DENPASAR, HR – Pada Februari 2025, Provinsi Bali mengalami deflasi bulanan sebesar -0,57%, lebih dalam dari deflasi bulan sebelumnya (0,02%). Secara tahunan, inflasi Provinsi Bali menurun menjadi 1,21% (yoy) dari 2,41% (yoy) pada Januari 2025.
Deflasi bulanan terjadi di seluruh Kabupaten/Kota di Bali, dengan Kabupaten Tabanan mencatat deflasi terdalam sebesar -1,05% (mtm) atau inflasi tahunan 1,23% (yoy), diikuti Kab. Badung dengan deflasi sebesar -0,89% (mtm) atau inflasi tahunan 0,98% (yoy).
Kemudian, Singaraja mengalami deflasi bulanan sebesar -0,81% (mtm) atau inflasi tahunan 0,27% (yoy). Terakhir, Kota Denpasar mengalami deflasi bulanan sebesar -0,13% (mtm) atau inflasi tahunan 1,70% (yoy).
Deflasi ini disumbang oleh penurunan harga dalam kelompok perumahan, listrik, bahan bakar rumah tangga, serta makanan dan minuman. Sumber deflasi utama adalah diskon tarif listrik dan penurunan harga komoditas hortikultura seperti bawang merah dan cabai rawit.
Namun, deflasi terhambat oleh kenaikan harga bensin, daging babi, wortel, pepes, dan bahan bakar rumah tangga. Kenaikan harga daging babi dipengaruhi oleh tingginya permintaan dari daerah luar Bali, sementara harga bensin dipengaruhi oleh kenaikan harga Pertamax.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Prov. Bali, Erwin Soeriadimadja mengatakan meskipun inflasi terkendali, kenaikan harga komoditas pangan menjelang rangkaian Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) perlu diwaspadai.
“Terdapat risiko kenaikan harga daging dan telur ayam ras di tengah tren peningkatan harga global jagung sebagai bahan baku pakan ternak sejak Juli 2024, yang disertai peningkatan permintaan pada periode HBKN,” ungkapnya.
Dengan adanya resiko itu, BI Provinsi Bali mengajak seluruh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk bekerja sama menjaga stabilitas harga dengan meningkatkan produktivitas pertanian melalui penguatan regulasi perlindungan lahan pangan dan efisiensi rantai pasok pangan. Kerja sama antara pemerintah, petani, dan sektor lainnya diperlukan untuk memperkuat ketahanan pangan.
“Penciptaan ekosistem ketahanan pangan yang melibatkan bumdes, perumda pangan, dan koperasi, serta kerja sama hulu-hilir antara petani, penggilingan, perumda pangan, dan horeka (hotel, restoran, dan kafe),” ucapnya.
Selain itu, regulasi yang mendukung penggunaan produk lokal oleh sektor tersebut juga harus diperkuat.
Bank Indonesia Bali menekankan pentingnya strategi 4K (Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif) dalam pengendalian inflasi. Masyarakat juga diharapkan untuk menerapkan perilaku belanja bijak selama rangkaian HBKN agar tidak memicu kelangkaan yang dapat meningkatkan harga bahan pokok.
Bank Indonesia yakin inflasi Bali 2025 akan tetap terjaga dalam target inflasi nasional sebesar 2,5%±1%. dyra