Gelapkan Dana Purna Bakti, Pelindo III Dilapor ke Polda Bali

oleh -512 views
oleh
DENPASAR, HR – PT Pelindo III dibawah Direktur Utama Djarwo Surjanto dilaporkan ke Polda Bali karena diduga menggelapkan dana purna bhakti milik seorang pegawainya bernama Hamonganan Ritonga.
Delila Harahap
Laporan tersebut disampaikan oleh ahliwaris almarhum Hamonganan Ritonga yakni isterinya bernama Delila Harahap. Saat ditemui di Denpasar, Kamis (17/3), Delila menjelaskan, jika mendiang suaminya sudah pensiun dari PT Pelindo III Benoa sejak 2001 dan sampai dengan meninggalnya tahun 2013 lalu, tidak ada satu sen pun uang purna bakti yang dibayarkan oleh PT Pelindo III.
“Bahkan, saat suami saya meninggal pun, tidak ada satu pun pegawai Pelindo III Benoa Bali yang datang melayat. Padahal, suami saya bekerja selama 25 tahun di Pelindo sebagai pemandu kapal dan sampai saat ini saya masih menempati rumah dinas Pelindo yang terletak di Jl Pulau Ambon Denpasar,” ujarnya sedih.
Ia mengisahkan, dirinya awalnya tidak pernah tahu kalau suaminya mendapatkan dana purna bhakti dari perusahan milik negara tersebut. Selama memasuki masa pensiun, mendiang suaminya tidak pernah memberitahu bahwa ada dana pensiun atau dana purna bhakti sebagaimana layaknya yang diberlakukan di perusahana negara. Selama masa pensiun pula, pihak PT Pelindo III pun tidak pernah berkoordiasi, tidak pernah bersurat atau menghubungi pihak keluarga untuk mengurus dana purna bhakti tersebut.
“Sejak suami saya Hamonganan pensiun tahun 2001, sampai dengan meninggal tahun 2013, saya tidak pernah diberitahu, menerima surat resmi dari PT Pelindo III soal dana tersebut. Saya malah mengetahui dana purna bhakti milik suami saya setelah diajukan, digugat ke pengadilan oleh PT Pelindo III melalui surat rincian pembayaran uang penghargaan purna bhakti sebesar Rp 43.540.000. Tetapi anehnya surat tersebut tidak dibubuhi oleh tanggal, tahun, kapan diajukan,” ujarnya.
Kuasa hukum Delila, M.Pasaribu menjelaskan, surat rincian pembayaran itu oleh PT Pelindo III atas nama Budi Siswanto. Dalam surat tersebut terdapat banyak keanehan. Selain tidak ada tanggal dan bulan, nama penerima dana purna bhakti atas nama Hamoganan Ritonga juga ditulis salah, NIPP juga salah.
“Dari sinilah awalnya kita mengetahui ada niat untuk menggelapkan dana purna bhakti milik almarhum Hamonganan Ritonga karena dokumen yang sangat penting ternyata tidak ada. Bahkan saat diminta dokumen asli, pihak Pelindo menjawabnya tidak ada,” ujarnya.
Keanehan lain juga terjadi saat gelar perkara di Polda Bali pada tanggal 15 Maret 2016 bertempat di Ruangan Dit Reskrimum Polda Polda Bali berdasarkan laporan nomor:TBL/470/1X/2014/SPKT Polda Bali tertanggal 11 September 2014. Saat itu pihak PT Pelindo III diwakili Heribertus Haryance dan beberapa staf lainnya. Dalam gelar perkara tersebut terungkap jumlah dana purna bhakti yang dibayarkan bukan lagi sebesar Rp 43.540.000, tetapi ada kekurangan sejumlah Rp 22.100.000. Sehingga total yang dibayarkan berjumlah Rp 65 juta.
“Perbedaan ini sangat tidak beralasan karena sepatutnya pembayaran dilaksanakan pada saat pegawai yang bersangkutan memasuki masa pensiun (MPP) atau berhenti bekerja,” ujarnya. Hal ini sudah sesuai dengan Keputusan No 66/KP/1.04/P.III/99 tentang penyempurnaan lampiran keputusan Direksi No Kep.74/KP.1.04/P.III/98 tanggal 28 Desember 1998 tentang pemberian penghargaan purna bhakti PT Persero Pelindo III.
“Artinya, bahwa uang purna bhakti itu harus sudah dibayarkan pada saat pegawai memasuki masa pensiun,” ujarnya. Setelah dilakukan perhitungan, sebenarnya jumlah uang yang harus dibayarkan berkisar antara Rp 85 juta sampai Rp 100 juta sesuai dengan berbagai tunjangan jabatan struktural, tunjangan prestasi atau kinerja.
Delila berharap, PT Pelindo III perlu mengganti kerugian yang diderita suaminya di masa pensiunnya. “Saya memang tidak bisa melawan perusahan sebesar Pelindo. Dan angka uang seperti itu mungkin sangat tidak berarti bagi Pelindo. Tetapi kita hanya meminta hak-hak kita selaku karyawan Pelindo,” ujarnya. Ia berharap, kasus ini bisa diselesaikan secepat mungkin biar tidak berlarut-larut. Ia berharap PT Pelindo bisa menghibahkan rumah dinas itu menjadi hak milik, agar ia bisa tinggal di hari tuanya. Bila itu dilakukan, seluruh persoalan selesai. ans

Tinggalkan Balasan