Di PJNW II Banten, KKN Tender Dihalalkan

oleh -459 views
oleh
Proyek Jalan Nasional di Banten Selatan
BANTEN, HR – Beberapa kasus tender yang diduga dimenangkan dengan cara berkonspirasi di PJN Wilayah II Banten, hingga kini belum diusut aparat terkait. “Kebal hukum dan dilindungi” menjadi indikasi bahwa oknum pejabat PJNW II Banten enggan menjawab konfirmasi tertulis.
Jaringan kejahatan tender di salah satu Satker bawahan Dirjen Bina Marga Kemen PUPR tersebut nampaknya telah terorganisir rapi, sehingga kritikan dari luar dianggap angin lalu, karena keyakinannya tidak akan ‘disentuh’ oleh penegak hukum apapun.
Hal inilah yang patut menjadi pekerjaan rumah bagi Dirjen Bina Marga Kemen PUPR, H Hediyanto W Husaini, untuk mengungkap siapa dalang kejahatan terorganisir di PJNW II Banten. Dirjen Bina Marga yang sebelumnya mantan Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kemen PUPR pasti sangat mudah mengungkap itu, karena dirinya telah mengenal siapa saja pengusaha yang kerap ‘makan’ di Kemen PUPR.
Apalagi di PJNW II Banten, sangat mudah dihitung dan ditebak siapa saja yang memiliki dukungan AMP serta masa berlaku kelaikan operasionalnya. Dan hal inilah yang dikonfirmasi Surat Kabar Harapan Rakyat kepada PJNW II Banten, dan hingga kini Satker tersebut tidak mampu memberikan jawabannya.
Sejumlah kalangan LSM yang mengikuti perkembangan pemberitaan HR terkait tender di PJNW II Banten, angkat bicara.
“Kalau tidak benar berita yang dimuat oleh Harapan Rakyat, harusnya itu dibantah oleh Kasatker, PPK ataupun Pokjanya. Namun ini tidak ada bantahan dan malah diam, seolah-olah benar terjadi. Kasatker harus berani menjawab konfirmasi dan klarifikasi Harapan Rakyat, karena saat ini era keterbukaan,” ujar Reza Setiawan, Koordinator Pengkaji dan Investigasi LSM ICACI kepada HR, (2/7).
Reza berharap kepada Dirjen Bina Marga Kemen PUPR menginstruksikan Kasatker maupun Pokja PJNW II Banten agar menjawab surat konfirmasi
tertulis Surat Kabar Harapan Rakyat.
“Ya, periksa berkas dokumen pengadaan pemenang, apakah benar sesuai persyaratan yang dipersyaratkan oleh panitia lelang?” ujar Reza terkait adanya pemenang tender yang diduga melampirkan dokumen kelaikan AMP yang masa waktunya telah habis.
Reza juga berharap kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono agar menindak tegas bawahannya yang diduga bersekongkol dengan pihak perusahaan maupun pihak ketiga dalam menentukan pemenang tender.
Reza juga mengutip statement Menteri PUPR beberapa waktu lalu yang menegaskan, “Bahwa di Balai Besar Jalan Nasional bila mendapatkan paket harus ada uang pelicin.”
Reza pun mengamini statement Menteri PUPR tersebut, karena memang demikian faktanya. “Semua itu terjadi di seluruh Indonesia, termasuk PJNW II Banten,” ungkap Reza.
Surat Konfirmasi
Harapan Rakyat telah mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi dengan No: 033/HR/VI/2015 tanggal 1 Juni 2015 kepada Kepala Satker SNVT PJN Wilayah II Provinsi Banten, yang beralamat di Jl. Raya Jakarta Km. 04 Kp. Baru Pakupatan Serang, Banten melalui kantor pos, namun sampai saat ini (23 Juli 2015) belum ada tanggapan dari Kasatker maupun PPK atau Panitia lelang hingga berita ini layak naik cetak.
Seperti yang sudah dimuat sebelumnya, tender konstruksi dilingkungan Satker SNVT PJNW II Banten, Balai Besar PJN IV (DKI, Jabar dan Banten), Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR tahun 2015 yang dimenangkan perusahaan pada masing-masing paket proyek, diduga Asphalt Mixing Plant (AMP) bersertifikat tidak laik operasi, dan selain itu juga lelangnya diduga sudah diatur untuk memenangkan rekanan tertentu.
Paket Bermasalah
Paket yang diduga bermasalah itu yakni paket Pelebaran Jalan Simp Labuan-Cibaliung (14,11 Km) dengan HPS Rp52.759.585.000 dengan pemenang PT IK (Istaka Karya) senilai Rp51.083.660.000, dimana AMP perusahaan PT IK belum bersertifikat laik operasi atau sertifikat kadaluarsa dan belum mengajukan surat permohonon sertifikasi yang berlokasi atau basecamp di Jl. Kalempar, Bunder, Ciwandan, Ciromo Kelurahan Kerpuh, Cirebon dengan merek Taisung/Tipe 1000 dan kapasitas 60 TPH.
Begitu pula penetapan pemenang PT CI (Conbloc Infratecno) pada paket Pelebaran Jalan Muara Binuangeun-Simpang-Bayah (10,76 Km) dengan nilai penawaran Rp44.778.406.000 dari nilai HPS Rp52.655.000.000, dimana AMP yang berlokasi/basecamp di Jl. Raya Patrol KM 159 + 00 Sumur Adem Timur Kec. Sukra Kabupaten Indramayu dengan merek Nikko/tipe Nap 1000/Kapasitas 60 TPH/dengan alasan pindah lokasi juga tidak laik operasi.
Sedangkan AMP PT RAP (Rama Abdi Pratama) juga belum bersertifikat laik operasi, atau artinya masih dalam dilaksanakan pemeriksaan dan dalam tahap perbaikan sesuai rekomendasi tim pemeriksa, yang mana lokasi atau basecampnya di Jl. Desa Taman Sari Pangkalan KM 2 Karawang dengan merek Seloakti dengan tipe SS 1000/Kapasitas 60 TPH, dimenangkan pada paket Pelebaran Jalan Cibaliung-Simpang-Bayah-Bts Jabar (7,25 Km) dengan HPS Rp52.790.250.000 dan nilai penawaran PT RAP Rp42.820.359.000.
Bahkan penetapan pemenang PT RAP itu juga disanggah dua perusahaan peserta, dan salah satu peserta penyanggah menyatakan, “ada indikasi memenangkan perusahaan ‘jagoan’ dengan modus mengumumkan hasil evaluasi teknis peserta lain tidak lulus sehingga tidak diperlukan klarifikasi, dan bahkan mempertanyakan apakah benar telah dilakukan terhadap peserta pemenang? Dan juga berencana akan melakukan ‘demo’ ke Kementerian PUPR dan KPK agar dilakukan ‘sita berkas’ terhadap perusahaan pemenang.”
Ketiga perusahaan (PT IK, PT CI dan RAP) yang menang pada paket proyek masing-masing, diduga memakai AMP bersertifikat tidak laik. Anehnya, walaupun diketahui AMP bersertifikat tidak laik, Pokja maupun Kasatker PJNW II Banten tetap memenangkan perusahaan-perusahaan itu.
Terungkapnya kasus ini, jelas dan terang benderang adanya dugaan kejahatan tender yang diperankan Satker PJNW II Banten bersama Pokjanya dan rekanan ‘jagoannya’.
SE Dirjen Bina Marga
Padahal sudah dipertegas dan berdasarkan Surat Edaran (SE) Ditjen Bina Marga No. 10/SE/Db/2014 tentang Penyampaian standar dokumen pengadaan dan spesifikasi umum 2010 (Revisi 3) untuk pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan, yang kemudian oleh Kepala Balai Besar PJN IV mengeluarkan surat edaran bernomor : 14/SE-BV/2014 tertanggal 15 Desember 2014, dimana salah satu poin surat edaran Kepala Balai tersebut menginstruksikan kepada peserta lelang yang mengajukan penawaran pekerjaan jasa konstruksi jalan untuk melampirkan Sertifikasi Kelaikan Operasi Peralatan Asphalt Mixing Plant (AMP) pada dokumen penawaran dan bila diperlukan melaksanakan instruksi ke lapangan dalam rangka mengevaluasi jarak lokasi AMP dengan lokasi pekerjaan yang bertujuan meminimalkan penurunan suhu hotmix di lokasi pekerjaan.
Atas instruksi tersebut, maka bagi penyedia jasa yang mengikuti tender harus melampirkan di dalam dokumen penawaran yakni persyaratan peralatan AMP yang sudah bersertifikat laik operasi.
Ketiga perusahaan pemenang tender, yakni PT CI dimana lokasi AMP-nya di Kabupaten Inramayu, AMP PT RAP di Kabupaten Karawang dan AMP PT IK yang berlokasi di Cirebon, hingga jarak AMP ke lokasi proyek masing-masing perusahaan yang dikerjakan, seperti PT IK di daerah Labuan, PT CI di Simpang Bayah, daerah Rangkasbitung. Sedangkan lokasi proyek yang dikerjakan PT PT RAP di daerah Cibaliung-Simpang-Bayah (Banten Selatan -perbatasan Jawa Barat), jelas-jelas jarak AMP masing-masing perusahaan pemenang ke lokasi proyek berkisar diatas 120 Km, dan itu pun AMP-nya diduga bersertifikat tidak laik operasi.
Padahal sesuai analisa teknisnya perjalanan AMP/hotmix, dimana berdasarkan jarak antara AMP dengan jarak lokasi proyek berkisar 65 Km atau sampai 90 Km, atau kecepatan perjalanan rata-rata 30 Km/jam atau 2,2 jam sampai 3 jam dan turun temperature diambil rata-rata 5 derajat/jam, atau total penurunan temperature dalam perjalanan diperkirakan 10,2 derajat dan temperature hotmix saat meninggalkan AMP rata-rata 155 derajat. Oleh karena itu, apakah perusahaan-perusahaan pemenang paket tersebut sesuai persyaratan analisa teknisnya? Terutama dihitung dari antara lokasi AMP dengan jarak lokasi proyek, tentu tidak masuk akal dan sangat jauh jaraknya. tim/p/k

Tinggalkan Balasan