PANGKALPINANG, HR — DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama APDESI dan ABPEDNAS Kabupaten Bangka Barat, Senin (24/11/2025). Pertemuan tersebut menindaklanjuti surat dari BPD dan para kepala desa terkait keberlanjutan kewajiban plasma dan CSR perusahaan sawit. Sebanyak 25 desa hadir dalam agenda tersebut.
Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, menjelaskan bahwa BPN mencatat sekitar 30 ribu hektare Hak Guna Usaha (HGU) milik enam perusahaan telah terdaftar secara resmi. Sesuai ketentuan, perusahaan wajib menyediakan kebun plasma minimal 20 persen dari total luas HGU.
“Dengan HGU kurang lebih 30 ribu hektare, kewajiban plasma mencapai hampir 7.000 hektare. Namun hingga kini, baru sekitar 1.311 hektare atau 5,4 persen yang terealisasi. Angka ini jauh dari ketentuan Permentan Nomor 98 Tahun 2013,” tegas Didit.
Ia menjelaskan bahwa kebun plasma harus ditempatkan di luar kawasan HGU. Jika masyarakat belum memiliki lahan, perusahaan dapat melakukan konversi melalui mekanisme Nilai Objek Pengganti (NOP) yang dinilai tim independen. Nilai per hektare kemudian disalurkan oleh pemerintah desa sesuai mekanisme yang berlaku.
“Prinsipnya, kewajiban ini mutlak. Ada sanksi bila tidak dijalankan,” ujarnya.
Dalam forum tersebut, seluruh anggota DPRD dari Dapil Bangka Barat mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja) untuk menangani persoalan plasma dan CSR perusahaan sawit. Didit menyatakan bahwa usulan tersebut akan dibawa ke Badan Musyawarah untuk dipertimbangkan.
Sembari menunggu keputusan pembentukan panja, Didit meminta perusahaan sawit segera melakukan koreksi dan bekerja sama dengan pemerintah desa agar kewajiban plasma sesuai Permentan 98/2013 dan kewajiban CSR berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2012 dapat terlaksana dengan baik. agus priadi






