Kasatker PP Jateng Belum Pahami Aturan, Disyaratkan M Dimenangkan B

oleh -1.8K views
oleh
Kantor Satker PP Jawa Tengah

SEMARANG, HR – Paket Pembangunan Rumah Susun Sewa TA 2018 (PKRSN-JATENG3) dengan kode Lelang: 40054064 di Satuan Kerja SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Jawa Tengah, Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR melanggar peraturan dengan menangkan perusahaan kualifikasi B.

Sesuai pengumuman penetapan pemenang di aplikasi SPSE Kementerian PUPR, Paket Pembangunan Rumah Susun Sewa TA 2018 (PKRSN-JATENG3) dengan nilai HPS Rp 28.940.611.000 dimenangkan PT Karya Bisa berdomisili di Gedung Menara Sudirman Lt. Basement 1, Jl. Jend Sudirman Kav 60 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dengan penawaran Rp 27.114.021.000.

Sebelum ditetapkan pemenangnya, atau dalam proses lelang, Pokja Penyediaan Perumahan Jateng meminta Syarat Kualifikasi SBU dan SIUJK yakni ada tiga subbidang/klasifikasi dan itu dicatat dalam pengumuman plus kualifikasinya: “Jasa Pelaksana Konstruksi Bangunan Multi atau Banyak Hunian, Kualifikasi M (BG002); Jasa Pelaksana Konstruksi Pemasangan Pipa Air (Plumbing) dalam Bangunan dan Salurannya, Kualifikasi M (MK002); dan Jasa Pelaksana Instalasi Tenaga Listrik Gedung dan Pabrik, Kualifikasi M (EL010)”.

Jadi sudah jelas bahwa panitia meminta subbidang: BG002, MK002 dan EL010 berkualifikasi M (Menengah), artinya Pokja melarang perusahan yang mengikuti tender diluar perusahaan kualifikasi M.

Faktanya, paket itu justru dimenangkan PT Karya Bisa, perusahaan kualifikasi B (B1). Penetapan Pokja itu justru menimbulkan pertanyaan, karena syarat yang diminta oleh Pokja justru dilanggar oleh Pokja PP Jateng.

Fakta hukumnya, Satker PP Jateng pernah menggugurkan peserta/perusahaan berkualifikasi B saat mengikuti tender pada Paket Pembangunan Rumah Susun Sewa TA 2017 dengan HPS Rp 37.034.930.000. Pada paket itu, panitia juga meminta peserta adalah perusahaan kualifikasi M. Ketika tender, salah satu peserta yakni PT MBP digugurkan dengan alasan: karena SBU-nya subkualifikasi usaha B1 maupun B2.

Pertanyaannya, mengapa tahun anggaran 2018 ini justru Pokja memenangkan PT Karya Bisa?

Keputusan Pokja tersebut jelas melanggar aturan yang dibuat dan disepakati bersama, serta melanggar Peraturan Menteri PUPR No 19/PRT/M/2014 tentang perubahaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultansi, dan juga Peraturan Menteri PUPR No. 31/PRT/M/2015 tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, yakni pasal 6d ayat 5 menyebutkan: paket konstruksi dengan nilai diatas Rp 2,5 miliar sampai dengan Rp 50 miliar adalah dipersyaratkan hanya untuk mengerjakan untuk kualifikasi menengah yang kemampuan dasar memenuhi syarat, dan pada (ayat 6) yakni paket pekerjaan konstruksi sebagaimana pada (ayat 5) harus dituangkan dalam pengumuman pelelangan dan dokumen pemilihan/dokumen kualifikasi.

Begitu pula di Permen PUPR No.19/PRT/M/2014 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan pada LAMPIRAN III juga sudah dijelaskan adanya pembagian misalnya: untuk K1: 0 – Rp 1 M; K2: 0 – Rp 1,75 M; K3: 0 – Rp 2,5 M; dan kualifikasi M1: 0 – Rp 10 miliar; M2: 0 – Rp 50 miliar; B1: 0 – Rp 250 M; dan B2: 0 – Tak Terbatas.
Bahkan salah satu subbidang milik PT Karya Bisa yakni BG002 (Jasa Pelaksana Konstruksi Bangunan Multi atau Banyak Hunian) diduga belum teregistrasi ulang atau telah habis masa berlakunya pada saat pembuktian kualifikasi dokumen tanggal 15 Maret 2018 – 05 April 2018.

Begitu pula penyampaian isian kualifikasi dokumen pengadaan oleh pemenang diragukan atau tidak valid, yakni sejumlah tenaga ahli (TA) untuk SKA-nya antara lain Ahli K3/Ahli teknik bangunan gedung atas nama DjT, SHL dan CJS untuk ahli K3 Konstruksi karena masa berlaku telah habis sampai tanggal 21 Juni 2017, dan bila dari luar personil untuk SKA diambil dan diajukan oleh pemenang maka keabsahannya juga diragukan.

Surat Kabar Harapan Rakyat dan harapanrakyatonline.com mempertanyakan dengan surat konfirmasi Nomor: 028/HR/V/2018 tanggal 07 Mei 2018 yang disampaikan kepada Kepala Satuan Kerja SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Jawa Tengah.

Kasatker Menjawab
Kasatker SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Jawa Tengah, Ir Sugiharjo MPPM melalui suratnya tanggal 15 Mei 2018, menjelaskan, bahwa pemenang PT Karya Bisa yang mempunyai klasifikasi besar (B1) tidak melanggar aturan perundang-undangan untuk memenangkan tender pekerjaan dengan kode 40054064, mengingat pengumuman LPSE disebutkan kualifikasi usahanya adalah non kecil.

“Hal ini berdasarkan Permen PU No 31/2015, Permen PU No 8/2011 dan UU No 20/2008, dimana definisi kecil itu hanya perusahaan kecil, sedangkan non kecil adalah selain itu sehingga bisa diartikan secara linier bahwa perusahaan non kecil itu adalah perusahaan yang bisa MI, M2, BI atau B2, juga Peraturan Menteri Umum No. 19/PRT/M/2014 yang masih berlaku di lampiran III diatur untuk kualifikasi usaha besar kemampuan melaksanakan paket dari Rp 0 – sampai dengan Rp 250 miliar dengan batasan nilai pagu pekerjaan maksimal Rp 250 miliar untuk sub kualifikasi B1,” ujar Sugiharjo dalam surat jawabannya.

Dalam proses tender ini, kata Sugiharjo, tidak ada satupun perusahaan M yang memenuhi syarat sesuai Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi khususnya pasal 13 ayat 4 h, bahwa penetapan calon pemenang berdasarkan harga terendah terevaluasi diantara penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis.

“Kami akan meneliti dan memeriksa dokumen-dokumern yang ada jikalau terdapat penyedia barang/jasa memberikan data/dokumen yang menyalahi peraturan ketentuan yang berlaku, maka sesuai dengan Perpres No. 4/2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres No. 54/2010 berikut perubahannya Pasal 93 ayat 1c dan atau Pasal 118 dimana penyedia jasa telah memberikan data administrasi yang tidak benar akan kami berikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya lagi.

Disebut Sugiharjo dalam suratnya kepada HR, bahwa berdasarkan hasil evaluasi Pokja dari 6 menawar yang masuk, hanya 2 penawar yang memenuhi syarat administrasi dan teknis, yakni PT Karya Bisa dan PT Adicipta Karya Hermanda (bukan Hermanda, yang ada Hernanda-Red) dengan penawaran Rp 27.448.927.000, dan proses lelang yang daftar berjumlah 90 perusahaan dan yang memasukkan penawaran hanya 6 perusahaan dengan rincian 2 klasifikasi B1, dan 4 kualifikasi M.

Jawaban Membingungkan
Ketua Umum LSM Lapan (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian menilai, apa yang disampaikan oleh Kasatker Sugiharjo penuh trik dengan terkesan banyaknya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang disampaikan dalam suratnya kepada HR.

Namun disayangkan, apa yang disampaikan Kasatker tentang aturan ini dan itu, bahkan sesuai aturan atau tidak ada pelanggaran. “Itu semua bertolak belakang. Kasatker ini asal bunyi dan memahami gak aturan yang dibuatnya?” ujar Gintar, seraya memberi contoh, bahwa di pengumuman lelang sudah jelas-jelas dimuat ada point “Kualifikasi M”, artinya bukan hanya “non kecil’ saja untuk BG002, MK002 dan EL010.

Lalu contoh kedua, kata Gintar, Kasatker menyebutkan di Permen PU No. 19/PRT/M/2014 di lampiran III: untuk kualifikasi usaha besar (B1) melaksanakan paket dari Rp. 0 – Rp 250 miliar dengan batasan nilai pagu pekerjaan maksimal Rp 250 miliar, dan itu memang benar. Namun bila ditafsirkan maksud Kasatker, apakah boleh memang kualifikasi B1 mengerjakan paket dibawa Rp 50 miliar? Karena pengetahuan Kasatker mungkin bisa mengerjakan paket dari Rp 0 – Rp 250 M untuk B1.

Gintar menyimpulkan untuk golongan menengah (M1/M2) berdasarkan Permen PUPR No. 31/PRT/M/2015 pasal 6d ayat 5: paket kontruksi dengan nilai diatas Rp 2,5 miliar sampai dengan Rp 50 miliar.

“Sehingga itulah aturannya dan jelas, bukan setumpuk aturan yang bertele-tele, sedikit tapi jelas,” ujarnya.

Anehnya lagi, oleh Kasatker menyampaikan dalam suratnya tertulis di pasal 9 ayat 7 (Permen PUPR No.31), padahal itu ada di pasal 6d (ayat 5 ayat 6) dan ayat 7 yang berbunyi: pelelangan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dapat mengerjakan oleh penyedia jasa dengan kualifikasi besar apabila tidak ada penyedia jasa dengan kualifikasi menengah yang mendaftar dan atau peralatan utama tingkat kesulitan pekerjaan yang akan dilelangkan, sehingga hal ini sudah jelas-jelas, (artinya bukan di pasal 9 ayat 7-red) seperti yang disampaikan oleh Kasatker Sugiharjo kepada HR.

Dan itu pun, kata Gintar, kalau tidak ada kontraktor (penyedia jasa-red) golongan menengah (M1/M2) yang memenuhi lelang paket Pembangunan Rumah Susun Sewa TA 2018 (PKRSN-JATENG3), ya tak apa-apa bisa dimenangkan perusahan berkualifikasi B. Namun nyata-nyatanya ada peserta yang berkualifikasi Menengah, seperti yang sudah disampaikan oleh Kasatker, Sugiharjo, dari daftar 90 perusahaan dan yang memasukkan penawaran 6 perusahaan dengan rincian 2 klasifikasi B1, dan 4 kualifikasi M.

“Jadi sangat membingungkan jawaban Kasatker Sugiharjo dengan banyaknya peraturan ini dan itu dengan alasan tidak ada pelanggaran, namun sepertinya Kasatker tidak memahami aturan, walaupun banyak diulas. Lelang ini sudah ada pelanggaran, dan ini layak diperiksa. Bukan hanya proses lelang saja, juga oknum yang bermain dalam lelang ini termasuk Kasatker juga perlu diperiksa. Kami berharap Ditjen Penyediaan Perumahan dan Menteri PUPR segera mengusutnya,” tegas Gintar. tim

Tinggalkan Balasan