Dugaan “86” Korupsi Dikdas Jaktim TA 2011: Jamwas Diminta Tindak Jaksa Nakal di Kejati DKI

oleh -601 views
oleh
JAKARTA, HR – Kejaksaan dituntut dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Bahwa adanya laporan dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah berupa perangkat aplikasi pembelajaran ekonomi SMPN tahun anggaran 2011 pada Kantor Sudin Dikdas Jakarta Timur ke Kejati DKI Jakarta, sampai saat ini belum ada tindak lanjut. Padahal langkah yang diambil pihak kejaksaan dalam hal ini Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkait kewenangan penyelidikan telah dilakukan.
Adapun Nota Dinas dari Asisten Tindak Pidana Khusus No. ND. 44/ O. 1.5/Fd.1/ 02/ 2013 dan terbitnya Surat Perintah Penyelidikan yang memerintahkan Jaksa Lisbeth Hutahaean, SH , Jaksa Herlan J Butar-Butar, SH, Jaksa Martha P Berliana SH, Jaksa Jufri SH, Jaksa Hazairin SH berlaku 14 (empat belas) hari terhitung dikeluarkannya telah melewati jangka waktu yang ditentukan.
Penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana atau yang diduga sebagai perbuatan pidana, bermaksud untuk menentukan sikap pejabat penyelidik, apakah peristiwa yang ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau tidak. Apabila penyelidikan telah selesai dilaksanakan dalam perkara ini seharusnya ada laporan hasil penyelidikan yang dilaporkan ke Asisten Tindak Pidana Khusus dan Kajati DKI.
Menjadi sebuah pertanyaan besar apakah laporan dugaan korupsi ini memang tidak dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan dengan dikeluarkannya SP3 atau memang diselesaikan dengan cara “Kekeluargaan” atau kerap diistilahkan dengan angka “86” yang menguntungkan pihak-pihak yang berkepentingan?
Potensi kerugian yang diakibatkan bagi negara tekait laporan dugaan korupsi dalam pengadaan barang pemerintah berupa perangkat aplikasi pembelajaran ekonomi SMPN tahun anggaran 2011 pada Kantor Sudin Dikdas Jakarta Timur ke Kejati DKI Jakarta cukup besar. Peran Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Widyo Pramono dalam bentuk Pelaksanaan pengusutan, pemeriksaan atas adanya laporan, pengaduan, penyimpangan, penyalahgunaan jabatan atau wewenang dan mengusulkan penindakan terhadap oknum jaksa yang terbukti melakukan perbuatan tercela atau terbukti melakukan tindak pidana di lingkungan Kejati DKI Jakarta, baik dari atas hingga ke bawah harus dilaksanakan secara tegas dan transparan.
Terkait itu, Surat Kabar Harapan Rakyat telah berusaha mengkonfirmasikan hal itu ke Kajati DKI Jakarta dengan surat konfirmasi bernomor 03/HR/VIII/2016 tanggal 8 Agustus 2016, dan diterima di Bagian TU Kejati DKI pada 11 Agustus 2016. Surat konfirmasi itu juga ditembuskan kepada Kadis Pendidikan DKI Jakarta, Kasudin Pendidikan Timur 1, Kasudin Pendidikan Timur 2, dan Kabid Sarpras Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Menyikapi surat konfirmasi itu, Kasudin Pendidikan Wilayah II Kota Adm Jakarta Timur, H Ungkadi SE MSi, memberikan tanggapannya dengan surat bernomor S270/1.712.3 tanggal 10 Agustus 2016. Isi tanggapan dari Ungkadi yakni bahwa Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Jaktim (sekarang Sudin Pendidikan Wilayah II) tidak ada kegiatan pengadaan perangkat aplikasi pembelajaran ekonomi SMPN pada tahun anggaran 2011.
Ada kejanggalan yang diperoleh dari Surat Tanggapan tersebut, dimana Sudin Pendidikan Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Timur hanya menjadi Tembusan Surat yang HR tujukan ke Kajati DKI Jakarta segera memberikan respon/tanggapan, sedangkan Sudin Pendidikan Dasar Jakarta Timur (sekarang Sudin Pendidikan Wilayah I) yang dilaporkan adanya dugaan tindak korupsi dan Kejati DKI Jakarta masih memilih untuk tidak menjawab.
Isu “86”
Konon, kasus ini nyata telah ditangani Kejati DKI, namun proses penangannya tidak dilanjutkan hingga meja hijau. Kabar yang beredar yang berhasil dihimpun HR dari berbagai sumber, menceritakan bahwa kasus itu telah dikunci rapat-rapat oleh tim penyidik, karena ada peran dari petinggi di Kejaksaan Agung sebagai “pelindung”.
Didi Sugandi
Konon lagi, bargaining untuk mengunci rapat-rapat kasus itu mencapai miliaran rupiah yang dikucurkan ke oknum di Kejaksaan Agung dan Kejati DKI Jakarta.
Namun, informasi yang terhimpun itu bukanlah menjadi suatu pedoman untuk pembenaran. Karena suatu pembenaran harus didasarkan pada dua alat bukti. Alat bukti yang ada adalah surat Nota Dinas, Sprindik, dan Surat Jalan Penyerahan Barang dari Kontraktor PT Dinar Semesta Raya berjumlah dua lokasi sekolah, dan Bill of Quantity (BQ) yang ditandatangani Drs Abdul Rasyid MSi selaku Kasudin Dikdas Jaktim merangkap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Pengadaan aplikasi pembelajaran ekonomi SMPN yang tertera dalam BQ berjumlah 74 set, sedangkan yang didistribusikan hanya 2 set aplikasi untuk dua sekolah.
Beberapa pejabat penting Disdik DKI diduga turut terlibat dalam kasus ini, diantaranya Togu Siagian selaku PPK/Panitia Lelang, Didi Sugandi selaku Kabid Sarpras pada masa itu, dan Kasudin Dikdas Jaktim.
Bila ditelusuri dari Nota Dinas dari Asisten Tindak Pidana Khusus No. ND. 44/ O. 1.5/Fd.1/ 02/ 2013 dan terbitnya Surat Perintah Penyelidikan yang memerintahkan Jaksa Lisbeth Hutahaean, SH , Jaksa Herlan J Butar-Butar, SH, Jaksa Martha P Berliana SH, Jaksa Jufri SH, Jaksa Hazairin SH berlaku 14 (empat belas) hari terhitung dikeluarkannya telah melewati jangka waktu yang ditentukan. Bahkan, hingga kini belum ada satu pun yang terseret ke meja hijau.
Patut ditanyakan, apakah peran ‘sang pelindung’ yang duduk di Kejaksaan Agung tersebut sangat manjur mempengaruhi independensi penyelidik dan penyidik Kejati DKI dalam menangani kasus laporan dugaan korupsi tindak pidana khusus? Selain itu juga dipertanyakan, apakah penyelidik dan penyidik Kejati DKI tidak memiliki mentalitas sebagai penegak hukum, namun lebih mengedepankan sifat kegotong-royongan sebagai salah satu cara dalam “penyelesaian” suatu kasus? kornel


(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan