Dipaksa Pilih Paslon Tertentu, Sanjiharta Laporkan Kelian Adat dan 6 Tokoh ke Bawaslu

oleh -1.4K views
oleh

BALI, HR – Kasus pengucilan yang dialami Ketut Gede Sanjiharta asal Banjar Panca Dharma, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung terus bergulir.

Sanjiharta merasa tertekan secara psikologis, fisik dan mental karena dikeluarkan dan dikucilkan dari Banjar Panca Dharma. Karena mengalami berbagai intimidasi tersebut, Sanjiharta akhirnya melaporkan kasus tersebut ke Bawaslu Bali, dengan ditemani kuasa hukumnya Togar Situmorang, Kamis (8/3/2018).

Saat datang ke Bawaslu, Sanjiharta langsung membawa bukti dan dua saksi. Sanjiharta diambil keterangannya oleh Bawaslu Bali, mulai dari proses awal intimidasi hingga dikeluarkan dan kasepekang atau dikucilkan dari Banjar Panca Dharma.

Menurut Sanjiharta, dirinya melaporkan Kelian Adat Banjar Panca Dharma bernama Nyoman Suwantra bersama dengan 7 tokoh masyarakat lainnya yakni I Putu Gede Sentanu, I Made Pandu Arsa Wirawan, I Nyoman Sanjaya, I Ketut Ardana, I Ketut Widana, dan I Wayan Tirsa.

“Saya melaporkan intimidasi yang saya alami berupa sanksi adat yakni kasepekang (dikucilkan) dari Banjar. Sanksi adat ini tidak ada hubungannya dengan peristiwa ketika saya diadili pada tanggal 28 Februari 2018. Sanksi ini sangat berdampak secara psikologis terhadap anak isteri saya, mertua, ipar, dan keluarga besar saya. Ini sanksi yang tidak ada hubunganya dengan apa yang saya share di akun pribadi saya,” ujarnya.

Sejak dikucilkan banyak pertanyaan dari keluarga besar dan banyak dari keluarga. Mereka sedih dan tertekan karena sanksi tersebut. Menurutnya, sanksi adat ini akan berdampak sangat berat bagi dirinya dan keluarganya.

“Kalau ancaman ini benar, maka saya tidak punya hak apa-apa secara adat di Banjar Panca Dharma. Kalau mati pun saya tidak boleh dikuburkan di Banjar. Saya akan dibakar di Pekuburan Umum Mumbul,” ujarnya sambil menitikan air mata.

Ia mengisahkan, pemanggilan terhadap dirinya dilakukan pada awal Februari lalu. Waktu itu pemanggilan terhadap warga dilakukan berupa pemukulan kulkul (kentungan). Saat warga sudah berkumpul di Bale Banjar, maka datanglah korban Sanjiharta. Awalnya, informasi yang diterimanya adalah rapat soal akan diturunkan bantuan hibah dari Pemkab Badung yang difasilitasi oleh anggota DPRD Badung. Namun, tanpa diketahui dirinya, agenda rapat berubah yakni membahas gambar Paslon Nomor 2 yang dishare melalui akun facebook miliknya.

“Di forum rapat itu, malah forum mengkonfirmasi soal gambar paslon di facebook. Saat itu saya diminta menjelaskan gambar itu. Saya jujur bahwa itu akun saya, dan saya yang share gambar Mantra-Kerta. Lalu Kelian Banjar menjelaskan, jika saya sudah tanda tangan surat pernyataan untuk mendukung pasangan calon I Wayang Koster-Tjokorda Oka Arta Ardana Sukawati (Koster-Ace). Forum juga menvonis saya bahwa gara-gara gambar itu, beberapa bantuan social dibatalkan,” ujarnya.

Rapat itu memutuskan beberapa hal antara lain, Sanjiharta diminta untuk tidak memilih paslon Mantra-Kerta, dilarang berkampanye soal Mantra-Kerta, dilarang mempengaruhi warga Banjar untuk memilih Mantra-Kerta.

Kemudian pada 28 Februari malam hari, sekitar pukul 20.00 Wita, sanksi adat itu akhirnya diputuskan. Bahwa warga Banjar Panca Dharma, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi atas nama Ketut Gede Sanjiharta kasepekang atau dikeluarkan dari banjar secara adat.

“Saya berpikir bahwa tidak gampang mengucilkan saya dari banjar saya, dengan kasus yang hanya urusan politik. Sanksi adat itu harus ada kasus berat secara adat. Ini kan hanya soal pilihan politik saya,” ujarnya.

Bahkan, ada warga yang mengajurkan agar dirinya bersama keluarganya segera pindah ke BTN, dan tidak perlu tinggal di banjarnya.

Sementara Kuasa Hukum Sanjiharta, Togar Situmorang mengatakan, saat ini kliennya sudah pada taraf stress secara psikologis. Seluruh keluarganya tertekan secara mental karena dikucilkan dari masyarakat. ans

Tinggalkan Balasan