Akte NKE dan DGI Serupa, Menang Tender di BBWS C3 Banten

oleh -928 views
oleh
(Ki-ka): Kepala BBWS C3 Banten, Tris Raditian; Dirut DGI, Dudung Purwandi; dan Komisaris DGI Sandiaga Uno.

Dirut DGI Tersangka Korupsi di KPK

BANTEN, HR – Tindak lanjut pemberitaan Surat Kabar Harapan Rakyat (HR) dan harapanrakyatonline.com yang sebelumnya pada proyek multiyear dilingkungan Balai Besar wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWS C3) Banten, ditetapkan pemenangnya PT Nusa Konstruksi Enjineering (PT NKE). Padahal salah satu bos perusahaan tersebut berstatus tersangka korupsi korporasi, dan kasusnya ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Surat konfirmasi dan klarifikasi Harapan Rakyat dan harapanrakyatonilne.com dengan Nomor: 91/HR/XI/2017 tanggal 24 Nopember 2017 yang disampaikan Kepala BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian, namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari Kepala Balai maupun yang mewakilinya Kasatker, PPK atau Pokjanya.

Penetapan tersangka oleh KPK sejak 17 Juli 2017, bahwa PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (PT NKE), dimana mantan Dirut, Dudung Purwadi telah divonis 4 tahun 8 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada tanggal 27 Nopember 2017, karena terbukti terlibat kasus korupsi pembangunan rumah sakit infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana dengan kerugian sebesar Rp 6,780 miliar tahun 2009 dan Rp 17,9 miliar tahun 2010.

Kantor BBWS C3 Banten

Walupun bos PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk tersangkut korupsi, ironisnya perusahaan itu justru mendapatkan proyek dari BBWS C3 Ditjen SDA Kementerian PUPR, untuk pekerjaan tahun jamak atau MYC yang menggunakan anggaran 2017 – Lainnya, dengan tanggal kontrak diperkirakan 19 Juli 2017.

Paket yang dikerjakan PT NKE yakni Paket Pengamanan Pantai Jongor, Caringin dan Kemuning Kab Pandeglang dengan HPS Rp 93.294.700.000 di Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWS C3) Ditjen SDA Kementerian PUPR, yang mana penawaran PT NKE senilai Rp 81.166.943.000.

Dalam proses lelang yang tayang di LPSE itu, dokumen yang digunakan PT NKE adalah dokumen PT Duta Graha Indah (PT DG).

Penawar Rendah Melebihi HPS
Sebelum dimenangkan PT NKE, proses lelang diikuti oleh 179 peserta, dan 15 perusahaan memasukkan penawaran harga dan PT NKE berada di urutan kelima. Sedangkan penawar terendah dari empat peserta digugurkan dengan berbagai asalan yakni, urutan satu dan kedua terendah dievaluasi dengan alasan “Nilai Penawaran Hasil Evaluasi Koreksi Aritmatik melebihi Nilai Harga Perkiraan Sendiri yang dilelangkan”.

Peserta penawar terendah adalah PT PJP dengan penawaran Rp 72.469.621.000, PT TRA Rp 75.382.122.000, PT KSMS Rp 78.991.420.000, PT AAS Rp 80.641.842.000, PT NKE Rp 81.166.941.000 (pemenang) dan seterusnya sampai 15 peserta yang memasukkan SPH.

Namun anehnya, dengan alasan hasil koreksi arimatik melebihi nilai HPS kepada kedua penawar terendah tidak dijelaskan atau tidak diumumkan seberapa besar nilai penawaran sampai bisa melebihi HPS tersebut. Padahal kedua peserta yang menawar terendah masing-masing PT PJP Rp 72.469.621.000 dan PT TRA Rp. 75.382.122.000, bila dibandingkan dengan penawaran pemenang PT NKE Rp 81.166.943.000 tentu sangat jauh selisihnya.

Artinya sangar jauh selisihnya yakni dari terendah satu selisih Rp 8,69 miliar dari urutan kedua Rp 5,784 miliar, akan tetapi malah disebutkan penawar dengan hasil koreksi melebihi HPS senilai Rp 93,2 miliar, dan itupun tidak diuraikan didalam pengumuman sejauhmana penawaran hasil koreksi melebihi HPS itu.

Hal itu sangat tidak masuk akal, bahwa evaluasi terhadap penawaran harga terendah yang sangat jauh selisih dengan penawaran pemenang, lalu dievaluasi dengan hasil koreksi malah disebut melebihi HPS, lalu berapa sebenarnya penawaran terendah hingga melebihi HPS?

TA Dipakai Dipaket Lain?
Bahkan, persyaratan yang diminta ULP Pokja untuk personil inti termasuk tenaga ahli (SKA) dengan sejenis (S1001-Jasa Pelaksana untuk Konstruksi Saluran Air, Pelabuhan, Dam dan Prasarana Sumber Daya Air Lainnya) yang diajukan perusahaan penetapan pemenang PT NKE pada Paket Pengamanan Pantai Jongor, Caringin dan Kemuning Kab Pandeglang (MYC), diduga tidak sesuai didalam dokumen pengadaan atau bahkan overlapping, karena terjadi di saat “waktu bersamaan”. Hal ini mengingat bahwa personil inti termasuk tenaga ahli dan peralatan yang disampaikan dalam penawaran hanya untuk 1 (satu) paket pekerjaan yang dilelangkan. Apabila penawar mengikuti beberapa paket pekerjaan, maka personil inti dan peralatan untuk paket pekerjaan lain harus dari personil dan peralatan yang berbeda

Karena itu diduga tidak mencerminkan aturan Perpres No 54/2010 dan perubahannya Perpres No 70/2012, Perpres No 4/2015, dan Surat Edaran (SE) Permen PUPR No 31/PRT/M/2015 pasal 6d (3) tentang Standard dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. Karena diketahui PT NKE sedang mengerjakan paket lainnya atau lebih dahulu bekerja di paket Pembangunan Sarana/Prasarana Pengaman Pantai Tiku Kab Agam Sumatera Barat dengan penawaran harga Rp 88.774.067.500, dengan tanda tangan kontrak pada 20 Juni 2017, dan juga mengerjakan paket Normalisasi dan penataan sungai batang Agam di Payakumbuh Barat senilai Rp 187 M yang ber KSO PT Wijaya Karya-PT NKE dengan tanggal kontrak pada 26 Juli 2017 hingga 27 Juli 2019.

Dan anehnya, PT NKE pada Paket Pengamanan Pantai Jongor, Caringin dan Kemuning Kab. Pandeglang yang diduga dikondisikan sebagai pemenang tertentu itu, tanpa mengindahkan segala dokumen yang diajukan oleh pemenang.

Akte PT NKE – PT DGI Sama
Berdasarkan data yang diperoleh HR termasuk yang tayang di LPJK-NET, bahwa dalam penyampaikan dokumen lelang diduga tidak valid, dengan menggunakan dokumen atas nama perusahaan PT Duta Graha Indah Tbk (DGI). Sebab, akte pendirian kedua perusahan (NKE dan DGI) adalah sama, baik yang dikeluarkan Notaris, Nomor, Pengesahan, juga Direksi dan Personil Tenaga Ahli.

Akte pendiri PT NKE dan PT DGI yang dikeluarkan notaris, yakni Ny. ML Indriani Soepojo, SH dengan nomor : 38 tanggal 11 Januari 1982, dan pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM bernomor : C2-386-HT01 01 TH82 tanggal 28 Juli 1982 dan pengesahan Pengadilan Negeri bernomor : 3348 dan tercatat di Lembaga Negara bernomor: 79 Tanggal 02 Oktober 1984.

Sedangkan Akte PT DGI juga dikeluarkan notaris yang sama dengan nomor yang sama yakni nomor : 38 tanggal : 11 Januari 1982. Kemudian, pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM bernomor : C2-386-HT01.01-TH82 Tanggal 28 Juli 1982, dan Pengesahan Pengadilan Negeri bernomor : 3348 dan tercatat di Lembar Negara bernomor : 79, namun tanggalnya beda yakni tanggal 01 Oktober 1984, yang kemudian kini PT DGI ini tidak aktif serta tidak tayang lagi di LPJK NET.

Begitu pula, pengurus badan usaha atau direksi dan komisaris pada kedua perusahaan tersebut antara lain: Sandiaga Salahuddin Uno, Ir. Sutiono Teguh, Ir. Tjahjono Soerjodibroto, MBA dan sedangkan Badan Usaha Tenaga Ahli antara lain : IR. Hendri Nur Budiyanto, Ir. Amirul Mirza Ghulam, Teguh Hambali, Ir. Budyharto dan Ir. Adeberth Simanjuntak, IPM.

Namun saat ini, sebagai komisaris baik di PT NKE atau PT DGI atas nama Sandiaga Salahuddin Uno adalah sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan kini apakah sudah tidak aktif lagi di PT NKE atau PT DGI?

Menanggapi hal itu, Gintar Hasugian selaku Ketua Umum LSM Pemantau Aparatur Negara (Lapan) berharap bahwa proses lelang dilingkungan BBWS C3 segera diusut tuntas.

“Kita berharap demikian, lelang yang dimenangkan oleh PT NKE atau PT DGI itu mencurigakan dan patuh dipertanyakan. Oleh karena itu perlu aparat terkait turun mengawasinya, dan bila perlu diminta usut tuntas,” ujar Gintar.

Dinilai Gintar, paket Pengamanan Pantai Jongor, Caringin dan Kemuning Kab Pandeglang yang dimenangkan PT NKE, sebenarnya hal itu biasa-biasanya, namun hal ini terungkap karena NKE tersangkut masalah di KPK.

“Masalah korporasi pengerjaan proyek, jadi apa yang terjadi pada pekerjaan paket di BBWS C3 Banten itu sebenarnya tidak ada kaitan dengan masalah yang ditangani KPK, cuma karena nama perusahaan itu heboh diberitakan hingga dicari-cari ke mana PT NKE ini bertender pada posisi waktu bersamaan,” ujarnya kepada HR.

Sekedar diketahui, PT DGI yang berganti nama menjadi PT NKE, dan hal itu resmi ditetapkan sebagai tersangka korporasi yang ditangani oleh KPK.

Terancam Bubar
HR mengutip pernyataan Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif bahwa Direksi PT DGI atau PT NKE secara korporasi diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan salahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi terkait mengerjakan pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009-2011, dengan nilai proyek sekitar Rp 138 miliar dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 25 miliar.

Akibat kejadian tersebut, KPK tentunya tidak berpikir adanya pidana kurungan atau denda, karena ini korporasi. Bila saja ditetapkan perusahaan itu dibawa pengampunan, bisa mem-blacklist selama waktu tertentu untuk tidak boleh mendapatkan tender di pemerintah, sampai dengan putusan paling tinggi yakni dibubarkan.

“Kan oleh penghasilan dilihat semua tingkat kejahatan yang dilakukan oleh suatu korporasi,” kata Laode M Syarif saat itu, (24 Juli 2017), kepada wartawan, di Jakarta. tim

Tinggalkan Balasan