JAKARTA, HR – Kasus komplotan mafia minyak dan gas bumi (Migas) yang diduga mengoplos gas elpiji (LPG) 3 kg subsidi menjadi LPG non-subsidi 12 kg kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/05/2025).
Tiga terdakwa, yakni Waslani, Muhammad Soleh, dan Toyib, diadili atas dugaan penyalahgunaan distribusi dan niaga LPG bersubsidi.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Richard Edwin Basoeki, didampingi dua hakim anggota, Halida Rahardhini dan Rio Barten. Jaksa Pengganti dari Kejari Jakarta Selatan, Pompy Polansky Alanda, hadir dalam persidangan.
Namun, Penuntut Umum dari Kejati DKI Jakarta, Ario Wahyu Hapsoro, yang seharusnya memimpin penuntutan, justru tidak hadir, menyebabkan persidangan molor lebih dari empat jam.
Ketidakhadiran Ario memicu kritik publik. Jaksa dinilai setengah hati dalam menangani kasus penting yang menyangkut penyalahgunaan barang subsidi negara.
Kasus ini bermula dari pengungkapan Subdit IV Ditreskrimsus Polda Metro Jaya di kawasan Cilandak Timur, Jakarta Selatan, pada 10 Februari 2025, berdasarkan laporan masyarakat.
Tiga terdakwa diamankan bersama puluhan tabung LPG 3 kg subsidi dan 12 kg non-subsidi hasil oplosan, serta satu unit sepeda motor. Mereka didakwa memindahkan isi gas bersubsidi ke tabung non-subsidi untuk mendapatkan keuntungan berlipat.
Terdakwa Waslani diduga sebagai pemilik usaha ilegal tersebut, sedangkan dua lainnya berperan dalam proses oplosan dan distribusi.
Jaksa Penuntut Umum Ario Wahyu Hapsoro mendakwa para pelaku menggunakan Pasal 55 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana diubah dengan Pasal 40 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman dalam pasal ini mencapai 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.
Namun, Jaksa Ario dinilai mengabaikan penerapan pasal berlapis, khususnya Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c UU RI No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, yang juga relevan dalam kasus ini dan mengancam pelaku dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara serta denda Rp2 miliar.
Ketua Umum LSM Caraka Nusantara, Rudianto Simanjuntak, menyayangkan sikap Jaksa yang tidak menyertakan pasal perlindungan konsumen dalam dakwaan.
Praktik ini dinilai berpotensi mencederai integritas hukum dan memberi ruang bagi mafia Migas untuk menghindari hukuman maksimal.
“Ini jadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan mafia migas. Jika pasal perlindungan konsumen diabaikan, maka dampaknya bukan hanya kerugian negara, tapi juga rasa keadilan masyarakat,” ketus Rudianto. •lisbon sihombing