JAKARTA, HR – Koordinator Masyarak Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengendus adanya ‘bau amis’ dalam proses penangannya perkara tindak pidana korupsi penyediaan dan operasi kapal pada PT Pertamina Trans Kontinental tahun 2012-2014. Pasalnya tim penyelidik jajaran Jampdisus dinilai sangat lamban untuk menentukan sikap tegas. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
“Agar ada kejelasan penanganan perkara ini, lebih baik KPK ambil alih saja, karena tidak ada kejelasan ditangani kejaksaan. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta dan mendesak KPK mengambil alih kasus korupsi yang diduga melibatkan mantan Direktur Utama PT Pertamina Trans Kontinental (PTK) Ahmad Bambang,” ujar Bonyamin, Kamis (2/2) di bilangan Jakarta Selatan.
Ahmad Bambang dan Bonyamin Saiman |
Boyamin Saiman mengatakan, pengambil alihan kasus tersebut oleh KPK dari KejaksaanAgung (Kejagung) karena Kejagung dinilai tidak mampu menangani kasus tersebut dan hanya mengecilkan persoalan hanya pada keterlambatan penyerahan kapal.
Ia juga meragukan penanganan perkara korupsi di KejaksanAgung. Pasalnya sudah lebih dari satu perkara yang dihentikan penyidikannya (SP3). “Nampaknya banyak SP3,”katanya.
Menurut Bonyamin surat resmi sudah dikirim ke KPK. “Saya meminta permintaan resmi ke KPK diambil alih. Saya juga meminta BPK melakukan audit investigasi. Ini proses pengadaanya di markup dan kong kalingkong, nampaknya ini lamban banget. Audit BPK awal sudah ada informas kerugian, sampai sekarang penyelidikan belum selesai.,”ungkapnya, seraya mengatakan semestinya Kejagung juga mengembangkan kerugian Negara pada dugaan mark up dan kong kalikong, sehingga KPK harus mengambil alih perkara ini.
Boyamin menjelaskan, selanjutnya KPK juga harus meminta BPK melakukan audit investigasi, sehingga dapat diketahui berapa kerugian negara yang terjadi di PT PTK selama dirutnya dijabat oleh Ahmad Bambang, khususnya audit investigasi atas pengadaan kapal tersebut. Pengadaan kapal oleh PT PTK penuh masalah, mulai dari perencanaan hingga pengoperasian, akibatnya Negara dirugikan ratusan miliar.
Apalagi, lanjut Boyamin, dipanggilnya Wakil Dirut PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang yang berkali-kali, namun tidak memenuhi undangan dari tim penyelidik kejaksaan dan tim penyelidik hanya pasrah saja tidak berbuat tindakan yang tegas. ” Ahmad Bambangberkali-kali telah diundang penyelidik guna dimintai keterangan, namun berkali-kali yang bersangkutan tidak mengindahkan undangan tersebut. Penyelidikan Oktober 2016, pernah dipanggil tidak datang. Kedua tak mau datang, tapi malah mengundang penyidik ke kantornya. Lalu Senin kemarin diundang lagi untuk dimintai keterangan, tapi juga tidak hadir dan tak ada kabarnya,” jelasnya.
Ahmad Bambang telah beberapa kali mangkir dari panggilan Kejagung, Boyamin menyayangkan sikap Kejagung dengan tidak adanya perintah lanjutan membawa paksa.
Lebih lanjut Bonyamin memaparkan, berdasarkan kajian Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dari pengadaan empat kapal anchor handling tug supply (AHTS) Transko oleh PT Pertamina Trans Kontinental (PTK), kerugian Negara diduga sekitar Rp 180 miliar.
“Kerugian terjadi karena dugaan kong kalikong dalam penentuan harga dengan kontraktor pembangunan kapal. Kontraktor sudah ditunjuk, MoU sudah diteken, tapi harga baru ditetapkan kemudian.Diduga harganya sudah di mark up hingga 100 persen.Ini semua karena dugaan mismanagement direksi periode 2012-2014 di bawah Ahmad Bambang,”tandas pria yang juga merupakan coordinator kuasa hukum dari Antasari Azhar ini.
Dugaan MAKI, sambungnya, untuk pengadaan empat kapal tersebut PT PTK harus membayar hingga USD 56.392.020. Harga itu sangat mahal, karena di pasaran untuk jenis dans pesifikasi yang sama harganya hanya sekitar USD 28 juta untu kempat unit. “Artinya Negara rugi lebih dari USD 28 juta,”beber Bonyamin. igo
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});