Banjir di Sintang, Perekonomian Kota Terganggu Oleh: Dr. Antonius

Penulis adalah dosen dan peneliti di Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Mencermati kejadian banjir di Sintang yang telah berlangsung sekitar 5 (lima) pekan ini telah mengundang para netizen untuk beropini tentang berbagai penyebab terjadinya banjir. Ada yang beranggapan bahwa konversi lahan yang berlebihan, ada yang mengatakan karena aktivitas illegal yang menyebabkan pendangkalan sungai, ada yang mengatakan hutan sudah berkurang dan lain-lainnya.

Berdasarkan informasi dari para sesepuh, bahwa banjir di Sintang selama kurang lebih 60 tahun terakhir ini ada beberapa kali banjir besar. Banjir terbesar pada Tahun 1963, pada saat banjir tersebut menurut beberapa sumber bahwa banjir Tahun 1963 muka air masih di atas air banjir tahun 2021 ini. Selain itu, pernah banjir cukup besar pada Tahun 1955, lalu Tahun 1983 dan Tahun 2010. Namun pada Tahun 2010 akses jalan Nasional (Jalan Lintas Melawi, Akcaya I) masih bisa dilewati oleh kendaraan.

Jika kita menyimak lebih jauh, kejadian banjir Tahun 1963 terjadi pada saat kondisi hutan masih utuh, belum ada perkebunan kelapa sawit, transmigrasi, pertambangan, dan juga belum ada perusahaan penebangan kayu. Berangkat dari kondisi banjir Tahun 1963 dan dicoba untuk ditarik garis penghubung pada kejadian banjir Tahun 2021 ini, tentu akan membuat banyak opini bisa termentahkan, bahkan paling tidak akan menjadi alasan pembenaran atas beberapa kegiatan pembangunan.

Namun perlu kita ketahui, bahwa apapun aktivitas pembangunan sudah dipastikan memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Pada saat dimana kondisi sudah melebihi daya dukung dan daya tamping lingkungan, maka kejadian yang tidak diinginkanpun akan terjadi.

Sangat disayangkan, hingga saat ini data tentang curah hujan, baik intensitas maupun frekuensi kejadian turunnya hujan pada setiap tahun kejadian banjir, khususnya tahun 1955, 1963, 1983 belum bisa didapat guna untuk membandingkan dengan data curah hujan tahun 2010 dan 2021.

Ketika data curah hujan dari sejak tahun 1955 tersedia, maka akan membantu untuk menentukan apakah konversi lahan, penebangan kayu, tambang illegal dan lain-lainnya menjadi factor paling dominan menjadi penyebab banjir Tahun 2021. Terlepas dari itu semua, secara umum beberapa kemungkinan penyebab terjadinya banjir di Kabupaten Sintang Tahun 2021 ini, antara lain:

  1. Curah Hujan Tinggi

Tingginya curah hujan yang terjadi, berdampak pada meningkatnya volume air di daratan. Jika air tidak bisa terserap dengan sempurna oleh tanah atau dialirkan ke sungai, kondisi ini bisa menjadi penyebab banjir bandang, terutama di area perbukitan.

  1. Daerah Dataran Rendah/Daerah Resapan Air

Daerah dataran merupakan daerah penampung air, terutama sebelum air dapat mengalir melalui sungai-sungai yang memiliki tampungan terbatas. Kota Sintang, sebagian besar merupakan daerah rendah dan menerima kiriman air dari berbagai daerah perhuluan yang memiliki banyak anak-anak sungai besar dan danau besar. Tidak sedikit rumah penduduk yang langganan banjir tahunan, karena berada di daerah dataran rendah dan tangkapan air.

  1. Penebangan Hutan

Penebangan hutan secara besar-besaran akan berdampak besar terhadap kemampuan tanah menyerap air, karena hutan dapat membantu penyerapan air hujan secara besar-besaran oleh tanah. Apabila hutan gundul, maka daya serap tanah berkurang karena terjadi pemadatan tanah yang akan mengakibatkan besarnya aliran permukaan (run off).

  1. Salah Sistem Kelola Tata Ruang

Kesalahan pada sistem tata kelola ruang di daerah perkotaan biasanya seringkali menyebabkan sering terjadinya banjir. Dengan adanya kesalahan tersebut, biasanya air akan sulit menyerap ke dalam tanah dan menyebabkan aliran air menjadi lambat. Sementara pada musim penghujan, air yang datang ke daerah tersebut akan lebih banyak jumlahnya dari biasanya sehingga dapat cepat menyebabkan banjir.

  1. Tanah Tidak Mampu Menyerap Air

Ketidakmampuan tanah dalam melakukan penyerapan air biasanya disebabkan karena berkurangnya lahan hijau atau lahan terbuka lainnya yang ada di perkotaan. Hal tersebut mengakibatkan air masuk ke dalam saluran, sungai, danau, ataupun selokan. Apabila tempat-tempat tersebut sudah meluap, dapat dipastikan bahwa air yang meluap mengakibatkan banjir. Pada kondisi di Kota Sintang yang masih merupakan kota kecil, tentu hal sepertinya tidak begitu berdampak signifikan. Namun lebih ditentukan oleh kiriman air di perhuluan yang kemungki

  1. Kapasitas Sungai Terbatas

Sebagian besar daerah Kalimantan Barat di kenal dengan DAS Kapuas yang juga dialiri oleh Sungai Kapuas sepanjang 1.143 Km. Sungai Kapuas memiliki sub das yang secara keseluruhan mengalir ke Sungai Kapuas, sehingga apabila terjadi curah hujan merata di seluruh daerah perhuluan, maka Sungai Kapuas tidak akan mampu menampung volume air hujan yang berasal dari berbagai anak sungai yang secara keseluruhan menuju sungai Kapuas.

  1. Gas Rumah Kaca

Ada beberapa dampak buruk akibat polusi udara, seperti meningkatnya karbon dioksida dan perubahan cuaca ekstrem. Selain itu, asap industri juga dapat membuat pemanasan global, yang akhirnya bisa menjadi penyebab terjadinya banjir.

Dibalik semua kejadian banjir Tahun 2021 di Sintang ini, ada banyak pembelajaran positif yang dapat kita petik, antara lain tingginya tingkat kepedulian masyarakat kepada sesama yang tertimpa bencana banjir.

Beberapa hari penulis mencoba mengumpulkan beberapa opini dari berbagai masyarakat yang di jumpai, yaitu tingginya kepedulian kepada sesama yang menderita tertimpa bencana banjir, antara lain bermunculnya posko peduli banjir yang setidaknya tercatat 33 posko di Kecamatan Sintang dan sekitarnya.

Ada yang menyediakan tempat pengungsian sekaligus dapur umum, ada yang hanya dapur umum selanjutnya mengedarkan makanan kepada masyakat yang terdampak banjir. Posko-posko bantuan didirikan oleh semua lapisan masyarakat, bahkan mulai dari sekolah-sekolah, perguruan tinggi, organisasi masyarakat, perusahaan, partai politik, lebih-lebih pemerintah yang memang menjadi domainnya.

Ada juga masyarakat yang justru memperoleh manfaat atas bencana banjir, yaitu para penyedia jasa transportasi dengan biaya yang membengkak, bahkan ada relawan yang menyumbangkan nasi bungkus kepada masyarakat terdampak banjir yang masih bertahan di rumah, relawan harus membayar mahal kepada penyedia sampan, bahkan menurut info di dapat dalam satu hari (±6 jam) dikenakan tarif hingga Rp 700.000,-.

Ini tentu dilakukan segelintir orang diantara parra penyedia transportasi gratisan, terhadap hal seperti ini kedepannya, sebagai bentuk mitigasi bencana banjir khususnya, diharapkan pemerintah dapat hadir secara penuh lewat kebijakan penanggulangan bencana banjir yang dapat membantu masyarakat secara luas dan bahkan menyeluruh. Antara lain menyediakan sampan minimal satu buah untuk setiap RT terdampak banjir. Mengingat masyarakat di Sintang cukup familiar dengan banjir.

Bahkan tidak sedikit masyarakat yang enggan mengungsi dan memilih tetap tinggal di rumahnya. Kondisi pemukiman masyarakat yang cukup banyak berada di bantaran sungai dan daerah rendah bukan disebabkan oleh lahan yang sempit seperti di kota-kota besar, melainkan karena sudah secara turun temurun menempati bantaran sungai, ini juga berkaitan dengan jaman dahulu arus transportasi mengandalkan jalur sungai sehingga pemukiman sudah sejak lama ada. Ini berkaitan erat dengan kelak jika dilakukan peninjauan tata ruang terkait letak pemukiman hendaknya tetap mempertimbangkan keamanan dan kearifan lokal.

Mencermati peristiwa bencana banjir di Kabupaten Sintang dan secara khusus di Kota Sintang, secara umum ada du acara pencegahan dan penanggulangan yang dapat dilakukan,  yaitu secara civil engineering dan bio engineering.

Secara civil engineering, ada banyak tindakan yang dapat dilakukan, diantaranya peningkatan badan jalan, pembangunan fly over, pengerukan sungai, pembuatan bendungan, pembuatan embung pada daerah-daerah tangkapan yang sudah ada aktivitas pembangunan dan sebagainya.

Sedangkan secara bio engineering atau rekaya hayati dapat menjadi salah satu solusi jangka panjang, seperti penanaman pohon di catchment area, daerah terjal, perbukitan gundul, bekas tambang dan lain sebagainya melalui tindakan pemilihan jenis yang tepat.

Terhadap adanya upaya pemerintah melalui tindakan pemasangan geobag atau geotube atau apapun namanya, merupakan tindakan darurat dalam jangka pendek sebagai salah satu solusi mengatasi dampak banjir yang berfokus pada wilayah padat penduduk dan pusat ekonomi.

Tindakan ini sebagai langkah antisipasi atas ramalan cuaca yang diprediksi semakin ekstrim hingga puncak di bulan januari-Februari 2022. Geobag atau geotube akan dilengkapi dengan fasilitas lain berupa pompa untuk menyedot air dari arah daratan menuju sungai. Atas rencana ini, telah menjadi trending topik pembicaraan di berbagai tempat, baik yang pro maupun yang kontra.

Terlepas dari itu semua, bahwa geotube atau geobag berfungsi sebagai pengontrol erosi oleh gelombang, terutama dampak dari gelombang saat terjadi pasang air laut. Tindakan darurat ini selain melakukan pemasangan geobag atau geotube, sebaiknya pemerintah menyediakan sampan minimal satu buah untuk setiap RT sebagai antisipasi kalua-kalau geobag atau geotube tidak dapat berfungsi secara maksimal. ***

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *