bahwa terlihat pelaksana belum menyelesaikan kontraknya. Padahal, tahun anggaran 2018 berakhir atau tutup buku pada tanggal 20 Desember 2018. Bahkan, sebagian besar Furniture Custom belum terpasang dan masih banyak komponen yang masih terbungkus rapi di dalam kardus.

Lebih parah lagi, Tim HR juga memergoki satu mobil truk dan 4 orang teknisi dari PT Robust Multilab Solusindo (Robust) yang sedang menurunkan top table untuk di angkut ke dalam gedung. Barang-barang yang diturunkan itu diketahui tidak sesuai spek berdasarkan dokumen lelang yang diminta oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dalam dokumen lelang, top table meja laboratorium ditetapkan adalah merek durcon, akan tetapi yang terpasang adalah merek trespa.

Demikian juga spesifikasi untuk sink, fitting dan saluran airnya (air flow), dalam dokumen lelang ditetapkan merek nadiso, sedangkan yang terpasang adalah bukan merek nadiso. Teknisi Robust yang ada dilapangan membenarkan bahwa top table yang diantar ke IPB tersebut adalah merek trespa.

Lebih lanjut, teknisi tersebut menginformasikan bahwa top table merek trespa ini adalah untuk sementara saja, disesuaikan dengan stock yang dimiliki Robust, suatu waktu top table tersebut rencananya akan diganti. Disamping penjelasan dari teknisi Robust, juga ditemukan pada lapisan top table tersebut ada lapisan plastic dengan tulisan trespa dan tulisan “Top Table Pengganti Sementara” pada kertas yang tertempel di top table tersebut.

Dari fakta-fakta tersebut sungguh aneh bahwa Robust dapat melakukan tindakan demikian dan disetujui oleh pihak PPK Cq penerima barang IPB. Ada apa antara pihak IPB dengan Robust? Diterimanya barang yang diketahui tidak sesuai spek, berarti ada dugaan kongkalikong antara pelaksana dan oknum Satker/PPK Institut Pertanian Bogor.

Distributor Durcon
Didapatkan informasi sehubungan dengan top table merek durcon ke PT Karya Nadiso Utama (Nadiso), distributor merek Durcon di Indonesia. Nadiso menjelaskan bahwa antara durcon dengan trespa memiliki spesifikasi yang sangat berbeda. Top table Durcon memiliki dua sisi, sedangkan trespa hanya satu sisi.

Perbedaan lainnya, disebutkan, dari sisi ketahanan terhadap bahan kimia, teknologi, harga dan lain-lain. Hal ini terkonfirmasi dengan adanya tulisan pada top table yang sudah terpasang. Tindakan tersebut diduga adalah dugaan tindakan kongkalikong antara panitia dengan pemenang lelang untuk merekayasa agar pekerjaan dapat terlihat selesai dan pembayaran bisa cair 100 persen.

Dikonfirmasi terhadap pihak-pihak yang terkait dengan lelang ini, mulai dari PPK yang dijabat Erizal, Ketua Pokja Barang/Jasa ULP IPB yang dijabat Susanto Yudharianto (Koordinator/Anggota), Reny Melastiarsih (Anggota), Darwis Sunandar (Anggota), Handi Ferima (Anggota) dan Endang Mulyana (Anggota) juga kepada Tim Penerima Barang (PPHP) IPB yang dijabat Hamzah dan Suriadi, semuanya tidak ada yang bersedia untuk ditemui, dan terkesan semua berusaha untuk menghindar.

Sejak awal, salah satu peserta lelang Furniture adanya dugaan rekayasa dan kecurangan pada proses lelang ini. Hal ini juga telah dipublikasikan pada media online harapanrakyatonline.com tanggal 26 Desember 2018, berjudul “Lelang Furniture Custom IPB Sarat Rekayasa”.

Lelang ini didaftarkan oleh pihak IPB di LPSE pada 11 Agustus 2018, dengan kode lelang 7245025, menggunakan dana APBN 2018 dengan nilai HPS Rp 5.480.041.373, untuk masa pekerjaan selama 90 hari kelender, diduga sarat rekayasa. Indikasi rekayasa ini terlihat sejak awal diumumkannya lelang ini di LPSE sampai dengan proses penetapan pemenang.

Indikasi Rekayasa

Indikasi awal dugaan rekayasa itu diperoleh HR dengan dihapuskannya persyaratan, dimana peserta harus melampirkan surat uji mutu atau surat keaslian. Syarat ini tercatat dengan jelas di Bab IV. Lembar Data Pemilihan (LDP), huruf J, Nomor 4, dengan bunyi “pelapis island dan wall bench anti bahan kimia (lihat spesifikasi tehnis), lampirkan surat Uji Mutu atau surat keaslian”.

Pelapis ini adalah komponen yang sangat vital untuk furniture costom yang diminta, karena memang harus tahan bahan kimia.
Seharusnya, selain surat uji mutu dan surat keaslian, peserta diminta untuk membuat surat pernyataan siap untuk diuji laboratorium tahan kimia sewaktu barang sudah sampai di IPB. Persyaratan tersebut tentunya hal yang lazim, dan menjadi suatu keharusan. Syarat ini tentunya sudah disusun oleh User atau perencana dan diformalkan oleh PPK di dokumen lelang. Namun kemudian dengan mudahnya dihapuskan oleh panitia lelang, yang dituangkan dalam addendum.

Perlu diketahui bahwa sebelum ditetapkan dalam addendum, persyaratan tersebut juga sudah ramai dipertanyakan oleh peserta dalam tahap pemberian penjelasan, dimana dari 3 jawaban yang diberikan oleh panitia terlihat berbeda. Jawaban yang berbeda tersebut juga sudah terlihat inkonsistensi dari panitia.

Indikasi kedua, jadwal lelang berubah sebanyak 11 – 12 kali, mulai dari evaluasi penawaran sampai dengan kontrak. Dengan perubahan yang kurang lazim tersebut, jika dihitung dari mulai pengumuman lelang tercatat tanggal 9 Agustus 2018 sampai dengan jadwal tandatangan kontrak 24 Oktober 2018, maka telah menghabiskan 77 hari kalender.

Jika dilihat pada jadwal awal, kontrak sudah harus selesai pada tanggal 14 September 2018. Maka, akibat banyaknya perubahan jadwal, lelang tersebut pun mundur sampai 41 hari kalender. Hal ini jelas menyiratkan tidak efisiennya waktu yang digunakan untuk lelang tersebut.

Menurut anggota Pokja terkait dengan lelang ini, kemunduran tersebut disebabkan adanya dokumen penawaran dari salah satu peserta tidak dapat dideskripsi Apendo dan menunggu uji forensik di LKKP. Alasan tersebut dinilai kurang berdasar, dan jika benar demikian bahwa uji forensik di LKKP sampai memakan waktu yang cukup panjang tersebut, tentu pernyataan Pokja lelang ini bisa dinilai mendiskreditkan kinerja LKKP.

Terlepas dari kebenaran alasan Pokja atas uji forensik tersebut, HR mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa perpanjangan waktu tersebut diduga akal-akalan dari panitia untuk memberi ruang waktu ke salah satu peserta lelang, diduga sudah menjadi pinangan yang akan dimenangkan untuk dapat melengkapi persyaratan yang sudah ditetapkan dalam dokumen lelang.

Salah satu persyaratan tersebut, yang sangat vital dan pada awalnya diduga tidak dimiliki oleh perusahaan tersebut adalah izin usaha industri furnitur (KBLI 2009 3001), industri furniture dari kayu, (KBLI 2009 31001, KBLI 2005 36101), yang kemudian oleh panitia di rubah melalui addendum, yang bunyinya menjadi “peserta yang berbadan usaha harus memiliki surat izin usaha industri furnitur (KBLI 2009 3001), (KBLI 2015 3100) industri furniture dari kayu, (KBLI 2015 310001, KBLI 2009 31001, KBLI 2005 36101)”.

Informasi dari masyarakat bahwa durcon hanya dimiliki oleh PT Karya Nadiso Utama (Nadiso). Untuk itu tim HR menanyakan perihal ini ke PT Karya Nadiso Utama yang beralamat di Jl. Diklat Pemda, No. 24, Dukuh Pinang, Kel. Bojong Nangka Kec. Kelapa Dua, Tangerang, Banten dan perusahaan tersebut membenarkan bahwa untuk merek Durcon di Indonesia hanya dimiliki oleh Nadiso.

Untuk membuktikan kebenaran tersebut, pimpinan Nadiso telah mengundang principal dari Kuala Lumpur untuk datang langsung ke IPB untuk menjelaskan perihal tersebut. Mr Chuah (perwakilan principle Durcon dari Kuala Lumpur), dalam penjelasannya ke POKJA, didampingi oleh Pimpinan dari Nadiso, menyampaikan bahwa PT. Robust Multilab Solusindo (Robust), yang beralamat di Jl. Bintaro Permai No.3, RT 8/RW 10 Bintaro, Pesanggrahan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12330 tidak memiliki barang Durcon sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam spesifikasi lelang.

Lebih lanjut, Mr Chuah menyampaikan ke Pokja bahwa terkait dengan pengadaan barang Durcon di IPB, principle Durcon hanya mendistribusikan barang Durcon tersebut ke Nadiso.

Lebih lanjut Direktur Nadiso menginformasikan ke Tim HR, bahwa top table Merek Durcon sesuai dengan spesifikasi yang ada pada dokumen lelang sudah tiba di gudang perusahaan tersebut, termasuk komponen lainnya untuk kelengkapan dari meubelair laboratorium yang bermerek Nadiso sudah tersedia di gudang perusahaan Nadiso.

Dengan adanya penjelasan tersebut diatas, ketetapan panitia untuk menetapkan Robust sebagai pemenang menyisakan banyak pertanyaan. Bagaimana selanjutnya Robust untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam tahun 2018 ini, sedangkan barang Durcon sesuai spesifikasi lelang tidak dimiliki oleh Robust?

Perihal keraguan kepada Robust untuk dapat menyelesaikan pekerjaan lelang ini sesuai dengan batas waktu dan spesifikasi, terkonfirmasi dengan hasil kunjungan Tim HR pada tanggal 3 Januari 2019, bahwa barang custom yang sudah sampai ke IPB baru hanya sebahagian saja, belum terpasang secara lengkap, dan barang yang dikirim tersebut diduga tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan dalam dokumen lelang.

Kejanggalan-kejanggalan ini sudah sepatutnya Rektor sudah harus turun tangan sesegera mungkin untuk mengusut kasus ini, karena ada dugaan oknum di IPB melakukan perbuatan melawan hukum dengan memanfaatkan wewenangnya untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya.

Jika dugaan ini terbukti, maka selain kerugian materiil, kerugian yang lebih besar adalah nama baik IPB yang dicemari oleh oknum-oknum yang ingin memperkaya diri sendiri. Tegakkan slogan yang tertulis di depan gedung rektorat IPB “Mencari dan Memberi yang Terbaik”. Jangan sampai pihak luar yang terlebih dahulu masuk untuk menindaklanjuti dugaan rekayasa tersebut. Karena ada masyarakat yang merasa dirugikan dengan tindakan-tindakan oknum tersebut. tim

Tinggalkan Balasan