JPU Akui Keliru Menyusun Dakwaan

oleh -459 views
oleh
Ilustrasi
JAKARTA, HR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengakui adanya kekeliruan dalam menyusun dakwaannya atas terdakwa Benyamin L Hari Kuhu yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/9).
Dihadapan Majelis Hakim, JPU Arya Wicaksana mengatakan setidaknya ada dua hal yang menjadi catatannya atas kesalahan dalam menyusun dakwaannya itu, yakni kesalahan mencantumkan identitas terdakwa, bulan lahir diri terdakwa dan terkait uraian surat dakwaan.
“Mengenai kesalahan penulisan waktu dalam uraian surat dakwaan tentang waktu pembelian tanah dengan waktu akta jual beli pembelian tanah harus kami akui bahwa hal tersebut merupakan clerical eror atau kesalahan pengetikan,” sebut Arya.
Tanggapan JPU atas eksepsi kuasa hukum terdakwa kontak menarik perhatian pengunjung dan membuat Majelis Hakim menyorot pandangannya dengan fokus ke arah JPU, yang kemudian buru-buru dijelaskan JPU bahwa terkait kekeliruan itu dapat ditolerir karena dapat diperbaiki di depan persidangan.
“Bagaimana mungkin keadilan dan hak kebebasan klien saya bisa berdiri tegak diatas dakwaan yang salah alamat. Berdasarkan fakta-fakta hukum itu, karenanya dakwaan JPU harus dinyatakan batal demi hukum,” tegas Kamaruddin.
Terdakwa Benyamin L Hari Kuhu menjadi “tumbal” permainan mafia tanah dan diseret ke meja hijau oleh James Wisan dengan tuduhan telah mengusai tanah miliknya di Jalan Cilandak III No. 29 RT 002/RW 03 Kel. Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Peristiwanya terjadi pada April 2015 dimana saksi James Wisan membeli tanah 532 m2. Tapi pada akte jual-beli bernomor 111/2013 tertera dikeluarkan pada 5 April 2013 yang dibuat di PPAT Lies Hermaningsih.
“Yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin bisa terjadi perbuatan membeli tanah pada bulan April 2015 sementara akte jual belinya lebih dulu ada tahun 2013,” jelas Kamaruddin geleng-geleng kepala.
Kamauddin menjelaskan, kliennya hanyalah sebagai kuasa dari saksi Rachmawati Soekarnoputri untuk mengurus dan mengawasi obyek lokasi tersebut. “Klien saya yang hanya sebagai penerima kuasa kok dijadikan tersangka, sedangkan yang memberi kuasa (Rachmawati Soekarnoputri) hanya dijadikan saksi. Kalau perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, seharusnya yang menyuruh atau memberi kuasa juga dijadikan sebagai tersangka, karena klien saya hanya menjalankan perintah dari si pemberi kuasa,” jelas Kamaruddin.
Kamruddin juga mempertanyakan dakwaan JPU yang dinilainya tidak memiliki logika hukum terkait dengan obyek tanah yang diakui James Wisan. “James Wisan mengakui baru beli obyek sengketa dimaksud pada April 2015, lalu atas dasar apa saksi James Wuisan mensomasi terdakwa sebanyak 1 kali pada September 2013 dan pada saksi Rachmawati Soekarnouti sebanyak dua kali pada 26 September 2013 dan 1 Oktober 2013. Ini semakin membuktikan bahwa dakwaan JPU tidak jelas, tidak cermat. Karenanya, demi keadilan, majelis hakim yang terhormat tidak ragu dan memutuskan bahwa dakwaan JPU ini batal demi hukum,” ujarnya. ■ ferry

Tinggalkan Balasan