BEKASI, HR – Dua terdakwa kasus pidana farmasi ilegal Anni Tjen dan Hadi Susanto, distributor obat bahan alam berbagai jenis dan merk dari china secara besar-besaran, hasil pengungkapan kasus Direktorat Penyidikan Obat dan Makanan Badan POM RI bersama Korwas PPNS Bareskrim Polri pada bulan Februari 2024 silam, di salah satu ruko di Bekasi, Jawa Barat, masih menimbulkan pertanyaan di publik.
Sidang yang dinahkodai Majelis Hakim Basuki Wiyono, didampingi dua anggota Totok Yanuarto dan Dwi Nuramanu di Pengadilan Negeri (PN) dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fadlan Khairad Perangin Angin, dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bekasi Senin kemarin, seyoganya menyidangkan perkara terbuka untuk umum sebagaimanan Standar Operasional Prosedur (SOP) seolah bias?.
Pasalnya, awak media yang menunggu bergulirnya proses persidangan agenda pembacaan tuntutan terhadap kedua terdakwa terkecoh dengan ulah Jaksa yang merahasiakan keberadaan terdakwa sebelum sidang berlangsung.
Anehnya, cuma hitungan beberapa menit ketika awak media mencoba mencari ruang sidang kedua terdakwa, dan langsung kembali keruang sidang Tirta Satu, yang mana ruangan persidangan telah ditentukan, persidangan sudah selesai. Ada apa?.

Untuk memastikan keberadaan dan tuntutan berapa lama kedua terdakwa, awak media mencoba konfirmasi ke Jaksa Fadlan Khairad Perangin Angin dari Kejari Bekasi, tidak bersedia memberikan jawaban dan terkesan bungkam, begitu juga Ketua Mejelis Hakimpun bersikap sama,”itu kewenangan Humas,” jawab Basuki Wiyono.
Kedua terdakwa, Anni Tjen dan Hadi Susanto Alias Asiung, diamankan pada hari selasa (06/02/2024) sekira pukul 11.00 WIB, bertempat di ruko kawasan Bekasi Town Square Blok D10 jalan Cut Mutia RW 09 Kelurahan Margahayu, Kec Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Barawal, petugas Direktorat BPOM RI, mendapatkan informasi dari masyarakat, adanya usaha sediaan farmasi berupa obat bahan alam, yang diduga tidak memiliki perijinan berusaha secara daring melalui aplikasi e-commerce tokopedia, dengan nama akun Abadi99 dan Abadi999 dan aplikasi e-commerce Shopee dengan menggunakan akun marcello 14.
Selanjutnya, pada tanggal 16 Januari 2024, saksi Rahmat Wijayanto, melakukan pembelian obat bahan alam yang diduga ilegal, dijual melalui pembelian terselubung (Undercover Buy) berdasarkan surat tugas Direktur Penyidikan Obat dan Makanan Badan POM RI no R-PD. 03.01.64.01.24.34, dengan produk yang dibeli yaitu, obat bahan alam ilegal dengan merk Samyun Wan, yang telah dipublik warning oleh BPOM RI.
Setelah pembelian barang tersebut dibayar lunas, saksi Rahmat Wijayanto, lalu melakukan pemantauan pengiriman paket di ID Exspress yang beralamat di ruko CBD Bekasi Town Square di jalan Cut Mutia blok D 10 RT 06 RW 9 Bekasi Timur, Jawa Barat.

Hingga kemudian sekitar pukul 14.00 WIB, saksi Rahmat Wijayanto menerima paket tersebut dari kurir ojek online dengan identitas alamat tertera yaitu Bekasi Town Square, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Setelah memastikan produk yang dibeli adalah obat bahan alam ilegal dengan merk Samyun Wan, yang telah dipublik warning oleh BPOM RI, selanjutnya saksi Selpiana Sembiring, saksi Siti Hanifah Nurjanah, dari Direktorat Penyidikian Obat dan Makanan Badan POM RI bersama Korwas PPNS Bareskrim Polri, pada hari Selasa 6 Feb 2024 lalu, melakukan pemeriksaan ke sebuah ruko yang beralamat di kawasan Bekasi Town Square Blok D10 jalan Cut Mutia RW 9 Kel, Margahayu, Kec. Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Dari hasil penggeledahan, ditemukan sediaan farmasi ilegal sebanyak 79 (tujuh puluh sembilan) item dengan jumlah total 39.707 (tiga puluh sembilan ribu tujuh ratus tujuh) box.
Selain ditempat tersebut, saksi Loise Riani Sirait dan saksi Alfin Putri Nahdiyatin, dari Direktorat Penyidikan BPOM bersama Korwas PPNS Bareskrim Polri, juga melakukan pemeriksaan terhadap ruko yang dijadikan gudang penyimpanan sediaan farmasi ilegal di kawasan Bekasi Town Square Blok A3 dan Blok B12 jalan Cut Mutia Rwy 9 Kel, Margahayu, Bekasi Timur, ditemukan sebanyak 13 item dan jumlah total 184.764 (seratus delapan puluh empat ribu tujuh ratus enam puluh empat) box.
Setelah dilakukan interogasi kepada karyawan terungkap bahwa sediaan farmasi ilegal di ruko tersebut, seluruhnya adalah milik terdakwa Hadi Susanto alias Asiung, dan bekerjasama dengan terdakwa Anni Tjen, sudah berlangsung sejak awal tahun 2021 silam, dan dipasarkan secara online, dengan sistem bagi hasil 60% dan 40% sesuai kesepakatan kedua tedakwa.
Adapun produk-produk sediaan farmasi berupa obat bahan alam ilegal berbagai merk dan jenis dibeli oleh terdakwa Hadi Susanto dengan cara mendatangi langsung penjualnya yaitu Agung dan Dhanny di kawasan petak enam Glodok, kemudian dikirimkan langsung ke gudang milik terdakwa Hadi Susanto di kawasan Town Square Bekasi Timur. Yang menjadi pertanyaan di publik, mengapa Agung dan Dhanny tidak dijadikan jadi pesakitan di PN Bekasi.
Penelusuran Wartawan HR, dilaman SIPP PN Bekasi, berapa lama dan denda tidak ditampilkan kedua terdakwa Anni Tjen dan Hadi Susanto, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) pasal 435 Jo pasal 138 ayat 2 dan ayat 3 UU RI No.17 Tahun 2023 tentang kesehatan,dan JPU menganulir pasal pidana pasal 62 ayat (1) Jo.Pasal 8 ayat (1) huruf a UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Sekedar informasi, kasus ini menggelinding perdana pembacaan dakwaan 30 Oktober 2024 lalu, di PN Bekasi, hasil pengungkapan Direktorat BPOM RI, pada hari selasa 6 Februari 2024, ditangani Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ikhsan dari Kejaksaan Agung RI.
Mirisnya, agenda sidang pembacaan tuntutan yang kerab ditunda terhadap terdakwa Anni Tjen dan Hadi Susanto pelaku pidana sediaan farmasi ilegal salah satu distributor terbesar di seantero nusantara tercinta menjadi preseden buruk dalam dunia peradilan.
Publikpun berharap adanya perlakuan yang sama terhadap para pelaku pidana tanpa pandang bulu menjadi pergunjingan di masyarakat pencari keadilan.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum LSM-LP2I, Eduward SH., MH, ketika ditemuai di kantornya, Jumat (17/01/2025) dengan lantang mengatakan, “Sebahagian oknum Jaksa masih bermental korup, demi membela kepentingan para pelaku pidana yang berimbas pada buruknya penegakakan hukum,” ketus Eduward.
“Bila menilik kronologis kasus Anni Tjen dan Hadi Susanto sebagaimana surat dakwaan, Agung dan Dhanny selaku pemilik awal harusnya dijadikan sebagai tersangka maupun DPO dan terkesan diabaikan Penuntut Umum (PU) Ikhsan dari Kejagung RI, ada apa,” tambah Eduward.
“Untuk menghindari adanya “Permainan” dalam penanganan perkara tindak pidana oleh Penuntut Umum di Kejagung maupun Jaksa di Wilayah, seharusnya fungsi Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAMwas) yang dikomandoi Rudy Margono, bisa berperan aktif untuk memantau kinerja bawahannya untuk meminimalisir intrik oknum Jaksa dalam penanganan perkara,” pinta Eduward.
Eduward Juga meminta kasus ini disidangkan secara transfaran, “Dalam agenda berikutnya hingga vonis di PN dan meminta Majelis Hakim melakukan penahanan terhadap kedua terdakwa, sebagaimana aturan yang berlaku dalam penegakan hukum yang berkeadilan,” pungkas Eduward. •lisbon sihombing