BEKASI, HR – Di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, persidangan (04/11/2021) pada perkara gugatan No.564/Pdt.G/2020/PN. Bekasi telah putus Niet Ontvankelijke verklaard (NO) alias gugatan tidak dapat diterima oleh Ketua Majelis Hakim Ranto dan R.Rajagukguk serta Rofiq masing-masing hakim anggota yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Menurut keterangan Raja Tahan Panjaitan selaku kuasa hukum Penggugat JS diduga putusan perkara gugatan perceraian terhadap ET, oleh Ketua Majelis Ranto dan tim adalah berdasarkan asumsi. Dengan dalih perceraian yang diajukan oleh penggugat harus melalui Lembaga Adat Batak namanya “Dalihan Natolu”. Hal ini menjadi pertanyaan dasar hukum lembaga ini apa? Di mana alamat lembaga adat itu ?.
Dikatakan terhadap putusan perkara No.564/Pdt.G/2020/PN. Bekasi merasa kecewa diduga telah lalai menerapkan hukum dan diduga putusan tersebut bukan berdasarkan Undang-undang.
Juga karena tidak adanya melalui Lembaga Adat sehingga gugatan penggugat dianggap prematur dan tidak dapat diterima. Diduga majelis hakim telah melanggar hukum acara karena memberikan sesuatu melebihi apa yang diminta (ultra petita). Alasanya tergugat tidak mengajukan eksepsi untuk menyatakan gugatan prematur.
Langkah selanjutnya akan mengajukan upaya hukum. “Dan akan melaporkan majelis hakim perkara itu ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) pada (08/11/2021),” ujar Raja Tahan Panjaitan pada jumpa pers 08/11/2021 di PN Bekasi.
Untuk diketahui dalam gugatan perceraian oleh Penggugat terhadap ET adalah bahwa sejak awal perkawinan diduga pertengkaran antara Penggugat JS dan Tergugat ET sudah terjadi. Dan setiap terjadi keributan Tergugat selalu meminta untuk diceraikan dengan mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mencari status kawin saja dari Penggugat JS.Namun Penggugat tidak pernah menanggapi secara serius dan mengkhawatirkan karena bawaan hamil Tergugat ET, dst. med