DENPASAR, HR – Kejaksaan Tinggi Bali telah menetapkan Rektor Universitas Udayana (UNUD) Prof Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) pada 9 Oktober 2023.
Prof. Antara yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Penerimaan Mahasiswa Baru UNUD Jalur Mandiri diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 335 miliar selama tahun 2018 hingga 2023.
UNUD membuat mekanisme penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri melalui sistem online pada laman https://utbk.unud.ac.id, dimana peserta diwajibkan untuk mengisi kolom SPI dan pendaftarannya tidak akan diproses apabila tidak mengisi kolom tersebut.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), ketentuan pengisian SPI tersebut tidak termuat dan tidak diusulkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penarikan SPI tersebut hanya berdasarkan Keputusan Rektor Unud Tentang SPI Mahasiswa Nomor 617/UN14/KU/2018, Nomor 209/UN14/KU/2019, dan Nomor 743/UN14/HK/2020. Sehingga penatapan tarif SPI tersebut tidak ada landasan yuridisnya.
Prof. Antara didakwa melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3, Pasal 9, Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 65 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Dalam menghadapi kasusnya Prof. Antara membawa Hotman Paris Hutapea untuk memberikan bantuan hukum secara langsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Kota Denpasar pada Selasa, 24 Oktober 2023.
“Dalam sejarah hukum Indonesia, ini kasus korupsi tapi tidak ada kerugian negara,” pungkas Hotman saat diwawancarai.
Menanggapi tuntutan hukum tersebut, Hotman mengatakan dalam pemungutan SPI tersebut tidak terdapat kerugian negara karena dana yang telah dikumpulkan masuk ke dalam rekening Universitas Udayana. Artinya, tidak ada aliran dana yang masuk ke rekening pribadi.
Menurut Hotman, apabila Prof. Antara melakukan pelanggaran terkait pembentukan SPI yang tidak terdapat landasan yuridisnya, hal tersebut seharusnya diserahkan kepada Pengadilan Tindak Pidana Umum karena Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hanya melakukan proses kasus korupsi yang merugikan keuangan negara.
“Ada apa dengan kasus ini? Apakah ada permainan politik intern? Satu perakpun tidak ada disebutkan masuk ke rekening terdakwa atau keluarganya,” ucap Hotman.
Sementara Tim Kuasa Hukum Prof. Antara mengajukan eksepsi atas dakwaan dari JPU dan dikabulkan oleh Ketua Majelis Hakim. Sehingga, sidang akan dilanjutkan pada 31 Oktober 2023.
Atas gugatan kasus korupsi tersebut, Hotman memohon kepada JPU untuk mencabut dakwaan kasus korupsi yang menuding kliennya.dyra