BENGKULU, HR — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu tengah menelusuri polemik ganti rugi lahan warga di Kelurahan Surabaya, Kecamatan Sungai Serut, Kota Bengkulu. Lahan warga itu terdampak pembangunan pelapis tiang tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 300 kV milik PT PLN (Persero) yang dibangun tanpa kejelasan koordinasi dan kompensasi.
Kepala Seksi Pertimbangan Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati Bengkulu, Oktalian Darmawan, menyatakan pihaknya tidak pernah diajak berkoordinasi dalam proses pembangunan proyek tersebut. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan peraturan turunannya, setiap pembangunan infrastruktur kelistrikan yang berdampak pada lahan warga wajib melalui pendampingan hukum dan penghitungan kompensasi yang adil.
“Proyek pembangunan tiang tower SUTT 300 kV di Kelurahan Surabaya ini tidak pernah dikonsultasikan kepada kami. Kami sangat menyayangkan hal itu, karena seharusnya setiap aktivitas yang menyangkut lahan warga dilakukan sesuai koridor hukum,” kata Oktalian kepada wartawan.
Menurut Oktalian, Kejati telah melakukan penelusuran ke pihak PLN Sumbagsel, namun mereka membantah bertanggung jawab atas proyek itu. “Pihak PLN Sumbagsel menyatakan bahwa proyek tersebut merupakan kewenangan PLTD Sukamerindu. Kami kini sedang mencari tahu siapa pihak yang bertanggung jawab atas kompensasi lahan tersebut,” ujarnya.
Gesang, salah satu pejabat PLN Sumbagsel, mengonfirmasi bahwa unitnya tidak terlibat langsung dalam pembangunan tower tersebut. Meski begitu, ia menyatakan kesediaannya untuk membantu menelusuri pihak yang berwenang dan memastikan apakah ganti rugi telah diberikan kepada warga yang terdampak. “Kami akan bantu menghubungi pimpinan di PLN pusat untuk memastikan hak warga tetap terjaga,” kata Gesang.
Warga Tuntut Ganti Rugi, Ancam Robohkan Tower
Tiga warga RT 07 RW 04 Kelurahan Surabaya—Samsi Mubin, Riko Saputra, dan Suhardiman—mengajukan protes resmi kepada PLN. Mereka menuntut ganti rugi atas lahan mereka yang diduga diserobot untuk keperluan pembangunan pelapis tower.
“Awalnya pihak PLTD datang pada 2024 dan menjanjikan akan membangun pelapis serta mempertimbangkan kompensasi. Tapi yang terjadi, luas lahan yang digunakan terus melebar, hingga mencapai sekitar 1.119 meter persegi,” ujar Samsi Mubin saat ditemui wartawan, Minggu (29/6), di kediamannya.
Menurut Samsi, lahan milik warga kini berada dalam radius langsung dari pembangunan pelapis tiang tower. Ia mengatakan warga telah meminta pembangunan penahan tebing atau pelapis tanah agar tidak merusak struktur tanah di sekitar rumah mereka.
Warga menuntut ganti rugi sesuai harga pasar tanah di Kelurahan Surabaya yang mencapai Rp500 ribu per meter persegi. Bila tidak ada penyelesaian, warga mengancam akan membongkar tiang tower yang berdiri di atas lahan mereka.
PLTD Sukamerindu Bungkam
Saat wartawan mendatangi kantor PLTD Sukamerindu pada Senin (30/6), tiga petugas keamanan yang berjaga—Bil Ismi, Bambang, dan Dasuki—mengatakan pimpinan sedang tidak berada di tempat. “Pimpinannya dinas luar. Kalau ingin konfirmasi, silakan datang lagi besok,” ujar Bil Ismi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PLTD belum memberikan keterangan resmi. efendi silalahi