Diduga Fee Mengalir ke Eksekutif dan Legislatif Pemkab Bogor, “Rekanan Hitam” Merdeka !

oleh -1.4K views
oleh
Per tanggal 19 Januari 2018 masih ada proyek yang dikerjakan dan tidak ada papan proyeknya.

CIBINONG, HR – Pantauan tim HR dan harapanrakyatonline.com sampai 19 Januari 2018 pada pekerjaan proyek di Jalan Letda Natsir, Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor, atau persisnya pintu keluar gerbang Villa Nusa Indah sampai Pesona Mahkota (Perbatasan dengan Jatiasih Bekasi), masih dikerjakan pemborong. Ironisnya, tidak diketahui perusahaan pelaksana karena tidak ditemukan papan proyek di lokasi, sehingga terkesan “proyek siluman”.

Warga yang melintasi jalan tersebut terheran karena masih ada ditemukan pekerjaan proyek, padahal anggaran tahun 2017 telah selesai atau tutup buku.

Dani, warga setempat menjelaskan kepada HR, bahwa sepanjang jalan dari Nagrak (Cikeas) sudah selesai dikerjakan dan sudah mulus, namun mengapa masih ada beberapa ratus meter yang tak kunjung selesai.

“Padahal kita tahu bahwa anggaran tahun 2017 APBD Kabupaten Bogor sudah tutup penagihan,” kata Dani.

Perusahaan pelaksana pun terkesan “siluman” karena tidak terpasang papan proyek, hingga minggu ketiga Januari 2018 masih beraktivitas menyelesaikan pekerjaan itu.

Semestinya Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) melakukan finalti atau denda. Dan sesuai pedoman Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012 dan Perpres No 4/2015 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, bahwa perusahaan yang terlambat mengerjakan proyek dilakukan denda atau finalti dengan rincian 1 mil/seribu/hari dan seterusnya, dikali dari nilai kontrak dan bila mencapai 5 persen maka dilakukan blacklist kepada perusahaan pelaksana.

Awal Nopember 2017, proyek sepanjang jalan, termasuk lingkungan Villa Nusa Indah (di Pasar Ponjol-red) ada pekerjaan saluran dan jalan sekitarnya, yang sempat memasang papan proyek atas nama PT Putra Hari Mandiri sampai pertengahan Desember 2017, namun kini papan proyek tersebut tidak ada lagi.

Cuma permasalahannya, apakah perusahaan PT Putra Hari Mandiri tersebut masih terus mengerjakan proyek yang terlambat itu? Atau atas nama perusahaan lain? Pasalnya, paket di sekitar dari Nagrak (Cikeas) – Ujung Bojong Kulur ada beberapa paket dengan beberapa PT yang mengerjakan.

Tender Bermasalah?
Seperti diketahui, ada beberapa paket yang dilelang oleh ULP Pangadaan Barang Jasa Kabupaten Bogor untuk perbaikan jalan di sekitar dari Wanaherang – Bojong Kulur, Kec Gunung Putri Bogor, diantaranya adalah paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur Paket III dengan HPS Rp 12.888.000.000 dilaksanakan PT Karadenan Jaya dengan penawaran Rp 12.243.000.000 atau 94,99 %.

Kemudian, paket Peningkatan Jalan Bojong Kulur – Jatiasih dengan HPS Rp 7.443.000.000 dikerjakan PT Putra Hari Mandiri dengan penawaran Rp 6.402.933.000. Perusahaan ini berdomisili di Pekanbaru dengan NPWP: 02.202.089.5-218.000.

Selain kedua paket itu, juga paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur Paket II yang dikerjakan PT Tri Manunggal Karya Rp 6.800.000.000, dan Paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur IV yang dikerjakan PT Karya Papindo Jaya Rp 3.663.656.000.

Kedua paket tersebut diatas, yakni Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur Paket III dan Peningkatan Jalan Bojong Kulur – Jatiasih dalam proses lelangnya, oleh Surat Kabar Harapan Rakyat (HR) telah mengajukan surat konfirmasi dengan Nomor: 73 /HR/XI /2017 tanggal 06 Nopember 2017, yang ditujukan kepada Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang/Jasa (BLPBJ) Kabupaten Bogor. Namun sampai saat ini (19 Januari 2018), surat tersebut tidak berbalas.

Yang dipertanyakan HR, adalah pemenang PT Karadenan Jaya (PT KJ), dimana dari 11 peserta yang memasukan penawaran harga/biaya, pemenang adalah urutan 10 terendah (termasuk penawar tinggi), sehingga berpotensi merugikan keuangan daerah/negara.

Selain itu, ULP Pokja meminta syarat Kualifikasi yakni “Non Kecil” untuk Sertifikat Badan Usaha (SBU): S1003 (Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Jalan Raya (kecuali Jalan layang), jalan, rel kereta api, dan landas pacu bandara). Namun, sesuai yang tertayang/detail situs Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET), bahwa perusahaan penetapan pemenang PT Karadenan Jaya adalah Kualifikasi badan usaha golongan besar (B1), sedangkan proyek yang kerjakan pada paket Peningkatan Jalan Wanaherang – Bojong Kulur Paket III sesuai oleh perusahaan pemenang PT Putra Hari Mandiri juga berkualifikasi golongan besar (B1).

Padahal, kedua paket yang dikerjakan PT Putra dan PT KJ dengan masing-masing nilai paket HPS yakni Rp 7.443.000.000 dan Rp 12.888.000.000 seharusnya diperuntukan kepada badan usaha menengah (M1 atau M2).

Hal itu jelas tidak sesuai dengan ketentuan yang tertuang pada Surat Edaran (SE) Permen PUPR No 19/PRT/M/2014 tentang perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultansi, dan juga Peraturan Menteri PUPR No. 31/PRT/M/2015 pasal 6d (5) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi, yakni paket pekerjaan konstruksi dengan nilai Rp 2,5 miliar sampai Rp 50 miliar dipersyaratkan hanya untuk pelaksana konstruksi dengan kualifikasi usaha menengah, bukan malah kualafikasi B1. Dan serta di ayat (6) tersebut disebutkan yakni didalam dokumen pengadaan pemilihan harus dituangkan/dicantumkan kualifikasi, yang artinya bukan hanya saja Non Kecil, yang mana peraturan tersebut berlaku untuk seluruh instansi Pemerintah baik di Pusat maupun Daerah/Kota.

Berdasarkan tayang/detail di situs LPJK NET, bahwa perusahaan pemenang PT Putra Hari Mandiri berdomisili di Jl Jenderal Ahmad Yani II No.7 Kota Pekan Baru – Riau. Sedangkan di penetapan pemenang tercatat berdomisili di Jalan Sempurna No 26 Pekanbaru (Kota) – Riau, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) PT Putra Hari Mandiri double yakni NPWP: 02.202.089.5-218.000 dan NPWP: 02.202.089.5-216.000. Lalu mana yang benar domisili dan NPWP untuk mengikat kontrak?

Gintar Hasugian selaku Ketua Umum LSM Pemantau Aparatur Negara (LAPAN) menyayangkan sampai saat ini masih ada proyek yang dibiayai APBD belum selesai dikerjakan, yang umumnya tahun tunggal.

“Harusnya, pihak owner yakni Dinas PUPR Kab Bogor bertindak dan memberi sanksi kepada pemborong yang terlambat melaksankan paketnya,” ujar Gintar kepada HR, (19/1/18), di Jakarta Timur.

Ditambahkannya, sanksi tegas diberikan Dinas PUPR kepada kontraktor yang tidak bisa menyelesaikan proyek tepat waktu.

“Jika sampai 31 Desember 2017 proyek belum juga rampung, Dinas PUPR akan memberi sanksi denda bagi kontraktor. Sanksi yang diberikan berupa denda keterlambatan sebesar satu per mil (seperseribu) per hari dari total nilai anggaran kontrak kerja, dan bila mencapai 5 persen, maka perusahaan di blacklist,” ujarnya. tim

Tinggalkan Balasan