Kasatker PJPA dan Kepala BWS Sumatera II Diminta Copot

oleh -639 views
oleh
MEDAN, HR – Menteri PUPR, Basoeki Hadimoeljono dan Dirjen SDA, Mudjiadi diminta untuk mencopot dua anak buahnya yang terindikasi melakukan pengaturan proyek di Satker PJPA BWS Sumatera II tahun anggaran 2015. Kedua anak buah Menteri itu yakni Bahrru Panjaitan menjabat Kepala BWS Sumatera II, dan Manimpan Pasaribu menjabat Kasatker PJPA.
Keduanya diduga berkompeten menentukan pemenang proyek kepada PT Kharisma Bina Konstruksi dan PT Hariara. Indikasi keduanya turut bermain proyek, juga tersirat dari ungkapan Menteri PUPR yang terpublish berbagai media massa, disebutkan bahwa, “di Balai, bila ingin mendapatkan proyek harus ada uang pelicin.”
Opini yang diungkapkan Menteri itu tentu ada alasannya, mungkin juga kasus itu pernah dia temukan saat menjabat Inspektur Jenderal Kemen PU. Jadi, apa yang dikatakan Menteri itu, tentu 100 persen benar, dan paradigma itu tentu tidak ingin hilang begitu saja, walaupun Basuki Hadimoeljono telah menjadi Pembantu Presiden RI.
Siapa pun Presiden dan Menterinya, sudah terlalu bodoh si pejabat itu bila memang Satkernya bersih dari KKN, karena hal itu akan menghilangkan ‘uang haram’ yang selama ini dinikmatinya.
Terkait PT Kharisma Bina Konstruksi dan PT Hariara, sejumlah LSM angkat bicara. Reza Setiawan, kordinator investigasi dan pengkaji LSM Independent Commission Against Corruption Indonesia (ICACI) kepada HR membenarkan bahwa uang pelicin sudah menjadi alat tukar untuk mengabaikan aturan main tender.
Reza menghimbau kepada Basoeki Hadimoeljono untuk melakukan cek ricek terhadap hasil evaluasi kedua paket yang dimenang kedua PT tersebut di PJPA BWS Sumatera II. “Apakah benar sudah sesuai dengan yang dipersyaratkan Pokja,” ujarnya.
LSM ICCI melanjutkan, bahwa dua paket yang dimenangkan PT Kharisma dan PT Hariara telah diploting atau direncanakan sejak jauh hari.
“Di lingkungan kerja Kemen PUPR di BWS Sumatera II masih ada oknum pejabat yang berlomba menjadi perampok APBN dari kegiatan-kegiatan yang dikelolanya selama satu tahun anggaran. Pendidikan dan gelar yang dimiliki oknum itu, tidak digunakan untuk kepentingan masyarakat, tapi untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya, dan oknum itu tidak peduli atas kebocoran uang rakyat yang dikelola Satker tersebut,” ujar Reza.
Hal senada juga disampaikan LSM Pemantau Aparatur Negara (LAPAN), Gintar Hasugian, meminta kepada Menteri dan Dirjen Sumber Daya Air, Ir Mudjiadi, agar mengevaluasi kinerja bawahannya yang diduga meloloskan sejumlah paket yang dilelang kepada rekanan tertentu sebagai pemenang.
“Masih ada dugaan praktek “arisan” dalam mekanisme lelang proyek-proyek dilingkungan BWS Sumatera II, dan bukti bukan hanya dua paket saja yang ditulis oleh Harapan Rakyat, namun masih ada beberapa paket lainnya yang dibiayai APBN Kementerian PUPR bermasalah, termasuk pekerjaan fisiknya diduga tidak sesuai spek, seperti empat paket Pembangunan Intake dan Jaringan Pipa Transmisi Air Baku IKK tahun anggaran 2015 di lokasi di Simangumban, Siatas Barita Taput, dan di Pahae Julu Taput, Tarutung Taput. Di lokasi itu, pemasangan pipa ada yang tidak ditanam dan sambungan pipa terbuka, karena seharusnya di krat bukan di las,” ujar Gintar.
Oleh karena itu sudah selayaknya aparat terkait seperti Kejaksaan Agung turun ke lapangan untuk mengusut sejumlah paket yang bermasalah di BWS Sumatera II, baik yang diusut proses tender dan pekerjaan fisiknya, agar tercipta pencegahan pemborosan dan penyelewengan uang rakyat itu.
Jarang Ngantor
Terkait hal itu, Kasatker Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA), Manimpan Pasaribu, sudah berusaha dikonfirmasi oleh Surat Kabar Harapan Rakyat, baik melalui surat tertulis, maupun menyambangi kantornya, namun upaya konfirmasi itu selalu gagal, bahkan surat pun tidak dibalas.
Manimpan Pasaribu jarang di kantor, pergi mlulu ke Jakarta, alasannya pelatihan,” ujar sumber HR. Sumber juga mengatakan bahwa Kepala BWS Sumatera II, Bahrru Panjaitan, hanyalah boneka dari Manimpan Pasaribu.
Walau Bahrru Panjaitan sebagai bos dari Manimpan Pasaribu, hal itu bukanlah jaminan, namun untuk mengatur segala sesuatu dilingkungan BWS Sumatera II, nama Manimpan Pasaribu sangat ditakuti layaknya godfather.
Surat konfirmasi tertulis Surat Kabar Harapan Rakyat No: 082/HR/XII/2015 tanggal 14 Desember 2015 yang ditujukan kepada Kepala BWS Sumatera II, Bahrru Panjaitan, yang terkirim melalui Pos pada tanggal sama, hingga kini tidak juga berbalas. Surat itu berisikan konfirmasi mengenai dua paket pekerjaan di Satker PJPA yakni Pembangunan Bendung DI Sitakkurak 1.000 Ha Kab Tapanuli Tengah; serta paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano 2.420 Ha Kab Tapanuli Utara (di Siborongborong-red).
Domilisi PT Hariara
Berdasarkan data website Kementerian PUPR, bahwa paket Pembangunan Bendung DI Sitakkurak 1.000 Ha Kab Tapanuli Tengah dengan HPS Rp88.741.235.000, pemenang PT Hariara dengan penawaran Rp81.200.510.000, dengan mencantumkan NPWP: 01.312.422.7-012.000 dan Nomor Kontrak: HK.02.03/IR-III/2015/09 Tanggal 3 November 2014 dan waktu pekerjaan diberikan: 750 hari kerja.
Kemudian, paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano 2.420 Ha Kab Tapanuli Utara (di Siborongborong-red) dengan HPS Rp49.415.520.000 dimenangkan PT Kharisma Bina Konstruksi (PT KBK) dengan penawaran Rp42.990.127.000, dengan NPWP: 02.297.213.7-602.000 dan nomor kontrak: HK.02.03/IR-III/2015/08 tanggal 3 November 2015 dan waktu pekerjaan yakni 750 hari kerja.
Kedua paket tersebut, diduga terjadi penyimpangan prosedur didalam pengadaan dokumen dan Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015, dimana Satker atau Pokja tidak transparan atau tertutup memberikan informasi hasil evalusi teknis dan pengumuman pemenang. Bukti hal ini yakni adanya upaya menutup-nutupi informasi dengan sengaja tidak mencantumkan alasan gugur penawaran peserta.
Pengumuman pemenang yang disampaikan kepada peserta melalui di website sebagaimana tercantum dalam LDP dan papan pengumuman resmi, yakni Pokja ULP tidak memuat sekurang-kurangnya hasil evaluasi penawaran administrasi teknis, harga dan kualifikasi untuk seluruh peserta yang dievaluasi dilengkapi dengan penjelasan untuk setiap penawaran yang dinyatakan gugur dari subtansi yang dievaluasi (alasan gugur administrasi/teknis/harga/kualifikasi). Yang disampaikan ULP Pokja hanya “Tidak Lulus Evaluasi Teknis Penawaran” kepada semua peserta yang tidak lulus evaluasi teknis.
Pada paket Pembangunan Bendung DI Sitakkurak 1.000 Ha Kab. Tapanuli Tengah yang dimenangkan PT Hariara, didalam penyampaian atau pemenuhan dokumen pengadaan (administrasi) tidak sesuai persyaratan dan adanya perbedaan NPWP. Dan berdasarkan data LPJK NET, dimana NPWP PT Hariara tercatat: 01.312.422.7-064.000, sedangkan di penetapan pemenang NPWP tercatat: 01.312.422.7-012.000.
Begitu pula NPWP pemenang PT Kharisma Bina Konstruksi juga bermasalah atau tidak sesuai persyaratan, karena adanya perbedaan NPWP, yakni sesuai LPJK NET, dimana NPWP tercatat: 02.297.213.7-641.000 dan sedangkan di penetapan pemenang NPWP tercatat: 02.297.213.7-602.000.
Bahkan alamat pemenang PT Hariara sesuai domisili perusahaannya tertera di Jl. Falatehan I No.15 Blok M Melawai Jakarta Selatan 12160, ketika mengirim Koran Harapan Rakyat melalui kantor pos, dan pihak kantor pos mengembalikan dengan alasan “tidak ditemukan alamat” tersebut.
Penawaran mencurigakan
Kedua paket yang dimenangkan PT Hariara dan PT Kharisma termasuk penawaran tinggi, sehingga sejumlah peserta bahkan itu dari perusahaan BUMN, seperti PT Brantas dan PT Nindya Karya dan satu perusahaan swasta nasional PT Nusa Konstruksi, dimana mempertanyakan dari delapan (8) yang memasukkan harga, dimana pemenang PT Hariara merupakan urutan kelima sehingga terkategori penawaran tinggi.
Sementara ketiga peserta yang menyanggah adalah penawar terendah, “sangat mencolok atau jauh dari harga penawar pemenang”, hingga jelas-jelas tidak menyelamatkan atau memboroskan keuangan negara. Bahkan disebut-sebut juga pemenang PT Hariara adalah rekanan binaan yang selama ini sebagai pemenang di BWS Sumatera II.
Begitu pula perusahaan pemenang PT Kharisma pada paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano 2.420 Ha Kab Tapanuli Utara, dimana proses lelangnya diduga adanya persekongkolan dan berafiliasi sesama peserta yakni PT Kharisma sebagai pemenang dengan PT Rudi Jaya (RJ) dengan nilai penawaran Rp41.511.534.000, dan berdasarkan detail data LPJK NET, diketahui bahwa salah satu pengurus atau Direktur PT Kharisma atas nama Ferry TPW, juga merangkap sebagai personil tenaga ahli di PT Rudi Jaya.
Terkait afiliasi itu, berdasarkan Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015 Pasal 6 huruf (c) tentang Afiliasi butir (a) ke-2, bahwa yang dimaksud afiliasi adalah keterkaitan hubungan baik antar penyedia barang/jasa maupun antar penyedia barang/jasa dengan PPK dan atau anggota ULP Poka/panitia, antar lain meliputi: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai dengan derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertical.
Walau pihak Satker atau pokja mengetahui larangan terkait afiliasi itu, namun pihak Satker atau Pokja tidak menggugurkan PT Kharisma dan PT Rudi Jaya. Namun sebaliknya, PT Kharisma dipaksakan menjadi pemenang.
Demikian juga di paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano, dimana dari sepuluh peserta yang memasukkan harga, pemenang adalah urutan ketujuh (7) terendah, hingga termasuk berpotensi merugikan keuangan negara. Padahal penawar terendah yang masuk ada 6 peserta yang layak sebagai pemenang dan menyelamatkan keuangan negera dari pemborosan, salah satunya adalah PT Brantas yang merupakan penawar terendah dari pemenang yakni Rp39,9 miliar.
Paket Pembangunan Bendung DI Sidilanitano yang dimenangkan PT Kharisma berafiliasi dengan PT RJ, diduga dipaksakan menang karena diduga ada kepentingan antara Kepala BWS Sumatera II, Kasatker PJPA, dan PPK. tim

Tinggalkan Balasan