Pihak kontraktor pelaksana memasang plang proyek, dengan tidak memuat keseluharan dan plang proyek tersebut dipasang tidak transparan.
JAKARTA, HR – Tindaklanjut pemberitaan koran HR dan www.harapanrakyatonline.com pada proyek Pembangunan Rumah Susun Bertingkat Tinggi Mahkamah Agung (RUSUNDKI21-05) yang dikerjakan PT PP. Urban dinilai lamban dan diduga tidak dilakukan pinalti atau denda.
Pantauan HR (14-02-22), pekerjaan rusun yang diperkirakan sembilan lantai itu, tahapan masih dalam nge-cak dinding, sedangkan pasang jendela di sekeliling gedung belum terpasang dan pada lantai khususnya lantai terbawa masih terlihat berantakan.
Pekerjaan gedung terkesan finishing, padahal masih ada yang sedang dikerjakan.
Pekerja masih sedang bekerja, padahal bila mengacu sesuai waktu pelaksanaan yang dibuat oleh kontraktor pelaksana sesuai terpasang di plang proyek yakni tercatat degnan 10 bulan.
Namun sangat disayangkan, maksud dan tujuan dengan “waktu pelaksanaan 10 bulan” tersebut tidak disebut sejak kapan mulai sampai akhir selesai dikerjakan, karena tidak termuat di plang proyek tanggal kontrak.
Anehnya, sejak adanya pemberitan koran HR dan www.harapanrakyatonline.com bahwa proyek rusun Mahkamah Agung yang berlokasi di Pulo Mas, Jakarta Timur itu, bahwa plang proyek tidak terpasang.
Namun sejak termuat berita HR sebelumnya, lalu pihak kontraktor pelaksana akhirnya memasang plang proyek, dan namun tidak termuat keseluharan dan terkesan plang proyek tersebut dipasang di depan area proyek seadanya atau tidak transparan.
Yang termuat ada yakni : Nama Proyek Pembangunan Rumah Susun Bertingkat Tinggi Mahkamah Agung (RUSUNDKI21-05), dengan HK.02.03/PPK DK DKI/SATKERPP –DKI/Rusun DKI21-05/824, Waktu Pelaksanaan : 10 Bulan, Kontraktor Pelaksana : PT Urban, Manajemen Konstruksi : PT. Amsecon Berlian Sejahtera.
Sedangkan sumber anggaran/nilai biaya yang dikerjakan tidak termuat dan tanggal kontrak, lalu pertanyaan sumber anggaran dari mana dialokasikan, apakah dari APBN, APBD atau dana loan atau SBSN atau biaya pribadi?
Bahkan di plang proyek tercatat dengan “waktu pelaksanaan 10 bulan” yang mana hal ini dinilai asal-asalan, padahal yang layak seharusnya 300 atau…..? Hari Kalender (HK), dan ini pun sesuai termuat didalam dokumen pemilihan.
Sehingga dengan adanya terpasang “plang proyek” tersebut dinilai hanya asal-asalan atau seadanya atau menutupi kelemahan kontraktor PT PP. Urban.
Padahal, soal terpasangnya “plang proyek” sudah jelas dengan wajib dipasang dan mengingat sebagai informasi sumber dana, jenis kegiatan, badan usaha/perusahaan yang mengerjakan, dan lamanya waktu pelaksanaan hari kalender, No/tanggal Kontrak yang tentu itu mengingat anggaran/biaya yang dikerjakan dengan bersumber dari APBN/APBD atau sumber dana lainnya.
Seperti diketahui, lelang Pembangunan Rumah Susun Bertingkat Tinggi Mahkamah Agung (RUSUNDKI21-05) ditetapkan pemenang PT PP Urban dengan penawaran/terkoreksi Rp 48.660.183.164,23. Sedangkan lelang selesai atau penandatanganan kontrak per tanggal 26 Mei 2021.
Maka, bila mengacu sesuai yang tertera di papan nama proyek (plang proyek) yang disebut oleh kontraktor pelaksana yakni “waktu pelaksanaan : 10 bulan”, maka bisa dihitung bahwa proyek rusun Mahkamah Agung (MA) tersebut sudah selesai akhir Maret 2022.
Namu, ini masih ada pekerjaan hingga dinilai dikerjakan lamban atau molor dan diduga pihak Satker PP/PPK tidak melakukan finalti atau denda keterlambatan kepada kontraktor pelaksana.
Sesuai penerapan denda tersebut dengan pasal 120 Peraturan Presiden Nomor 70/2012 tentang Sanksi Keterlambatan dan atau Perpres No 16/2018 pasal 78 dan pasal 79 (4) (5) berbunyi : Pengenaan sanksi denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 oleh PPK dalam Kontrak sebesar 1%0 (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan. (5) Nilai kontrak atau nilai bagian kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Para pekerja proyek melanggar K3.
Masih Langgar K3
Proyek rusun MA bertingkat gedung itu dan sebelumnya oleh HR memberitakan adanya pelanggaran K3. Yakni ada satu dua orang pekerja sedang kerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) secara lengkap.
Seperti menggunakan memakai seragam/rompi proyek, namun tidak memakai topi/helm, dan sebelumnya ada yang memakai helm, namun tidak menggunakan seragam/rompi proyek.
Lalu, ada yang tidak memakai sarung tangan, kacamata pengaman dan lainnya. Sehingga safety yang terpampang di depan pintu area proyek dinilai “hanya pajangan”. Padahal salah satu diantara alat pelindung diri (APD) dan harus atau wajib dilaksanakan sebagai penjamin K3 yang mana sesuai standar operasional pekerjaan (SOP).
Sehingga ada beberapa pekerja tidak mematuhi secara lengkap APD, hingga dinilai tidak mematuhi sesuai Instruksi Menteri PUPR No.02/IN/M/2020 tentang Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Selain itu, pihak penyedia jasa berkewajiban untuk memakai alat kelengkapan K3 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan didalam pasal 15 berbunyi “sanksi dengan ancaman kurung 3 bulan penjara bagi kontraktor yang melanggar peraturan K3” yang merupakan implementasi Permenakertras No. Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri.
Bahkan dalam Permenakertras No. 8/2010, pasal 6 (ayat 1) disebut “Pekerja atau buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko”, dan Pasal 9) “Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 5 dan seterusnya dapat dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970”.
Hal lainnya, juga diatur Permen PUPR No. 21/PRT/M/2019 yang sudah dirubah menjadi Permen PUPR No.10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi dan juga diatur UU No. 23/1992 tentang Kesehatan Kerja.
Adanya beberapa pekerja, yang tidak mematuhi keselamatan kesehatan kerja (K3) tersebut sebagai alat pelindung diri (APD) secara lengkap, yang mana oleh pengawas MK dari PT. Amsecon Berlian Sejahtera dengan PPK Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa I Ditjen Penyediaan Perumahan yang tidak ketat dalam pengawasan dan membiarkan sejumlah pekerja mengabaikan K3 tersebut.
Diketahui, proyek yang bersumber APBN 2021-2022, itu terletak di kawasan Pulomas , Jakarta Timur, dan sesuai dipengumuman (LPSE) ditetapkan pemenang PT PP. Urban dengan penawaran terkoreksi Rp 48.660.183.164,23 dari HPS Rp 60.656.444.632,10 dengan Manajemen Konstruksi (MK) oleh PT. Amsecon Berlian Sejahtera Rp 1.870.825.000,00.
Dalam pelelangan, dimana PT PP Urban dengan penawaran/terkoreksi Rp 48.660.183.164,23 adalah urutan ke 4 dari delapan peserta yang memasukkan dokumen pemilihan/harga.
Dan bila dibandingkan dengan dari penawar terendah senilai Rp 44.582.486.804,50, maka selisihnya adalah Rp 4, 077 miliar dan begitu pula urutan kedua dan ketiga jauh selisihnya.
Informasi HR dan berdasarkan pengumuman LPSE, PT PP Urban juga beberapa paket dikerjakan dilingkungan Kementerian PUPR dalam “waktu bersamaan” tahun 2020 yang dikerjakan awal 2021 – 2022.
Diantara paket tersebut: Pembangunan Gedung UNU Yogjakarta, PSP POP.2020-02 Rehabilitasi Bangunan Pasar Legi Kota Surakarta, Rehabilitasi Bangunan Pasar Wiradesa dan Pembangunan Pasar Ngawi.
Sehingga PT PP Urban yang merupakan anak perusahaan salah satu BUMN Jasa Konstruksi ini diduga merupakan rekanan binaan di Kementerian PUPR.
Lelang Konsultan
Anehnya, Manajemen Konstruksi dalam “proses lelang” yakni sebelumnya sebagai penetapan pemenang PT Tujuh Jaya Konsultan Rp 1.889.646.000,00.
Artinya, pemenang adalah PT Tujuh Jaya Konsultan, kemudian menjadi terkontrak oleh PT. Amsecon Berlian Sejahtera.
Padahal ditetapkannya sebagai pemenang PT Tujuh Jaya Konslutan adalah dengan sangat tepat karena skor teknis atau nilainya bagus yakni “skor teknis 76.28” dan “skor akhir “80.82”.
Sedangkan perusahaan terkontrak PT. Amsecon Berlian Sejahtera dengan skor teknis “66.39” yang diduga tidak mencapai ambang batas diatas 75, dengan skor akhir menjadi 73.11”dan hingga lebih rendah dari pemenang PT Tujuh Jaya Konsultan.
Bahkan, bila dibandingkan skor akhir kedua perusahaan, antara pemenang dengan terkontrak sangat jauh selisinya yakni “7, 71” (gabungan teknis dengan harga”), lalu kok bisa demikian dan ada apa menjadi terkontrak PT Amsecon?
Harapan Rakyat (HR) dan www.harapanrakyatonline.com telah mengajukan surat konfirmasi dan klarifikasi No.:013/HR/II/2022 tertanggal 14 Februari 2022 yang disampaikan ke Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa I -Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR dan tembusan ke penyedia jasa, namun sampai saat ini atau sudah beberapa kali dimuat, tidak ada tanggapan. tim