Indeks Kesejahteraan Rakyat Jabar Turun

oleh -457 views
oleh

BANDUNG, HR – Apa sebenarnya yang jadi prioritas pembangunan di Jawa Barat, karena ternyata indek kesejahteraan kita jelek! Dari 13 capaian aspek peningkatan kesejahteraan, 5 indikator tidak mencapai target hanya 6 yang capai target, artinya tingkat kesejahteraan kita jelek.

Pernyataan ini disampaikan dr. Ikhwan Fauzi, M. Kes anggota Komisi V DPRD Jabar dan Pansus LKPJ Gubernur TA 2014 kepada wartawan di Bandung.
Standar kesehatan di Jawa Barat tidak memuaskan, derajat kesehatan di jabar ini jelek karena angka kematian bayi mencapai 217 jauh diatas ketentuan (anjuran) WHO yang hanya 102 dan angka kematian ibu melahirkan yang masih tinggi, angka harapan hidup yang tidak mencapai target, serta indek kemampuan daya beli kita masih rendah.
“Kemudian masalah BPJS, dinkes (dinas kesehatan) kita ini diharapkan turun langsung untuk antisipasinya, ternyata yang ada malah pemda membuat rumah sakit rujukan, yang dananya gede amat! Padahal sebenarnya yang harus diperkuat RSD (rumah sakit daerah) supaya orang daerah tidak ke Bandung, karena RS yang klas A-nya saja di TL Provinsi RSHS (RS Hasan Sadikin) yang milik pusat “teu kawadahan”.
“Harusnya Pemda ini memperbaiki kwalitas pelayanan RS di daerah-daerah, jadi gak perlu orang Garut, Tasik, Sukabumi pergi ke Bandung, karena terbatasnya alat di RSD-nya,” ujarnya.
Ditegaskan Sekretaris FPDI Perjuangan yang pernah jadi dokter Puskesmas di Kab. Bandung, ini, diharapkan ada pelayanan yang lebih spektakuler yang dirasakan masyarakat dari pelayanan kesehatan saat ini. “Yakni, apa nilai tambahnya, ada gak perbaikan, yang ada malah susah. Jeleknya permasalahan kesehatan di Jawa Barat ini juga menyalahkan jumlah penduduk Jabar yang besar, gak gitu alasannya,” tegasnya.
Mengenai pendidikan di Jawa Barat, Ikhwan juga menilai, aplikatif tingkat pendidikan di kita saat ini lebih rendah, sekarang terjadi penurunan tingkat partisipasi ke PT yang cuma 17 persen, kemudian pernyataan kepala Bappeda yang menyebutkan hanya 51 % lulusan SLTP yang melanjutkan sekolah, harusnya itu diperhatikan.
“Harusnya sediakanlah subsidi pendidikan, beasiswa diperbesar, open bar dan transparan jangan sembunyi-sembunyi. Karena faktornya bukan cuma proyekisme dengan RKB,” ujarnya.
Jangan kekurangan kelas jadi alasan proyekisme dengan RKB, padahal RKB pun cuma 50 persen terserap, disiapkan 4000 RKB yang baru beres 2000, dan masih banyak pungutan-pungutan, mana target gubernur bahwa semua sekolah bebas pungutan, tujuh kabupaten kota masih ada pungutan, termasuk Bandung.
Ikhwan menilai tingkat kesenjangan antara si kaya dan si miskin di Jabar ini tinggi, sehingga terciptalah indek kesejahteraan kita menurun, dan yang terjadi hanya orang-orang kaya yang bisa sekolah, hanya orang kaya yang bisa menikmati layanan kesehatan. ■ horas

Tinggalkan Balasan