Dinas PUPR Kab Bogor Sarang KKN, Domisili PT PHM di Rumah

oleh -2.2K views
oleh
Dua domisili PT Putra Hari Mandiri: Kiri - Jalan Sempuna No 26 Pekanbaru (Kota) – Riau, merupakan kediaman saudara perempuan pemilik perusahaan. Bahkan, pemilik perusahaan yang diketahui bernama Candra, juga menetap di rumah tersebut. Kanan – Jalan Jenderal Ahmad Yani II No 7 Kota Pekanbaru – Riau, merupakan domisili lama dari PT Putra Hari Mandiri. Rumah berpetak dua itu merupakan rumah warga, yang pada tiga tahun lalu dikontrakan kepada PT Putra Hari Mandiri.

CIBINONG, HR – Salah satu perusahan yang mengerjakan paket peningkatan jalan di Wanaherang-Bojong Kulur, yakni PT Putra Hari Mandiri (PT PHM), sesuai judul paket yakni Peningkatan Jalan Bojong Kulur – Jatiasih dengan penawaran Rp 6.402.933.000, diduga berdomisili di perumahan dan bukan di lahan yang peruntukan kantor.

Berdasarkan tayang/detail di situs LPJK-NET, bahwa PHM tercatat memiliki double domisili, yakni di Jalan Jenderal Ahmad Yani II No 7 Kota Pekan Baru – Riau, dan di Jalan Sempurna No 26 Pekanbaru (Kota) – Riau. Kedua domilisi itu merupakan rumah warga, dan bukan peruntukan kantor. Bahkan, Direktur Utama PT PHM, Candra SE, yang sehari-hari mengendarai sepeda motor, juga tinggal bersama saudara perempuannya di Jalan Sempurna No 26 Pekanbaru (Kota)-Riau. Alamat tempat tinggal Dirut PT PHM juga diketahui milik saudara perempuannya.

Anehnya, di pengumuman penetapan pemenang paket Peningkatan Jalan Bojong Kulur- Jatiasih tertulis beralamat di Jalan Sempurna No 26. Padahal detail di LPJK-NET tertulis alamat di Jalan Jenderal Ahmad Yani II No 7. Berdasarkan aturan dan peraturan yang berlaku, seharusnya menggunakan domisili yang tercatat di LPJK-NET.

Investigasi HR di Pekanbaru, bahwa domisili PT PHM di Jalan Jenderal Ahmat Yani II No 7 berstatus kontrakan pada rumah petak dua milik warga. salah satu petak kontrakan itu digunakan untuk kantor PHM. Menurut warga, PHM terakhir mengontrak tiga tahun lalu. Karena itu, saat HR meninjau kantor PHM, kondisinya dalam keadaan kosong tak berpenghuni.

Per tanggal 26 Januari 2018 masih dikerjakan.

Hingga saat ini, Candra terkesan menghindar dari kejaran konfirmasi HR. Bahkan telepon, SMS, dan WA pun tidak dijawab olehnya. Candra menghindar seakan ingin melindungi “pemain” yang menyewa perusahaannya, sekaligus pelaksana paket Peningkatan Jalan Bojong Kulur – Jatiasih -Kabupaten Bogor.

Hal yang sama pula, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) milik PT PHM juga double yakni NPWP: 02.202.089.5-218.000 dan NPWP: 02.202.089.5-216.000. Lalu, NPWP mana yang dipakai untuk mengikat kontrak?

Proyek Molor
Sebagai Tindaklanjut pemberitaan sebelumnya (edisi 588 Tanggal 22 – 29 Januari 2018) berjudul: Diduga “Setoran” Mengalir ke Eksekutif dan Legislatif Kab Bogor, “Rekanan Hitam” Merdeka, sesuai pantauan HR dan harapanrakyatonline.com di lokasi pekerjaan, bahwa per tanggal 26 Januari 2018, pekerjaan proyek di Jalan Letda Natsir, Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor hingga Pesona Mahkota (perbatasan dengan Jatiasih Bekasi), masih dikerjakan rekanan. Ironisnya, HR tidak mengetahui siapa pelaksana proyek itu, karena papan proyeknya tidak ada.

Warga setempat pun bertanya-tanya, mengapa Kabupaten Bogor masih ada mengerjakan “proyek siluman” di tahun anggaran 2018. Padahal, warga mengetahui bahwa proyek Dinas PUPR itu dibiayai APBD TA 2017, dan telah tutup buku.

Semestinya, Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) melakukan finalti atau denda terhadap PT PHM, sesuai aturan yang tertuang di Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, bahwa perusahaan yang terlambat mengerjakan proyek dilakukan denda atau finalti dengan rincian: (1 mil/seribu/hari) x nilai kontrak, dan bila mencapai 5 persen maka dilakukan blacklist kepada perusahaan.

Awal Nopember 2017, proyek sepanjang jalan, termasuk lingkungan Villa Nusa Indah (di Pasar Ponjol-red) ada pekerjaan saluran dan jalan sekitarnya, di lokasi itu juga terlihat papan proyek atas nama PT Putra Hari Mandiri (PT PHM) yang kokoh berdiri hingga pertengahan Desember 2017. Kini, papan proyek tersebut tidak ada lagi.

Permasalahannya, apakah PHM tersebut masih terus mengerjakan proyek yang terlambat itu? Atau atas nama perusahaan lainnya? Pasalnya, paket di sekitar dari Nagrak (Cikeas) – sampai ujung Bojong Kulur ada beberapa paket dengan beberapa perusahaan sebagai pelaksana.

Tender Bermasalah
Diketahui, ada beberapa paket yang dilelang oleh ULP Pangadaan Barang Jasa Kabupaten Bogor untuk perbaikan jalan, mulai dari Wanaherang – Bojong Kulur, Kec Gunung Putri Bogor, diantaranya adalah paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur Paket III dengan HPS Rp 12.888.000.000, yang dilaksanakan PT Karadenan Jaya dengan penawaran Rp 12.243.000.000 atau 94,99 %.

Kemudian, paket Peningkatan Jalan Bojong Kulur – Jatiasih dengan HPS Rp 7.443.000.000, yang dikerjakan PT Putra Hari Mandiri dengan penawaran Rp 6.402.933.000, dengan NPWP: 02.202.089.5-218.000.

Lalu ada paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur Paket II yang dikerjakan PT TMK Rp 6.800.000.000 dan Paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur IV yang dikerjakan PT KPJ Rp 3.663.656.000. Kedua paket ini juga dipertanyakan, namun tidak ada jawaban hingga beritanya dimuat pada pertengahan Nopember 2017 lalu.

Papan proyek PT PHM sempat terlihat, walau kini telah menghilang.

Kemudian kedua paket tersebut diatas, yakni paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur Paket III dan Peningkatan Jalan Bojong Kulur – Jatiasih dalam proses lelangnya, oleh Surat Kabar Harapan Rakyat telah mempertanyakan dengan Nomor: 76/HR/XI/2017 tanggal 06 Nopember 2017 yang disampaikan kepada Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang/Jasa (BLPBJ) Kab Bogor. Namun sampai saat ini belum ada tanggapan.

Yang dipertanyakan HR adalah, pemenang PT PHM dan PT KJ, dimana dari 11 peserta yang memasukan penawaran harga/biaya, pemenang adalah urutan 10 terendah atau termasuk penawar tinggi, sehingga berpotensi merugikan keuangan daerah/negara.

Selain itu, ULP Pokja meminta syarat Kualifikasi yakni “Non Kecil” untuk Sertifikat Badan Usaha (SBU): S1003 ( Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Jalan Raya (kecuali Jalan layang), jalan, rel kereta api, dan landas pacu bandara).

Namun, sesuai yang tertayang/detail situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET), bahwa perusahaan penetapan pemenang PT Karadenan Jaya (KJ) adalah Kualifikasi badan usaha golongan besar (B1). Kemudian, proyek yang kerjakan pada paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur Paket III yang dimenangkan PHM, juga termasuk perusahaan berkualifikasi golongan besar (B1).

Kedua paket yang dikerjakan PHM dan KJ seharusnya diperuntukan untuk badan usaha menengah (M1 atau M2), sehingga penetapan pemenang terhadap kedua peruasahaan itu tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) Permen PUPR No.19/PRT/M/2014 tentang perubahaan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

Selain itu, juga melanggar Peraturan Menteri PUPR No 31/PRT/M/2015 pasal 6d (5) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, yakni paket pekerjaan konstruksi dengan nilai Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar dipersyaratkan hanya untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi usaha menengah bukan kualifikasi B1. Di ayat (6) disebutkan, yakni di dalam dokumen pengadaan pemilihan harus dituangkan/dicantumkan kualifikasi, yang artinya bukan hanya Non Kecil saja. Peraturan tersebut berlaku untuk seluruh instansi Pemerintah baik di Pusat maupun Daerah/Kota. tim

Tinggalkan Balasan