TANGERANG, HR – Pledoi (Pembelaan) Penasehat Hukum terdakwa PT Panca Kraft Pratama (PKP) yang diwakili oleh Panudju Adji selaku Direktur Utama, Rabu (16/7), dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang di Ketuai Majelis Hakim Ali Murdiat.
Sidang pledoi dihadiri Penasehat Hukum terdakwa Oktowisno Dobiki, SH.MH dan Brilly Christino Dobiki, SH. Nota pembelaan menanggapi penerapan pasal dakwaan Kedua pasal 100 ayat (1) Jo pasal 116 ayat (1) huruf a Jo pasal 118 Jo pasal 119 UURI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tuntutan jaksa penuntut Umum M. Fiddin menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1,5 Milyar terbukti secara sah menyakinkan melakukan tindak pidana melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu ganguan yang dilakukan oleh, atau atas nama badan usaha PT PKP oleh Penasehat Hukum dianggap keliru.
Sebagaimana pasal 100 ayat (1) menjelaskan Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi atau baku mutu gangguan dipidana dengan pidana penjara 3 tahun dan denda paling banyak Rp 3 Milyar.
Dalam nota pembelaan (Pledoi) Penasehat hukum dari kantor ODS LAW FIRM/ OKTOWISNO DOBIKI & SUDARYONO menjabarkan uraian analisis yuridis mengenai asas dan prinsip prinsip yang berlaku dalam penerapan sanksi Pidana Lingkungan Hidup sesuai Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009; tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan untuk memperhatikan asas Ultimum Remedium yang hakekatnya memiliki substansi bahwa penerapkan penegakan hukum pidana difungsikan sebagai tindakan atau upaya terakhir setelah upaya penegakan yang lain tidak efektif, fungsi hukum pidana sebagai penunjang hukum administrasi.
Ulasan pendapat Dr Yenti Ganarsih, SH. MH Ahli hukum pidana Universitas Trisakti mengutip pendapat Hoenagels yang menekankan pentingnya mempertimbangkan berbagai faktor untuk melakukan proses pemidanaan (criminalization) agar menjaga Ultimum Remedium dan tidak terjadi over criminalization diantaranya:
- Jangan menggunakan hukum pidana dengan cara emosional.
- Jangan menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang tidak jelas korban atau kerugiannya.
- Jangan menggunakan hukum pidana, apabila kerugian yang ditimbulkan dengan pemidanaan akan lebih besar daripada kerugian oleh tindak pidana yang akan dirumuskan.
- Jangan menggunakan hukum pidana apabila tidak didukung oleh masyarakat secara kuat.
Penasehat Hukum menyatakan keberatan atas tuntutan dari jaksa penuntut umum kepada terdakwa dengan alasan alasan karena Jaksa Penuntut Umum kurang cermat dalam memperhatikan dan menganalisis fakta fakta persidangan sehingga keliru juga dalam mengajukan tuntutannya kepada terdakwa.
Mengenai unsur unsur dalam pasal 100 ayat (1) khususnya unsur melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi atau baku mutu gangguan hal ini disanggah berdasarkan fakta fakta yang terungkap dalam persidangan.
Bahwa PT PKP/terdakwa tidak membuang air limbah produksi ke sungai Cisadane, karena air limbah produksi diproses melalui IPAL, kemudian dipergunakan kembali untuk produksi dan kebutuhan internal lainnya dan selebihnya diambil oleh pihak luar melalui kerja sama.
Bahwa pernah terjadi kerusakan pompa penyedot air limbah dari bak penampungan ke IPAL sehingga overflow dan juga adanya kebocoran pipa yang menuju ke IPAL dan akibat dari kejadian tersebut air limbah tertumpah dan mengalir bermuara ke sungai Cisadane dan kejadian tersebut terjadi tiga kali dan pada saat terjadi kerusakan pompa dan kebocoran pipa langsung dilakukan perbaikan sehingga air limbah tidak terbuang lagi dan apabila pompa air limbah kerusakannya serius maka kegiatan produksi diberhentikan sampai perbaikan pompa air limbah selesai dikerjakan.
Bahwa air limbah yang tertumpah dan mengalir bermuara ke sungai Cisadane yang menurut jaksa penuntut umum telah mencemari sungai Cisadane namun berdasarkan fakta fakta persidangan yang tidak terbantahkan lagi dimana tidak ada satu faktapun yang mengungkapkan bahwa akibat dari pencemaran sungai Cisadane menimbulkan dampak secara langsung baik pada lingkungan maupun kepada warga yang tinggal di sekitar area PT PKP.
Bahkan secara tegas saksi pelapor Ganda menerangkan bahwa air limbah produksi PT PKP yang mengalir ke sungai Cisadane tidak berdampak atau tidak menimbulkan kerugian bagi dirinya, juga warga yang tinggal di sekitar PT PKP, demikian juga keterangan yang sama disampaikan Saksi-saksi dari warga yang tinggal di sekitar area PT PKP yaitu saksi Mustakim dan Johan Sumita.
Bahwa terkait dengan pengambilan sampel air limbah oleh DLHK Provinsi Banten pada bulan Juli 2023 yang dilakukan hanya satu kali dan pada titik yang berbeda dimana hasil Uji Lab pada tgl 27 Juli 2023 atas sampel air limbah tersebut menunjukan air limbah PT PKP melebihi standar baku mutu.
Kemudian berdasarkan hasil Uji Lab tersebut. Ahli Ir Eddy Soentjanto mengambil kesimpulan bahwa sungai Cisadane telah tercemar oleh air limbah PT PKP dan hal itu dijadikan rujukan atau dasar oleh jaksa penuntut umum menuntut PT PKP sesuai pasal 100 ayat (1) UUPPLH.
Bahwa mengenai hal tersebut Penasehat Hukum menyanggah dengan merujuk pendapat Ahli Muhamad Nur Sigit Wibawa, ST. M. Ling, sebagaimana telah kami kemukakan diatas dimana menurut Ahli bahwa metode pengambilan sampel air limbah untuk dilakukan Uji Lab agar hasilnya diperoleh secara objektifitas dan terjamin validitasnya maka sampel air limbah harus diambil pada satu titik dimana output air limbah belum terkontaminasi dengan siplamen ataupun dengan sumber air yang lain dan dilakukan berulang ulang dimana pengambilan air sampel itu semakin banyak akan semakin valid hasil pengujian kualitas lingkungan dari area wilayah yang tercemar.
Penasehat Hukum terdakwa merasa perlu mengangkat dan untuk menegaskan hal penting dan merupakan inti dalam perkara a quo sebagaimana dikatakan oleh yang mulia Ketua Majelis Hakim dalam sidang pemeriksaan terdakwa.
Bahwa sejalan dengan pernyataan pernyataan dan pertanyaan dari yang Mulia Ketua Majelis Hakim tersebut maka untuk itu kami Penasehat Hukum terdakwa PT PKP menegaskan kembali kewajiban-kewajiban yang telah dilakukan/dipenuhi dan yang belum dipenuhi sebagai Sanksi Administrasi kepada PT PKP sebagaimana yang telah kami uraikan pada angka III tinjauan dakwaan yaitu mengenai dakwaan kedua sebagai tindak lanjut pelaksanaan dari Surat Keputusan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten No 902/Kep.0206-DLHK/VIII/2023 tanggal 29 Agustus 2023 tentang Penetapan Sanksi Administrasi Paksaan Pemerintah.
Adapun kewajiban – kewajiban yang sudah dilaksankan/dipenuhi dan yang belum dipenuhi sbb;
- Melaksanakan kewajiban pengelolaan dan pemantauan Lingkungan (UKM -UPL) dan melaporkan hasil pelaksanaannya setiap 6 bulan. Sudah dilaksanakan/dipenuhi yaitu dokumen UKM – UPL PT. PKP telah disahkan pada tgl 2 November 2022 dan laporan hasil pelaksanaan UKL – UPL. Secara semester ( 6 bulan sekali) sudah dilaksanakan.
- Melaksanakan kewajiban pengendalian pencemaran air berupa:
- Tidak membuang air limbah ke media lingkungan (taat sudah dilakukan) namun dalam surat dakwaan keterangannya tidak taat.
- Memenuhi ketentuan sesuai persetujuan Teknis Pemanfaatan Air Limbah ke formasi tertentu dan aplikasi ke tanah paling lambat 90 hari kalender ; Titik penataan air limbah (taat, sudah dilakukan). Lokasi area resapan tanah (taat, sudah dilakukan). Pemantauan baku mutu air limbah setiap satu bulan sekali (taat, sudah dilakukan). Menyampaikan MoU atau kontrak dengan pihak ketiga terkait kontruksi IPAL (taat, sudah dilakukan). Melakukan pelaporan perlindungan dan pengelolaan mutu air setiap 6 bulan sekali ke Dinas LH Kota Tangerang dan Dinas LHK Provinsi Banten dan kementrian LHK RI (taat, sudah dilakukan).
- Melaksanakan kewajiban pengendalian pencemaran udara berupa, Mengurus Surat Kelayakan Operasional (SLO) emisi persetujuan teknis pemenuhan baku mutu emisi (taat, sudah dilakukan). Membuat sistem tanggap darurat pencemaran udara (taat, sudah dilakukan). Kewajiban PT. PKP yang belum dapat hanyalah pembangunan IPAL yang belum dapat dipenuhi sesuai waktu yang ditentukan dalam Sanksi Administrasi namun pembangunan penyempurnaan IPAL sudah mencapai progres pembangunan 90℅ juga termasuk pemasangan alat Sparing dan pengurusan SLO yang baru bisa dilakukan setelah pembangunan penyempurnaan IPAL telah selesai dikerjakan.
Selanjutnya apabila terkait dengan pembangunan IPAL tersebut, terdakwa PT. PKP dalam hal ini diwakili oleh Panudju Adji sebagai pengurus, dinyatakan tidak mematuhi Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 114 UU No 32 Tahun 2009 dan untuk itu dikenakan denda paling banyak Rp. 1 Milyar.
Untuk itu kami Penasehat hukum terdakwa dan terdakwa dapat menerimanya dan mengenai besaran denda kami serahkan sepenuhnya pada yang mulia Majelis Hakim karena kami sungguh percaya yang mulia Majelis Hakim akan memutuskan dengan penuh bijaksana dan seadil- adilnya. erwin.t