Dugaan Mark Up Pengadaan Barang dan Jasa Berhembus dari Kemenlu RI

oleh -3.1K views
Menlu RI Retno Marsudi

JAKARTA, HR – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia yang dipimpin oleh Retno Marsudi paling tidak 5 tahun belakangan sangat membanggakan dan menorehkan banyak prestasi di kancah Internasional. Demikian dengan lingkungan internal, hampir tidak pernah terdengar berita kasus KKN.

Sangat berbeda dibandingkan dengan situasi 5 tahun sebelumnya, gonjang-ganjing pemberitaan korupsi cukup nyaring, Setjen ketika itu diseret ke meja hijau dan bolak-balik menghadiri proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Minim pemberitaan KKN 5 tahun terakhir di lingkungan Kemenlu, memberi secercah harapan bahwa ada Kementerian yang mampu untuk membebaskan lingkungannya dari KKN.

Namun, baru-baru ini dugaan mark up pengadaan barang dan jasa di Kemenlu yang masuk ke redaksi HR. Jika benar adanya, kebanggaan 5 tahun terakhir dimana gonjang-ganjing pemberitaan korupsi hampir tidak ada, bisa pupus dan sangat disayangkan jangan-jangan KKN masih tumbuh subur, namun sulit terdeteksi ?

Informasi dugaan mark up yang diterima oleh redaksi HR, diperoleh dari salah satu sumber sebut saja PG, yang baru-baru ini mengikuti tender di Kemenlu.

Lebih lanjut, PG dan sumber lainnya juga telah memberikan bukti awal sehubungan dengan dugaan persekongkolan atas tender dengan HPS Rp 46 miliar, Rp 6 miliar dan yang lainnya. Ada tender yang terlihat begitu mudahnya dimenangkan oleh perusahaan tertentu, dan ada perusahaan yang  ditunjuk/dipilih langsung walaupun nilai HPSnya cukup besar. Perlakuan tersebut sangat kontras dengan yang dialami PG ketika mengikuti tender yang nilai HPS sangat kecil.

PG mencatat beberapa bukti awal yang dapat merujuk ke beberapa oknum-oknum yang terindikasi terlibat dengan praktek mark up tersebut. Disebutkan, jika diperlukan, PG siap untuk membeberkan beberapa bukti untuk menyeret oknum-oknum dimaksud.

PG menyampaikan kepada HR, pengalaman yang selalu dikalahkan dengan alasan tertentu. Tender terakhir yang sedang diikuti adalah paket renovasi dengan nilai Rp 2,2 miliar.  PG mengajukan penawaran 72,5 % dari HPS. Menurut hitungannya dengan penawaran 72,5 %, ia masih mendapatkan margin diatas 20%.

Demikian juga ada tender dengan HPS Rp 564 juta, PG mengajukan penawaran 62,8 % dari HPS, dan menurut hitungannya, dengan penawaran yang sangat rendah tersebut, mendapatkan margin lebih dari 30%.

Saat PG dipanggil ke kantor Kemenlu untuk membuktikan hitungannya yang dituangkan dalam analisa harga satuan barang dan diperiksa oleh tim Kemenlu yang dihadiri oleh 10 orang yang dalam daftar absen tertulis sebagai Pokja, PPK, Konsultan Perencana (KP), dan Ketua ULP juga hadir.  PG menanyakan hasil pemeriksaan analisa harga satuan yang diberikan, dan respon dari KP adalah sesuai.

“Artinya, analisanya adalah benar dan perhitungan margin 30 % adalah layak, walaupun sudah mengajukan penawaran 62,8 % dari HPS,” jelas PG kepada HR, Kamis (4/7/2019) kemarin.

Nilai tender hanya Rp 560 juta dan ia mengajukan penawaran 62,8 %, sehingga harga penawarannya adalah terendah dari 12 perusahaan lainnya yang mengajukan penawaran.

Ia menyatakan, tidak mempersoalkan siapapun yang akan menjadi pemenang nantinya. Akan tetapi PG melihat proses pemilihan yang dipertontonkan oleh 10 orang tim yang hadir pada tahap pembuktian kualifikasi tersebut.

“Pertunjukan tersebut semakin menguatkan dugaan, bahwa pertarungan yang sedang saya hadapi adalah pertarungan untuk membobol benteng yang sangat kokoh, agar tidak masuk ke dalam sistim yang diduga sudah lama terbentuk,” tegas Direktur PG saat diwawancarai.

Ini sangat bertolak belakang dengan apa yang dialami oleh rekan PG, peserta dengan mudahnya dapat dimenangkan untuk proyek dengan nilai HPS Rp 2,2 miliar, walaupun SBU perusahaan tersebut sudah tidak berlaku.

“SBU tersebut adalah merupakan persyaratan yang sangat vital dalam tender dan seharusnya pada tahap awal harus gugur, malah dapat menjadi pemenang,” jelasnya.

Akses HR untuk dapat melihat dokumen tender tentu cukup terbatas, namun dengan meminjam informasi PG untuk dibuat sebagai dasar, dimana dengan penawaran 62 % dari HPS, ternyata PG masih dapat menghasilkan margin 30%, maka cost dari HPS adalah hanya 30 %.

“Dengan dasar contoh HPS tender ini, sangat fantastis sekali bahwa HPS tender di Kemenlu bisa mencapai 3 kali. Apakah ini bukan praktek mark up harga yang luar biasa ganasnya?” tanyanya.

Menteri Retno Marsudi, menjelang masa tugasnya di periode pengabdian 5 tahun terakhir ini, perlu diaudit terhadap semua pengadaan barang dan jasa tahun 2018 dan 2019.

Adanya dugaan mark up harga dan dugaan permainan kecurangan dalam lelang di tubuh Kemenlu, ketika akan dikonfirmasi, Kamis (4/7/2019), kepada panitia lelang maupun ULP, HR belum berhasil menemui, demikian dihubungi melalui telepon pada bagian Informasi Pengadaan dan Lelang E-Procurement (021) 3512002 namun tidak diangkat. ps

Tinggalkan Balasan