Aroma Tidak Sedap di BBWS Cimcis Dari Proyek OP DAS Cimanuk Kabupaten Majalengka

Proyek Cacat Mutu.

MAJALENGKA, HR – Kondisi ekosistem DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan salah satu isu nasional dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dikarenakan salah satu variabel terjadinya banjir adalah kondisi DAS yang kritis. Dampak kerusakan DAS yang terjadi, selain kerusakan pada aspek biofisik kualitas air juga mengakibatkan kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi fluktuatif antara musim penghujan dan  kemarau.

Menyadari pentingnya DAS sebagai satu unit perencanaan dan pengelolaan SDA (Sumber Daya Air) yang telah diterima oleh berbagai pihak baik di tingkat nasional maupun regional merupakan kesatuan ekosistem yang mencakup hubungan timbal balik SDA dan lingkungan DAS dengan kegiatan manusia guna kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Maka pemerintah pusat maupun daerah dalam hal ini, ketika sudah menjadi keharusan tidak tanggung-tanggung menggelontarkan anggaran untuk project yang satu ini. Namun, terkadang ketika pihak ketiga  selaku penyedia jasa salah satunya PT ataupun CV diberi kepercayaan sebagai pemenang tender, selalu ada saja oknum yang tidak amanah dalam menjalankan tanggung jawabnya.

Sebut salah satunya PT. Delima Intan Abadi yang beralamat di Jalan Kapten Arya Gg.18 No.03 Indramayu Jawa Barat, selaku pemenang tender proyek pekerjaan Pemeliharaan Berkala DAS Sungai Cimanuk yang berlokasi di Desa Palasah, Kec. Kertajati, Kabupaten Majalengka, dengan Nomor dan Tanggal Kontrak HK.02.01/At/5/OPSDAIII-MJL/2021,   3 Juni 2021,  satuan kerja  OP DAS Cimanuk Cisanggarung.

Dengan nilai anggaran yang tidak sedikit Rp.1.815.689.447,00 bersumber dari APBN 2021 ini, hasil investigasi wartawan HR di lokasi tersebut menemukan beberapa kejanggalan dari pekerjaan proyek DAS tersebut diantaranya nampak pada volume pasangan batu TPT (Tembok Penahan Tebing) tanah yang tidak sesuai dengan spek, teknis batu bronjong menggunakan matrial yang tidak sesuai salah satunya adanya  pengurangan volume sehingga hasilnya terlihat tidak maksimal.

Dugaan ini juga diperkuat oleh beberapa nara sumber yang bisa dipercaya, bahkan menurut informasi yang berhasil dihimpun HR  di lapangan, upah  untuk para pekerjapun sejak  berita ini dinaikkan kabarnya belum ada yang  dibayarkan. “Kalau tahu seperti ini lebih baik saya cari pekerjaan lain yang bos nya lebih loyal. Upah ini kan hak kami, selesai kerja ya dibayar. Seperti ini anak istri dirmh kena imbasnya,” tandas salah seorang pekerja yang enggan  disebutkan namanya.

Jika faktanya demikian, maka jelas proyek OP DAS Cimanuk ini diduga cacat mutu alias gagal. Logikanya, jika pihak ketiga ini benar-benar sudah memahami betul dalam menjalankan program pembangunan sebuah proyek dilaksanakan, dimulai sejak awal sampai akhir aturan tersebut sudah jelas tertera dalam UU No.14 Tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik), maka tentunya akan bekerja secara profesional dan tidak melawan arus, namun yang terjadi malah sebaliknya.

Selain UU KIP ada beberapa aturan lain yang mempertegas tentang transparansi pelaksanaan program pemerintah seperti Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa  Pemerintah dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung (Permen PU 29/2006).

Dalam hal ini pihak ketiga PT. Delima Intan Abadi dianggap tidak konsekwen dan tidak bertanggung jawab dalam mengemban tugasnya. Proyek yang dilaksanakan tidak sesuai aturan Rencana Anggaran Belanja (RAB)/BQ. Pada akhirnya imbas dari pakerjaan yang terkesan asal jadi saja,  banyak yang dirugikan selain para pekerja terlebih masyarakat yang berada di sekitar lingkungan DAS tersebut.

Menyikapi dan menindaklanjuti hal tersebut diatas, media sebagai sosial kontrol tidak berhenti sampai disitu. Surat konfirmasi pun sudah dilayangkan  redaksi ke kantor BBWS Cimcis Cq. Satker PPK OP pada Kamis, 16 Desember 2021 pukul 09.30 wib dengan no surat 012/Red-HR/XII/2021 namun sampai saat ini belum ada respon/balasan dari dinas terkait dalam hal ini Kepala Balai. Lebih dari itu, info yang diterima HR kabarnya pekerjaan proyek OP DAS tersebut telah dilaporkan ke pihak Kejati oleh salah satu LSM yang berada di wilayah hukum RI. Lalu jika sudah seperti ini, siapa saja yang harus ikut bertanggung jawab..? akan kah ada istilah lempar batu sembunyi tangan..? m. aritonang

[rss_custom_reader]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *