JAKARTA, HR – Sebagai tindaklanjut pemberitaan dimuat HR dan www.harapanrakyatonline.com pada edisi sebelumnya, mengenai tender “Tahun Jamak” dilingkungan Satuan Kerja SNVT Pengembangan Air Minum (PAM) Strategis, Ditjen Cipta Karya yang bersumber dari APBN 2016 kembali dipertanyakan.
Berdasarkan detail aplikasi LPSE Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dimana salah satu paket untuk proyek tahun jamak adalah paket Optimalisasi SPAM Kab Blora (MYC 16-17) dengan kode lelang bernomor 19814064 dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 54.000.000.000.
Penetapan pemenangnya yakni PT. Telaga Gelang Indonesia dengan penawaran harga senilai Rp 49.160.215.000 atau 91 persen, dimana domisili dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan pemenang diragukan karena double.
Dalam pengumuman pemenang oleh PT Telaga Gelang Indonesia (PT. TGI) tercatat nomor pokok wajib pajak (NPWP) : 31.250.197.6-010.000, sementara data detail yang diperoleh dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK-NET) tercatat : 31.250.197.6-016.000.
Begitu pula, domisili atau alamat perusahaan pemenang PT TGI, tercatat di penetapan pengumuman pemenang yakni di Ruko Mega Grosir Cempaka Mas Blok. P No. 29 Jl. Letjend Suprapto Kel. Sumur Batu Kec. Kemayoran – Jakarta Pusat (Kota) – DKI Jakarta, sedangkan berdasarkan detail LPJK tertulis di Komp. Golden Plaza Blok E No.27 Jl. RS. Fatmawati No.15 Kel. Gandaria Selatan Kec. Cilandak, Jakarta Selatan.
Sehingga, adanya perbedaan NPWP dan Domisili perusahaan pemenang yang tertulis di pengumuman dengan detail LPJK, sehingga kebenarannya sangat diragukan karena ada dugaan ketidak-jujuran dalam administrasi dokumen pengadaan yang dilelang oleh Satker SNVT Pengembangan Air Minum Strategis, Ditjen Cipta Karya.
Berdasarkan Peraturan LPJKN No. 10/2013 pasal 13 (3) yang berbunyi: bahwa dalam hal ditemukan perbedaan data, antara data yang tertuang pada SBU dengan data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net), maka dinyatakan benar adalah data yang tertayang pada situs LPJK Nasional (www.lpjk.net).
Dengan adanya perbedaan NPWP dan Domisili penetapan pemenang PT TGI, maka hal itu jelas-jelas tidak sesuai Perpres No. 54/2010, pasal 19 ayat 1 dan Pepres 4/2015 yang menyebutkan bahwa persyaratan dari Penyedia Barang (kontraktor-red) adalah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha, dibuktikan dengan berbagai surat ijin, termasuk wajib pajak atau NPWP adalah mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak, dan bila ada perbedaan NPWP kemana mengikat kontraknya?
Anehnya lagi, sangat fantastis dengan Kemampuan Dasar/KD perusahaan pemenang, dan walaupun tercatat di LPJK Net (Detail Data KBLI Tambahan) untuk persyaratan untuk SBU, yakni subbidang/Klasifikasi – Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Perpipaan Air Minum Minum Lokal/(S1008) dengan Konversi Subbidang kode 25003 yang dimiliki perusahaan pemenang untuk Kemampuan Dasar/KD senilai Rp 1.714.500.300.000 yang diperoleh tahun 2010 pada pekerjaan Perpipaan Air Bersih/Limbah wilayah Bandara Hang Batam oleh pemberi tugas PT Aneka Persada Pratama senilai Rp 571.500.100.000 atau dikalikan dengan 3NPt, maka Kemampuan Dasar/KD senilai Rp 1,7 triliun lebih itu diragukan.
Sebab pada saat itu (tahun 2010) dan diragukan adanya proyek yang disubkan oleh PT Aneka Persada Pratama kepada PT TGL dengan nilai sampai lebih Rp570 miliar.
Bahkan, sesuai detail di LPJK, bahwa perusahaan pemenang PT TGL berdasarkan pendirian aktenya, tercatat pada tanggal 13 Juli 2011, padahal pengalaman kerja atau kemampuan dasarnya telah diperoleh tahun 2010 untuk khusus subbidang – Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Perpipaan Air Minum Minum Lokal/(S1008).
Surat Kabar Harapan Rakyat telah mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi dengan nomor : 003/HR/I/2017 tanggal 23 Januari 2017 yang disampaikan kepada Kepala Satker SNVT Pengembangan Air Minum Strategis, Ditjen Cipta Karya, namun sampai saat ini (4 Februari 2017) belum ada tanggapan dari Kasatker, PPK dan maupun Pokjanya.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum LSM Lapan (Lembaga Pemantau Aparatur Negara), Gintar Hasugian menilai adanya NPWP memiliki double, dan domisili yang berbeda, dan hal ini tidak dibenarkan.
“Berdasarkan Peraturan LPJK Nasional No. 10/2013 pasal 13, jelas-jelas yang tertayang adalah yang benar di LPJKNET, namun hal ini, kok ada dua NPWP dan domisili” Mana yang benar? Bila ada berlainan NPWP-nya, diduga indikasi administrasi dokumen pengadaan tidak cakap,” kata Gintar kepada HR belum lama ini di Jakarta.
Dilanjutkan Gintar, adanya perbedaan NPWP dan domisili yang tertayang di pengumuman lelang dengan yang tertayang di LPJKNET sangat disayangkan, dan harusnya hanya ada satu NPWP untuk satu perusahaan.
“Tidak boleh ada dua NPWP, termasuk perubahan yang masih dalam proses lelang atau sesudah kontrak. NPWP adalah suatu ikatan hukum dalam proses pembayaran kontrak proyek, dan NPWP itu juga salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan rekening Koran, dan apalagi mengikuti tender-tender yang dilakukan oleh Pemerintah harus ada NPWP yang jelas,” ujar Gintar.
Dikatakan Gintar, apabila data di e-proc atau Pusdata Kementerian PUPR berbeda dengan data di LPJK, itu bukan karena error atau kesalahan di e-proc-LPSE, tapi menjadi kelalaian ULP Pokja.
Bukankah lelang di Pemerintah itu adalah satu dalam bagian, artinya dokumen peserta yang lelang di Kementerian PUPR dengan di kementerian lainnya atau di Pemda adalah dokumen yang sama atau tidak berbeda pengajuannya oleh penyedia jasa atau kontraktor yang mengikuti lelang di Pemerintah.
“Oleh karena itu, adanya double NPWP atau berbeda di pengumuman lelang dengan yang tayang di data LPJK Nasional, apalagi domisili juga berbeda, maka kemungkinan besar dokumen lainnya juga dipertanyakan, maka hal ini patut dicurigai dan bila perlu diperiksa,” ujarnya, sembari menambahkan bahwa PA/KPU termasuk PPK dan Pokja seakan-akan tutup mata dengan memuluskan langkah perusahaan pemenang.
Selain itu, ULP/Pokja berpotensi tidak melakukan penilaian kualifikasi penyedia jasa melalui prakualifikasi pada pasal 6 (Perpres No. 54/2010 dan perubahannya Perpres 70/2012, Perpres 4/2015), dan juga diduga melanggar Perpres pasal 19 ayat 1, bahwa persyaratan dari Penyedia Barang adalah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha (dibuktikan dengan berbagai surat ijin, termasuk sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak .
Gintar mempertanyakan kemampuan dasar SBU kode S1008 untuk Jasa Pelaksana Untuk Konstruksi Perpipaan Air Minum Minum Lokal, sesuai syarat yang dibuat oleh Pokja, dimana oleh perusahaan pemenang yang detail di LPJK sangat fantastis sampai Rp1,7 triliun.
“Apa benar itu? Sebesar itu? Cross check dulu sebelum masuk detail ke LPJK NET. Fantastis, kemampuan dasar perusahaan pemenang itu, padahal perusahaan kontraktor lainnya seperti kalangan BUMN pada tahun itu mungkin tidak sampai segitu!” kata Gintar. tim
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});