BEKASI, HR – Dua paket milik Pemerintah Kota Bekasi yang dilelang melalui LPSE bersumber APBD 2018/bantuan DKI Jakarta, dimenangkan oleh PT Modern Widya Tehcnical dan PT Intan Cipta Perdana, merupakan penawar tertinggi, dan selisihnya pun sangat jauh dari penawaran terendah.
PT Modern Widya Tehcnical (MWT) menang pada paket Pembangunan Flyover Cipendawa (Bantuan DKI/Kemitraan/Luncuran), nilai HPS Rp 99.050.000.000 dan penawaran Rp 91.819.350.000. Dan PT Intan Cipta Perdana (ICP) menang pada paket Pembangunan Flyover Rawa Panjang (Bantuan DKI/Kemitraan/Luncuran), nilai HPS Rp 84.050.000.000 dan penawaran Rp78.051.670.000.
Dalam perjalanan lelangnya, ada empat peserta yang memasukkan penawaran harga pada paket Pembangunan Flyover Cipendawa, salah satunya yakni PT Multi Structure (MS) dengan penawaran Rp 83.076.401.000. Selisih penawaran MWT dengan MS sangat jauh, yakni Rp 8.742.949.000.
Hal sama juga terjadi pada paket Pembangunan Flyover Rawa Panjang, dimana ada tiga peserta yang memasukkan dokumen penawaran harga, dan penawaran terendah adalah BUMN yakni PT Brantas Adipraya (BA) yakni sebesar Rp 71.316.136.000. Selisih penawaran ICP dengan BA pun sangat jauh, yakni mencapai Rp 7.392.864.000.
Penetapan pemenang kepada MWT dan ICP adalah bukti adanya upaya pemborosan uang negara. Padahal, salah satu asas tender yang berlaku pada Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang dan Jasa adalah penghematan.
MWT Rekanan Binaan
MWT merupakan perusahaan “langganan” Pemkot Bekasi setiap tahun tidak pernah absen mendapatkan paket. Pada paket yang dimenangkan MWT, sejumlah tenaga ahli yang memiliki SKA yang diajukan sebagai isian kualifikasi personil inti juga sangat diragukan, karena tenaga ahli atas miliknya sudah digunakan pada waktu bersamaan. Jadi, ada dugaan tenaga ahli yang digunakan pada paket Pembangunan Flyover Cipendawa adalah rental atau pinjaman.
Sesuai data di lpjknet, bahwa nama-nama yang tercatat SKA oleh MWT adalah Soedardji, Muhmmad Richard, Emanuel Tri Raharjo, Ir Martinus MP Hutagalung, Hardyanto Mulyadi ST, Ir Riadi dan Seto Warsono ST. Namun diantara nama-nama tersebut, diduga telah digunakan pada paket lain dengan waktu bersamaan, yakni pada paket Preservasi Rehabilitasi Benda – Sukabumi – Rajamandala/Satker PJN Wilayah II Provinsi Jabar Kementerian PUPR; Paket Pembangunan Jalan Enarotali-Sugapa II (PN)/Satker PJN III Provinsi Papua (Paniai)/Kementerian PUPR; dan Paket Preservasi Rekonstuksi Jalan Tanah Merah-Getentiri/Satker PJN Wilayah III Provinsi Papua (Tanah Merah)/Kementerian PUPR.
Bahkan diduga, salah satu SKA untuk Jabatan Project Manager (PM) memiliki pengalaman kerja kurang dari persyaratan. Dalam dokumen LPD tercantum lima tahun pengalaman, padahal seharusnya minimal 10 tahun, sehingga diduga tidak sesuai evaluasi teknis. Namun, apakah atas nama SKA tersebut digunakan sebagai personil PM oleh MWT pada paket Pembangunan Flyover Cipendawa?
Sesuai detail di lpjknet, terdapat personil tenaga ahli milik MWT sama dengan milik ICP. Sosok itu yakni Soedardji dan Muhammad Richard. Kok bisa?
Begitu pula, sesuai data di lpjknet tercatat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): 01.114.826.9-071.001, sedangkan di pengumuman penetapan pemenang tercatat: 01.114.826.9-941.000. Pertanyaannya, NPWP mana yang akan digunakan saat penagihan?
Hal lainnya, paket Pembangunan Flyover Cipendawa diikuti 80 peserta, dimana salah peserta yang ikut tender yakni berafiliasi dengan PT MUK.
KD ICP Tak Cukup
Selanjutnya, ICP selaku pemenang paket Pembangunan Flyover Rawa Panjang, dimana sesuai persyaratan yang diminta Pokja ULP untuk Sertifikat Badan Usaha (SBU): SI003 Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Jalan Raya (kecuali Jalan layang), jalan, rel kereta api, dan landas pacu bandara, SI001-Jasa Pelaksana Konstruksi Saluran Air, Pelabuhan, Dam dan Prasarana Sumber Daya Air Lainnya dan SI004-Jasa Pelaksana Konstruksi Jembatan, Jalan Layang, Terowongan dan Subway.
Berdasarkan data HR dari lpjknet, ICP tidak memiliki dua subbidang S1003 dan S1004. Sedangkan S1001 masa berlakunya telah habis atau kadarluarsa (berlaku sampai 31 Agustus 2017), yang mana proses lelang ini telah selesai akhir April 2018. Pertanyaannya, untuk mengikuti tender pada paket itu, SBU subbidang apa yang digunakan ICP?
Anehnya, sejak selesai proses lelang pada paket Pembangunan Flyover Rawa Panjang, muncul SBU subbidang/klasifikasi layanan ketiga, dengan cetak registrasi baru yakni tanggal 23 Agustus 2018, dengan hanya memiliki Kemampuan Dsar (KD) masing-masing untuk S1003 dengan KD Rp 64.710.000.000, S1004 (Jembatan) dengan KD Rp 61.931.000.000. Sedangkan S1001 sama sekali tidak memiliki KD alias nol.
Padahal, sesuai syarat yang diminta Pokja Pemkot Bekasi, peserta tender harus memiliki Kemampuan Dasar (KD), dan nyatanya hal itu tidak dipenuhi oleh ICP, atau sekurang-kurangnya sama dengan nilai HPS yang dilelang pada paket Pembangunan Flyover Rawa Panjang Rp 84.050.000.000, kecuali ICP berdiri kurang tiga tahun.
Selain itu, pada saat proses lelang (jadwal) evaluasi dokumen kualifikasi tanggal 04-10 April 2018/Pembuktian Dokumen Kualifikasi Tanggal 06-10 April 2018, dan pada saat itu diduga SBU ketiga subbidang S1003, S1004 dan S1001 telah habis masa berlakunya, yang kemudian pemilik ICP memperbarui dengan cetak registrasi terbaru tanggal 23 Agustus 2018.
Kemudian dengan adanya SBU terbaru itu, maka data personil tenaga ahli pun telah berubah. Kedua atas nama tenaga ahli yakni Soedardji dan Muhammad Richard, merupakan milik ICP menjadi hilang, dan kemudian menjadi tetap milik atas nama MWT.
Sebelum Lelang Diplot?
Menanggapi hal itu, Ketua Umum LSM Pemantau Aparatur Negara (Lapan), Gintar Hasugian, terkejut dengan adanya mega proyek yang dikerjakan tahun tunggal atau berakhir Desember 2018.
“Mampukah penyedia jasa mengerjakan tepat waktu?” kata Gintar Hasugian kepada HR.
Gintar juga menyayangkan adanya SKA yang personilnya sama-sama dimiliki MWT dan ICP.
“Jangan-jangan kedua perusahan itu berafiliasi?” tanyanya.
Ditambahkan Gintar, proses lelang itu yang memenangkan MWT dan ICP diduga sangat kental KKN-nya.
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi yang disampaikan kepada Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Pemerintah Daerah Kota Bekasi, tertanggal 27 Agustus 2018 bernomor: 047/HR/VIII/2018, namun hingga sampai dimuat beritanya, tak kunjung ada jawaban. tim